PONTIANAK – Masyarakat Dayak internasional yang tinggal di Indonesia, Malaysia, Brunei dan tersebar di seluruh dunia menyatakan dukungan pada Presiden RI, Joko Widodo untuk mempercepat memindahkan ibu kota negara Republik Indonesia dari DKI Jakarta ke Kalimantan Timur. Untuk itu pemerintah Indonesia diminta agar segera menyiapkan Undang-Undang Khusus yang memastikan keadilan bagi masyarakat Dayak yang tinggal di Kalimantan.
Hal itu terungkap dalam rapat virtual Dayak International Organization (DIO) dan Majelis Hakim Adat Dayak Nasional (MHADN) dipandu Dr Jiuhardi SE, MM dari Samarinda, Ibu Kota Provinsi Kalimantan Timur, Sabtu, 15 Januari 2022.

Hadir dalam rapat virtual perwakilan masyarakat Suku Dayak dari Indonesia (Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara) dan Malaysia (Sabah dan Sarawak).
Selain membahas HoB, rapat virtual membicarakan tentang sikap Suku Dayak pasca Pemerintah Indonesia memindahkan Ibu Kota Negara dari Jakarta ke Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajamen Paser Utara, Provinsi Kalimantan Timur, sebagaimana pengumuman Presiden Joko Widodo di Jakarta, Selasa, 26 Agustus 2019.
Kepada Bergelora.com di Pontianak dilaporkan, Sekretaris Jenderal Dayak International Organization, Yulius Yohanes, mengatakan, tengah menyoroti Rancangan Undang-Undang Khusus Ibu Kota Negara yang sedang dibahas di DPR-RI.

Dalam membahas Ibu Kota Negara Indonesia di Provinsi Kalimantan Timur, peserta menegaskan point-point penting.
Pertama, dalam rangka percepatan pembangunan ekonomi, sosial politik masyarakat Dayak di Kalimantan, maka diperlukan penguatan di Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara untuk kekuatan hukum pemberlakuan undang-undang khusus. Sehingga kehadiran Ibu Kota Negara dapat memberikan kontribusi untuk percepatan pembangunan di Kalimantan secara keseluruhan yang berkeadilan.
Kedua, dengan undang-undang khusus dapat meningkatkan sumberdaya manusia di bidang pendidikan untuk masyarakat Dayak, agar dapat berkontribusi pada pemerintah di Ibu Kota Negara dan seksligus menetapkan kota bagi generasi muda Dayak untuk masuk di sekolah-sekolah kedinasan di Negara Kesatuan Republik Indonesiia (NKRI).
Kemudian, masyarakat Dayak dan Brunei Darussalam dan Malaysia, bisa menikmati peluang ekonomi riil dalam pemindahan Ibu Kota Negara Indonesia ke Provinsi Kalimantan Timur.
Ketiga, untuk membangun Infrastuktur baik fisik maupun non fisik masyarakat Dayak khususnya, undang-undang tentang masyarakat adat, agar mendapat perlindungan dari negara.
Keempat, memberikan kesempatan kepada putra-putri sumberdaya manusia Dayak untuk menduduki ketua/wakil ketua Otoritas Khusus Ibu Kota Negara serta dalam pengelolaan Ibu Kota Negara sebagai otoritas sampai kepada staf di Ibu Kota Negara.
Kelima, rancang bangun Ibu Kota Negara perlu melibatkan tokoh, budayawan, organisasi kemasyarakatan Dayak, serta diikuti dengan motif dan corak budaya Dayak sebagi bentuk rasa memiliki bangsa di Ibu Kota Negara dan pertanggungjawaban negara.
Untuk itu, Jalumin bin Bayogoh dari Negara Bagian Sabah, mengatakan, masyarakat Suku Dayak di luar wilayah Indonesia, masih menginginkan informasi lebih rinci dari Pemerintah Indonesia, tentang program pengembangan kawasan sehubungan pemindahan Ibu Kota Negara di Provinsi Kalimantan Timur.
“Karena dampaknya dalam jangka panjang, bukan saja dirasakan masyarakat Dayak di Indonesia, juga pasti dirasakan masyarakat Suku Dayak di Brunei Darussalam, Sarawak dan Sarawak, Malaysia. Kita perlu melakukan pembahasan lebih intens, agar orang Dayak jangan jadi penonton,” ujar Jalumin bin Bayogoh.
Bobby Wiliam dari Distrik Miri dan Elsiy Tingang dari Kuching, Negara Bagian Sarawak, menilai, perlu adanya jaminan terlindunginya hak-hak masyarakat Dayak terhadap tanah, karena arus investasi akan terus masuk, baik di Indonesia, maupun di Brunei Darussalam dan Malaysia, sebagai dampak positif Ibu Kota Negara Indonesia dipindahkan ke Provinsi Kalimantan Timur.
“Saya pikir, kita mesti terus melakukan komunikasi lebih intens antar sesama masyarakat Dayak di Indonesia, Malaysia dan Brunei Darussalam, agar berbagai aspek yang berkaitan dengan kepentingan Dayak, bisa dibahas dan ditindaklanjuti,” kata Bobby William.
“Pengalaman selama ini, investasi yang berkaitan dengan pemanfaatan lahan, selalu masyarakat Dayak dirugikan. Tanah digusur, tanpa diberi gantirugi secara mamadai. Ini jangan sampai terulang kembali di masa mendatang,” ujar Elsiy Tingang.
Industri Hijau Terbesar Di Dunia
Elia Djalung SE, anggota Fraksi Partai Hanura, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (F-D DPRD) Provinsi Kalimantan Utara, mengatakan, satu-satunya yang mesti dilakukan masyarakat Dayak, adalah beradaptasi dengan situasi.
Menurut Elia Djalung, Pemerintah Indonesia ingin menjadikan wilayah Pulau Borneo sebagai kawasan pengembangan ekonomi baru, sehubungan pemindahan Ibu Kota Negara di Provinsi Kalimantan Timur.
Di antaranya, menurut Elia Djalung, Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo melakukan groundbreaking pembangunan Kawasan Industri Hijau Indonesia (KIHI) di Kabupaten Bulungan, Provinsi Kalimantan Utara, Selasa, 21 Desember 2021.
Dikatakan Elia Djalung, Pemerintah Joko Widodo, telah mengklaim di Kabupaten Bulungan, nantinya, menjadi kawasan industri hijau terbesar dunia, karena menyangkut lahan 16.400 hektare dari target 30.000 hektare.
Sementara itu, Presiden Indonesia, Joko Widodo, telah menugaskan Menteri Pertahanan Republik Indonesia, Prabowo Subianto, menggarap lahan pertanian di Kabupaten Gunung Mas dan Kabupaten Pulang Pisau, Provinsi Kalimantan Tengah seluas 30 ribu hektar berupa Food Estate.
Perencanaan pengembangan komoditas singkong di daerah tersebut dilakukan dengan menyiapkan lahan seluas 30 ribu hektare di Kabuapten Gunung Mas dan Kabupaten Pulang Pisau.
Saat ini, olah-lahan sudah mencapai 634 hektare, dan 32 hektare di antaranya telah ditanami singkong.
Komoditi singkong dipilih untuk mendukung program cadangan pangan strategis nasional, karena singkong bisa menghasilkan sekian banyak turunan seperti mie, tapioka dan mocaf.
Menanggapi hal itu, Ahmad Murjani dari Banjarmasin, Provinsi Kalimantan Selatan, mengharapkan ada format yang jelas, sesuai regulasi yang ada di dalam memperjuangkan kepentingan masyarakat Dayak, sehubungan pemindahan Ibu Kota ke Provinsi Kalimantan Timur.
Menyangkut pencabutan izin perusahaan tambang, perkebunan dan hutan tanaman industry dari Presiden Indonesia, Joko Widodo, Kamis, 6 Januari 2022, karena lahannya ditelantarkan pemilik izin, Tobias Ranggie dari Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat, mengharapkan segera diinventarisasi ulang oleh kalangan Suku Dayak, agar lahan tersebut segera dikembalikan kepada masyarakat Dayak setempat. (Aju)