Oleh : Lilik Dian Ekasari*
HAMPIR dua bulanan ini Bidan PTT yang telah mendirikan Forum Bidan PTT di Kota/Kabupaten di berbagai daerah, terang saja makin kekurangan tidur nyenyaknya. Pasalnya, tak terpikirkan sebelumnya, bidan desa bertemu Bupati/Walikota dapat duduk satu meja.
Jauh sebelumnya, paling banter bidan desa siap-siap hiasi posyandu, merangkai barisan ibu-ibu gendong balita, dan menaruh setumpuk peralatan kesehatan seadanya, dan paling tinggi ikut memberikan informasi seputaran gizi anak, AKI AKB, pemberian vitamin A, itupun kalau Kepala Dinasnya ditanya Bupati, dan Kepala Puskesmas buru-buru sambil terbungkuk ikut nimbrung, dan pada gilirannya si bidan desa disuruh sedikit presentasi keadaan desa binaannya. Saat-saat kunjungan si Bupati atau Walikota, turun blusukan.
Pejabat daerah dan petugas lapangan pelaksana kesehatan di daerahnya, cukup berjarak. Begitulah cermin dan suasana lebih dari tiga puluh tahun kondisi ini terjadi dan terus berulang. Tak lebih!
Problem utama kekiniannya adalah, soal status kerja. Sembilan tahun lebih jadi bidan desa, menggerek bandul timbangan bayi tiap pagi, sembari sibuk mengawasi catatan para kader posyandu, bidan desa baru terpikir, ancaman ketidakpastian kerja hantui masyarakat, desa, dan dapur tak lagi kemebul..
Begitu nasib si bidan desa, berlabel PTT. Pegawai Tidak Tetap yang belakangan bebas diplesetkan jadi Pegawai Tidak Tahu (apa-apa), maklum medan kerja di daerah sangat terpencil, bikin informasi makin mengecil didapat. Di musim transfer gaji, PTT bisa berganti jadi Penggajian Tidak Tentu. Terkadang tanggal 5, 6, 7, 8, 9, 10 dan ada saja yang sudah sembilan bulan baru terima rapelan gaji. Berkat Forum Bidan PTT di Kabupaten OKU, SumSel, gaji bulanan yang tertunda, akhirnya terurus dan mendarat di rekening si bidan desa dengan selamat.
Rujuk pasien persalinan, bikin senam jantung bidan desa tak terasa. Berlomba dengan hitungan menit, pra dan post partus merupakan domain kental si bidan desa. Detik-detik pertolongan persalinan jadi momen yang kerap ditunggui, bahkan rombongan pasien nyaris sedesa. Tangan bidan desa, berubah jadi tangan Tuhan, selamatkan ibu melahirkan dan si bayi kemerah-merahan hirup udara di dunia.
Kepastian Kerja
Pegawai Tidak Tetap jadi isu hangat di era ketenagakerjaan sepuluh tahun belakangan ini. Lulus sekolah beradu nasib jadi honorer, PTT, bahkan ada saja yang berstatus jadi sukarelawan. Tahun 2005, sekitar 60 ribu bidan desa berstatus PTT diangkat jadi PNS Pusat (tanpa seleksi).
Tapi setelah tahun itu, sampai tulisan ini di depan sidang pembaca, surat Menteri Kesehatan RI tertanggal 5 Januari 2015 baru diketahui menjadi usulan dan rekomendasi ke Kementrian PAN & RB. Perihal isi suratnya tentang “Pengangkatan Langsung dokter, dokter gigi, dan Bidan PTT Menjadi CPNS pada Pemerintah Daerah”. Bidan PTT keseringan dibuai janji. MenKes Nafsiah Mboik misalnya, janji manisnya terasa pahit di dalam kenyataan.
Tak ada yang keliru, jika bidan desa dari pelosok terpencil mesti datangi kantor Kementrian PAN & RB. Bahkan di sepanjang perjalanan, ada yang naik pesawat terbang, kereta api, bus, dan kendaraan pribadi lainnya, mengambil inisiatif untuk berfoto bersama pramugrai, pilot, dan siapapun yang ditemui untuk turut mengampanyekan issue utama “Selamatkan Ibu Melahirkan, Selamatkan Bidan PTT”.
Berjuang dengan penuh gembira. Berjuang meski rintangan menghadang, bidan desa yang tergabung di dalam Forum Bidan PTT Indonesia, tak kenal kamus mundur. Sebabnya, tak ada yang sia-sia dalam perjuangan ini. Yang sia-sia adalah yang undur diri dan meninggalkan perjuangan ini.
Tancap gas sambangi kantor Pemerintahan Daerah, susuri terobos hambatan birokrasi, dan lebih dari satu institusi. Sepertinya bagaikan menggerakan persendian roda nasib yang harus dipaksa berputar. Mangkraknya perubahan status dan kepastian kerja dari PTT jadi PNS mulai didorong ke arah perbaikan nasib dan kesejahteraan.
Ditolak salah satu institusi, dipimpong kejar data dan tandatangan, keringat bercucur, kantong jebol, perasaan tercabik, dan otot mengencang, tak menyurutkan langkah mengejar Surat Rekomendasi Kepala Daerah di daerah bidan desa berdinas aktif selama ini.
Tak disangka, sejumlah Kepala Daerah keluarkan Surat Rekomendasi untuk usulan dan kebutuhan proyeksi CPNS para bidan desa yang selama ini bernasib PTT. Forum Bidan PTT Indonesia hadirkan suasana haru, dan kebanggaan tersendiri. Berfoto bersama Kepala Daerah genggam Surat Rekomendasi.
Antarkan Surat Rekomendasi Kepala Daerah ke Jakarta, dari pintu ke pintu. Tiba di Kementrian PAN & RB, sejumlah media massa hampiri Forum Bidan PTT Indonesia. Penulis tegaskan dihari itu, Senin, 2 Februari 2015, kedatangan sejumlah bidan desa dari sejumlah Forum Bidan PTT Provinsi dan Kota/Kabupaten, bukanlah untuk bertemu Pak Menteri. Tapi tepatnya, buktikan Surat dari Pak Menteri. Peraturan Menteri PAN & RB untuk merealisasi pengangkatan langsung bidan PTT jadi PNS. Awal Maret 2015, jadi batasan dikeluarkannya Surat Keputusan Menteri PAN & RB, melalui Peraturan Menteri.
Badan Kepegawaian Nasional dan Kementrian PAN & RB, ternyata menyampaikan suatu pernyataan konkrit diperlukannya Surat Rekomendasi Kepala Daerah, agar mereka di pusat dapat mengetahui usulan dan kebutuhan bidan Desa untuk diangkat jadi PNS. Di sinilah PR Forum Bidan PTT Indonesia untuk mendapatkan Surat Rekomendasi Kepala Daerah masing-masing untuk menyingkronisasikan kebijakan nasional, yang kita desak, agar terjadi proses rekruitmen yang berprinsip pemerataan, keterbukaan, dan akuntabilitas yang jelas dan terukur. Sekali lagi jadikan bidan desa PTT Pusat sebagai PNS melalui rekruitmen formasi khusus tanpa syarat.
Seperti Surat Ibu Menteri Kesehatan, pengangkatan langsung, dan tentu saja, dibarengi dengan data yang sudah difinalisasi oleh Forum Bidan PTT Provinsi dan Kabupaten/Kota, melalui perjuangan yang terus kita gelorakan, bermodal semangat, dan tak henti-hentinya bergerak mengawal proses rekruitmen bidan desa PTT Pusat di tahun ini. Tahun 2015, tahun PNS kita!
*Penulis adalah Ketua Umum Forum Bidan PTT Indonesia