JAKARTA- Nilai projek kereta api cepat Jakarta Bandung adalah USD 5 Milyar, jika ditaksir berarti untuk 1 KM pembangunan infrastruktur high speed line 150 Km adalah sebesar USD 33,3 juta/KM. Anggaran tersebut sangat tidak masuk akal karena ketika China Railway Group membangun proyek Kereta Cepat jalur Haikou-Sanya di China, sepanjang 308 Km, per kilo meter hanya 10 juta USD , padahal jalur Haikou-Sanya di China itu secara geological jauh lebih sulit dibandingkan Jakarta Bandung. Hal ini disampaikan oleh Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Arief Poyuono kepada Bergelora.com di Jakarta, Jumat (29/1).
“Karena itu projek Kereta Api Cepat ini harus dibatalkan karena lebih merugikan Indonesia, apalagi terkesan terburu buru sepertinya banyak oknum-oknum yang hanya ingin memburu uang cepat dalam bentuk rente pembangunan proyek tersebut,” ujarnya.
Ia menjelaskan, Projek Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang telah di groundbreaking oleh Presiden Jokowi adalah merupakan bentuk kerjasama public-private partnerships (PPPs) atau private finance initiatives (PFIs) antara China Railway International Group dan 5 perusahaan BUMN yaitu PTPN 8, PT KAI, PT Jasa Marga dan PT INKA serta PT Wika.
Apalagi menurutnya lahan yang digunakan sebagai jalur dalam proyek Kereta Cepat lebih banyak mengunakan lahan PTPN 8 yang sebenar tidak perlu mengeluarkan biaya untuk membebaskan lahan karena lahan PTPN 8 sudah dijadikan Penyertaan Modal dalam proyek Kereta Cepat Jakarta – Bandung tersebut.
“Fakta tersebut memperkuat adanya dugaan mark-up dalam proyek kereta cepat tersebut,” ujarnya.
Menurut Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu ini juga, dugaan mark-up anggaran projek Kereta Cepat Jakarta Bandung tersebut jumlahnya tidak tanggung tanggung yaitu sebesar 3,5 Milyar USD jika mengunakan acuan biaya proyek Kereta Cepat Haikuo – Sanya di China yang hanya butuh 10 juta USD per kilometernya.
Selain itu katanya sangat tidak mungkin walau pembiayaan proyek tersebut dengan cara private finance initiative atau tidak mengunakan APBN. Dari data yang ada pembangunan Kereta Cepat yang bekerja sama dengan China Railway International Group (CRIG ) pasti akan meminta jaminan dari pemerintah Indonesia dalam bentuk Sovereign Guarantee dari pemerintah Indonesia.
“Biasanya Sovereign Guarantee itu dalam bentuk tanggungan pemerintah dalam hal pengoperasian Kereta Api Cepat jika pendapatannya tidak dapat memenuhi biaya operasionalnya nanti, serta biaya untuk perawatan infrastruktur Kereta Cepat jika pengoperasian masih terus merugi,” ujarnya.
Jika ternyata pemerintah tidak bisa menanggung biaya operasionalnya, maka menurutnya sudah dipastikan kepemilikan saham dari BUMN yang ikut dalam konsorsium proyek Kereta Cepat akan berkurang jumlahnya karena diambilalih oleh CRIG. Dan akhirnya pengoperasian Kereta Cepat dan infrastruktur Kereta Cepat menjadi 100 persen dimiliki oleh CRIG.
“Bagi CRIG, walaupun sebenarnya proyek ini merugi, namun tidak membuat mereka perusahaannya merugi, karena dari awal dimulainya Ground Breaking saja Saham CRIG di Bursa Saham China sudah naik 3,” jelasnya.
Selain dari dugaan adanya mark-up, proyek Kereta Api Cepat itu juga menurutnya sarat Pelanggaran terhadap UU Perkereta Apian dan melanggar Peraturan tentang Rencana Induk Perkereta Apian Nasional serta proyek Kereta Cepat Jakarta – Bandung lahannya yang tidak ada peruntukan dalam Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Barat dan DKI Jakarta serta.
“Proyek tersebut juga melanggar Pergub Jawa Barat tentang Rencana Induk Kereta Api Jawa Barat,” katanya. (Web Warouw)