Selasa, 18 Februari 2025

DPD, Memperjuangkan Kewenangan Yang Setengah Hati

JAKARTA- Dewan Perwakilan Daerah (DPD) menginjak usia ke 11 tahun pada 1 Oktober 2015. Namun, harus diakui walau sudah lebih satu dekade berdiri kiprahnya belum begitu dikenal publik. Kewenangan ‘setengah hati’ yang diberikan konstitusi membuat DPD sulit dan harus berjuang ekstra keras memperjuangkan aspirasi masyarakat daerah di tingkat nasional agar bisa menjadi sebuah kebijakan.

 

 “Oleh konstitusi peran DPD ditepikan, padahal saat ini masyarakat terutama di daerah membutuhkan banyak saluran alternatif untuk menyampaikan aspirasinya yang sering mandek jika disampaikan ke pemerintah dan legislatif baik di Pusat maupun Daerah, dan peran ini sebenarnya ada di DPD. Oleh kerena itu sudah saatnya DPD dikuatkan,” ujar Wakil Ketua Komite III DPD Fahira Idris, kepada Bergelora.com, Minggu (4/10)

Fahira mengungkapkan,  hal-hal yang dikhawatirkan jika DPD dikuatkan seperti akan mengubah konsepsi bentuk kenegaraan, dari kesatuan menjadi bentuk federalistik dan ketakutan akan sering terjadi jalan buntu atau deadlock dalam setiap pembahasan RUU dan tugas parlemen lainnya karena kedudukan DPD setara dengan DPR, sangat tidak beralasan dan berlebihan.

 “Jangan referensinya ke Amerika atau Jerman. Coba lihat Perancis, Italia, atau Inggris yang mempraktikkan sistem bikameral kuat, tetapi bentuk negaranya tetap kesatuan dan hampir tidak pernah terjadi gesekan bahkan deadlock. Ini karena masing-masing menjalankan fungsi dan wewenangnya dengan mengedepankan checks and balances antarkelembagaan,” jelas Senator Asal Jakarta ini.

Fahira meyakini, jika DPD dikuatkan maka parlemen juga akan semakin kuat dan solid dalam mengakselerasi keluhan-keluhan masyakarat. Idealnya DPD difungsikan sebagai check and balances DPR.

“Coba lihat saja, DPR tidak pernah berhasil menyelesaikan setiap RUU menjadi UU yang sudah mereka susun di Prolegnas. Belum lagi kalau kita mau kaji, sudah berapa banyak UU produk DPR yang di-judical review ke MK. Ini artinya, DPR perlu check and balances, dan fungsi itu ada di DPD,” jelas Fahira.

Walau sesuai Keputusan MK, saat ini DPD diberi kewenangan mengajukan dan membahas RUU, tetapi belum mencerminkan DPD mempunyai fungsi legislasi yang utuh. Karena selain terbatas kepada RUU yang hanya terkait daerah saja, DPD tidak punya hak menolak atau menyetujui sebuah RUU menjadi UU.

“Fungsi legislasi harus dilihat secara utuh yaitu dimulai dari proses pengajuan sampai menyetujui sebuah RUU menjadi undang-undang, dan DPD tidak punya itu. Maaf saja, bagi saya, amandemen UUD 1945 selama ini sangat bias kepentingan DPR. Padahal, salah satu semangat amandemen konstitusi adalah untuk mengakomodasi kepentingan daerah dalam menciptakan keadilan distribusi kekuasaan. Salah satu implementasinya itu, penguatan DPD agar maksimal mengartikulasi politik daerah pada setiap proses pembuatan keputusan di tingkat nasional,” ujarnya.

Selain itu, tambah Fahira, anggota DPD punya kedekatan emosional dengan konstituennya. Menurutnya, memperoleh kursi di DPD lebih sulit karena setiap Anggota DPD harus sudah punya basis massa yang kuat dan mengakar di masyarakat provinsi yang mereka wakili yang dibuktikan dengan ‘restu’ langsung dari rakyat lewat  KTP dan tanda tangan dukungan jika mau mencalonkan diri. Semakin besar penduduk provinsi yang diwakili, semakin banyak dukungan yang harus dipenuhi.  Berbeda dengan anggota DPR yang hanya perlu dapat restu partai untuk dapat maju dalam pemilu.

Oleh karena itu, lanjut Fahira, DPD akan terus mendorong dilakukan amandemen kelima UUD 1945, bukan hanya untuk penguatan DPD tetapi untuk kepentingan bangsa yang lebih besar.

“Prioritasnya (amandemen) bukan hanya untuk penguatan DPD, tetapi juga penguatan sistem presidensial, dan penguatan sistem otonomi daerah,” tukasnya.

Sebagai sebuah lembaga yang dilahirkan oleh reformasi, DPD RI akan selalu berjuang untuk membangun bangsa dan negara melalui pembangunan yang merata di seluruh daerah. Pembangunan daerah yang merata menjadi tujuan dari DPD RI melalui perwujudan aspirasi daerah dan seluruh rakyat , dalam mewujudkan cita-cita Proklamasi yakni menjaga keutuhan NKRI melalui perwujudan masyarakat dan bangsa yang makmur, adil, dan sejahtera.

Pembangunan Tidak Merata

Perayaan ulang tahunnya 1 Oktober 2015 lalu di Senayan Jakarta dihadiri oleh Wakil Ketua DPD RI, Farouk Muhammad dan Anggota-Anggota DPD RI, Ketua DPD RI, Irman Gusman mengatakan bahwa DPD RI lahir pada saat sebagian besar daerah bergejolak dikarenakan pembangunan yang tidak merata, dan hanya terpusat di satu daerah saja.

“Pembangunan hanya terjadi di pusat, pembangunan di daerah cukup tertinggal dan tidak merata. Daerah hanya menjadi subordinat dari pusat, sehingga menjadi kurang terperhatikan dalam pembangunannya,” ujar Irman.

Masih menurut Irman yang juga Anggota DPD RI dari Sumatera Barat ini, DPD RI lahir dan berkembang dengan melihat pembangunan dari sudut pandang yang berbeda dari pemerintah. DPD RI menjadi sebuah lembaga yang berorientasi pada pembangunan di daerah untuk tetap menjaga keutuhan NKRI. DPD RI menempatkan daerah pada tingkatan yang sama dengan nasional atau negara, sehingga pembangunan tidak hanya secara nasional, tetapi juga lebih diprioritaskan pada pembangunan di daerah yang merata.

“Kami ingin kesenjangan pembangunan itu tidak boleh hadir di indonesia. DPD RI kedepannya harus selalu berupaya untuk membangun bangsa, dan insyaallah akan dirasakan oleh rakyat kita kedepannya”, tegasnya.

Dalam perjalanannya di tahun ke-11 ini, DPD RI telah menghasilkan berbagai keputusan dan RUU yang mendasarkan pada kesejahteraan bangsa Indonesia. DPD RI telah menghasilkan 518 buah keputusan yang terdiri dari 57 buah usul Rancangan Undang-Undang (RUU), 237 buah pandangan dan pendapat, 18 buah pertimbangan, 58 buah pertimbangan terkait anggaran, 148 buah hasil pengawasan, dan 6 buah usulan Prolegnas.

Khusus di bidang legislasi, dari seluruh RUU yang diusulkan DPD dalam sebelas tahun ini, sebanyak 25 RUU telah disahkan menjadi Undang-Undang oleh DPR dan Pemerintah. Salah satunya, RUU tentang Kelautan yang telah disahkan menjadi UU Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan, patut dicatat sebagai RUU inisiatif pertama yang murni berasal dari DPD dan dibahas secara tripartit bersama DPR dan Pemerintah sesuai Putusan Mahkamah Konstitusi tanggal 27 Maret 2013 yang telah mengembalikan dan memulihkan hak-hak konstitusional DPD di bidang legislasi dan Prolegnas sesuai dengan UUD 1945.

Meningkatnya kinerja DPD di bidang legislasi dan Prolegnas tersebut dapat dibuktikan dengan makin meningkatkan jumlah RUU yang yang dihasilkan oleh PPUU maupun Komite yang ada di DPD RI. Dari 160 RUU yang masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2015-2019, sebanyak 52 RUU atau 32 persen subsatansi dan meterinya sesuai dengan usul DPD RI. Sementara, khusus dari 37 RUU yang masuk Prolegnas 2015, sebanyak 12 RUU atau 32,5 persen substansi dan materinya sesuai dengan usul DPD RI. Bahkan, dua di antara RUU yang masuk Prolegnas Prioritas tahun 2015,  yaitu RUU Wawasan Nusantara dan RUU Tentang Perkoperasian, sepenuhnya merupakan RUU inisiatif DPD.

Sebagai sebuah lembaga legislatif yang terdiri dari perwakilan-perwakilan daerah di seluruh Indonesia, DPD RI akan selalu bertekad memperjuangkan pembangunan daerah dan menciptakan kesejahteraan seluruh bangsa Indonesia. Anggota DPD RI selalu mengawal mengenai seluruh perkembangan yang terjadi di daerahnya. Bersama komite-komite dan alat kelengkapan, DPD RI akan selalu membahas mengenai permasalahan perkembangan pembangunan di Indonesia. (Web Warouw)

Artikel Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,110PelangganBerlangganan

Terbaru