JAKARTA- Komite I DPD RI merencanakan akan mengevaluasi dan merevisi Undang-Undang tentang Wilayah Negara yaitu UU No.43 Tahun.2008, karena Undang-Undang tersebut kurang mangakomodir wilayah perbatasan yang mempunyai kompleksitas tumpang tindih dalam hal kewenangan.
Ahmad Muqowam Ketua Komite I DPD RI dan para anggota menggelar rapat dengar pendapat bersama Budiono Subambang Direktorat Kawasan Perkotaan dan Batas Negara Kemendagri, Kemenlu diwakili Ferry Adam Dirjen Hukum dan Perjanjian Internasional, dan RM Harahap Ditwilham mewakili Kemhan membahas pelaksanaan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara di Ruang Rapat Komite I DPD RI, Senayan Jakarta. Selasa (26/1).
Menurut Ahmad Muqowam, wilayah perbatasan negara menyangkut ranah Kementerian Luar Negeri, Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Pertahanan. Undang-Undang Wilayah Negara No.43 Tahun 2008 menyebutkan bahwa Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) yang mempunyai wewenang dalam mengelola perbatasan.
“Sedangkan dia berada di bawah Kemendagri yang juga merangkap menjadi ketua BNPP fungsinya harus jelas. Di sana ada wewenang hubungan Internasional antar negara di bawah Kemenlu juga menyangkut kedaulatan yang juga membutuhkan pertahanan keamanan dibawah Kemenhan, jadi BNPP fungsinya harus bagaimana?” kata Ahmad Muqowam.
Komite I ingin BNPP mempunyai kewenangan yang lebih kuat dengan menjadi koordinator bagi Kementerian terkait dalam mengurusi masalah yang meyangkut perbatasan. Kondisi hampir di semua wilayah perbatasan Indonesia memprihatinkan dan tidak diperhatikan terutama kesejahteraan dan ekonomi masyarakat.
”Pemerintah harus mempunyai desain dan anggaran yang jelas dalam mengatur hal tersebut karena BNPP mempunyai tugas yang sangat penting di sana,” tutur Muqowam.
Dalam RDP ini RM Harahap dari Kemhan mengusulkan kepada DPD RI untuk nantinya jika akan merevisi Undang-Undang tersebut dapat memasukan lebih rinci mengenai ukuran batas wilayah sejauh mana berapa ukurannya, karena yang ada sekarang tidak terukur batas wilayah darat, laut, udara, dan di bawah permukaan tanah.
“Sebagai contoh Batam dan Singapura sangat berdekatan jika nantinya akan dibangun terowongan antara Singapura dan Batam di bawah untuk kepentingan tertentu bagaimana mengaturnya, dan jika ada satelit yang lewat di atas langit Indonesia bagaimana ketentuan dan ijinnya karena itu menyangkut keamanan Negara,” tegasnya.
Lain halnya dengan Kemendagri mengungkapkan adanya dualisme Undang-Undang dalam pengaturan batas wilaya yaitu UU Nomer 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara.
“Contoh jika kita membangun bangunan saja di kawasan perbatasan disitu ada kewenangan pemda dan pusat sehingga sering bertentangan mau di bangun dimana?” ujar Budiono.
Ia juga mengatakan bahwa Kemdagri dalam waktu dekat akan menerbitkan PP yang bisa mengakomodasi kepentingan-kepentingan di atas.
Dirjen Hukum dan Perjanjian Internasional Kemenlu, Ferry Adam mengatakan bahwa sebenarnya Undang-Undang tentang Pemda dan Undang-Undang tentang Kelautan bisa menjadi penyempurna dari Undang-Undang No. 43 Tahun 2008.
”Hanya perlu sedikit revisi saja tentang bagaimana melihat dari sudut pandang kelautan bukan dari sudut pandang daratan, karena batas wilayah seringkali lintas sektoral melewati beberapa wilayah provinsi, jadi perlu adanya koordinasi yang baik,” ucapnya.
Lingkup tugas Komite I sebagaimana dimaksud dilaksanakan dengan memperhatikan urusan daerah dan masyarakat, Pemerintah daerah, hubungan pusat dan daerah serta antar daerah,Pembentukan pemekaran dan penggabungan daerah, Pemukiman dan kependudukan, Pertanahan dan tata ruang, Politik, hukum, HAM dan ketertiban umum dan Permasalahan daerah di wilayah perbatasan negara. (Calvin G. Eben-Haezer)