JAKARTA – Indonesia kerap kali kalah dari negara-negara tetangga dalam menggaet investasi. Hal ini tercermin dari Incremental Capital Output Ratio (ICOR) Indonesia masih tinggi, di kisaran 6,5%, yang menunjukkan bahwa investasi di Indonesia masih kurang efisien.
Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, sejumlah pakar di DEN memberi masukan agar Indonesia bisa konsisten dalam membentuk regulasi. Hal ini dipercaya menjadi salah satu kunci untuk mendorong efisiensi investasi di Indonesia.
“Inconsistency regulasi jadi kita masih banyak, para pemimpin-pemimpin (pejabat) kita yang tidak konsisten. Hari ini bilang ini, besok bilang begitu. Itu nggak boleh. Saya ada laporan presiden, saya bilang Pak Presiden (Prabowo), ini yang harus diperhatikan,” kata Luhut, dalam acara Semangat Awal Tahun 2025 di Menara Global, Jakarta Selatan, Rabu (15/1/2025).
Bahkan ketidakkonsistenan Indonesia dalam membuat regulasi juga sempat dikritik oleh salah seorang menteri asal Singapura. Luhut bilang, menteri tersebut menyampaikan komplain.
“‘Bagaimana pergerakan? Sudah begini-begini kok ada suara begini’. Saya bilang, don’t worry. When we do our promise, we went to deliver our promise. Don’t worry about it. Jadi apa yang saya ingin sampaikan terhadap potensi yang saya gambarkan tadi, banyak sekali, yang bisa membuat Indonesia ini lebih bagus,” ujar Luhut.
Menurutnya dan sejumlah pakar DEN, apabila kebijakan Indonesia lebih konsisten, RI bisa menjadi salah satu tujuan investasi terbaik. Karena itulah, diusulkan untuk melanjutkan rencana realisasi Wealth Management Consulting (WMC) atau Family Office, hingga pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).
Untuk KEK ini, diusulkan untuk pembentukan KEK yang berfokus pada industri semi-konduktor. Luhut mengatakan, zona ekonomi khusus tersebut nantinya akan berada di Institut Teknologi Bandung (ITB).
“Nanti kita siapkan di ITB, kalau perlu kita bikin di ITB special economic zone khusus untuk tadi semikonduktor,” katanya.
Menurutnya, apabila tidak membuat langkah-langkah yang lebih agresif, Indonesia akan tertinggal dari negara-negara tetangga.
“Kalau tidak ada langkah-langkah yang agresif kita akan ketinggalan, nanti negara tetangga kita akan lebih maju kita nggak mau begitu,” ujar Luhut.
Luhut menilai, industri chip semikonduktor memiliki posisi yang strategis di masa depan. Bahkan, global board advisor DEN yakni investor andal asal Amerika Serikat (AS), Ray Dalio, menyebut kalau saat ini di dunia tidak hanya terjadi perang dengan senjata api, tetapi juga perang chip.
“Kita sekarang ini mulai ketinggalan ini. Dia ingatkan. Dia bilang hati-hati, Indonesia ini bisa ketinggalan. Dan kita bisa ketinggalan dengan Johor (Malaysia),” katanya.
Family Office
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan bakal mengusulkan kepada Presiden Prabowo Subianto agar family office segera dibentuk pada Februari 2025.
Terlebih, rencana yang pertama kali disampaikan saat Pemerintahan Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) ini disambut baik oleh Prabowo.
“Lanjut, harus lanjut, presiden setuju mengenai itu, tinggal kita tangani lagi,” ujarnya ditemui di Gedung IDN, Rabu (15/1).
Menurutnya, ia akan segera mengusulkan kepada Prabowo agar family office bisa segera dijalankan. Pasalnya, akan ada banyak manfaat yang akan didapatkan Indonesia.
“Kita mau cepat, kalau saya ketemu presiden, kalo saya boleh usul, bulan depan boleh kita jadikan, kita sudah lama studi,” jelasnya.
Luhut menekankan sudah banyak negara yang membuat family office demi meningkatkan investasi hingga stabilitas pasar keuangan di dalam negeri. Beberapa negara yang sudah menerapkan adalah Singapura, Abu Dhabi dan Hong Kong.
“Kita nggak mau kalah dari negara tetangga kita, alur berpikir kita harus dibalik, jangan ngitung untung saya aja, untungmu juga harus dipikir, investor ya,” terangnya.
Luhut melihat selama ini Indonesia melakukan kebijakan hanya untuk menguntungkan diri sendiri. Padahal, perlu juga dipikirkan keuntungan yang diterima oleh investor agar mau masuk ke dalam negeri.
Seperti negara tetangga, Malaysia memberikan insentif yang lebih menarik dibandingkan negara lain sehingga banyak investor yang tertarik masuk.
“Mereka kasih insentif yang sangat kompetitif, kita harus (kasi insentif menarik juga), kalau nggak, kita kalah,” pungkas Luhut. (Web Warouw)