JAKARTA- Kelangkaan BBM bersubsidi disetiap kota di Indonesia bukan kesalahan dari Pertamina dalam melakukan distribusi BBM bersubsidi .Kelangkaan BBM bersubsidi saat ini adalah karena mulai dilakukan pembatasan kuota distribusi BBM bersubsidi yang dilakukan oleh BPH Migas yang disetujui oleh DPR. Gerakan buruh saat ini sedang bersiap menolak kenaikan harga BBM. Hal ini disampaikan oleh Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu, FX. Arief Poyuono kepada Bergelora.com di Jakarta, Rabu (28/8).
“Ini akibat dari membengkaknya subsidi BBM yang telah ditetapkan dalam APBN dari Rp 194.9 trilyun membengkak menjadi hampir Rp 300 trilyun hingga akhir Agustus 2014. Sehingga langkah yang diambil adalah dengan cara membatasi kuotanya,” ujarnya.
Akibat kelangkaan BBM menurutnya terjadi peningkatan cost transportasi akibat antrian di stasiun pengisian bahan bakar hingga 150 persen normalcost dan berimbas pada kenaikan harga barang dan jasa.
“Yang mempunyai akibat buruk pada daya beli buruh dan pasti akan membebani ekonomi keluarga buruh yang hidup pas-pasan menjadi semakin terpuruk.
Menurutnya juga pernyataan Jusuf Kalla yang meminta pemerintah Soesilo Bambang Yudhoyono untuk menaikan harga BBM makin membuktikan bahwa pemerintah Jokowi-JK mendatang bukan pemerintah yang mau menyelesaikan persoalan ekonomi dalam negeri dan kesejahteraan rakyat tanpa menghilangkan subsidi BBM.
“Belum berkuasa sudah mau ngatur untuk kepentingan bisnis pribadinya. Apalagi kalau sudah berkuasa,” ujarnya.
Ini juga menurutnya membuktikan bahwa Jokowi-JK tidak punya blue print ekonomi kerakyatan yang berorientasi pada kepentingan pembangunan kesejahteraan rakyat, khususnya kaum buruh.
“Malah mungkin akan makin menyengsarakan rakyat dan menambah jumlah orang miskin di Indonesia. Belum berkuasa sudah mengkhianati rakyat yang memilihnya,” tegasnya.
Untuk itu, gerakan buruh Indonesia baru saja melakukan konsolidasi nasional untuk menolak kenaikan harga BBM bersubsidi secara nasional.
“Apapun alasannya, tidak masuk akan buat buruh menaikkan harga BBM. Apalagi dilakukan oleh pemerintahan yang katanya populis dan pro rakyat,” ujarnya.
Masih Cukup
Pertamina dalam siaran persnya, Minggu (24/8) menjelaskan, persediaan Pertamina masih cukup untuk memenuhi kebutuhan hingga akhir tahun. Karena itu, dia menegaskan, ketidaktersediaan BBM bersubsidi saat ini bukan suatu kelangkaan.
“Adapun Stok BBM yang ada di Pertamina berada pada level di atas 18 hari kebutuhan nasional,” Vice President Corporate Communication Pertamina, Ali Mundakir.
Saat ini, kata dia, Pertamina mulai mengatur kuota BBM bersubsidi untuk memastikan agar kuota Solar dan Premium cukup hingga akhir tahun sesuai dengan amanat UU No.12 Tahun 2014 tentang APBN 2014.
Kuota yang ditetapkan dalam APBN-P sebesar 46 juta kilo liter, berkurang dari yang ditetapkan dalam APBN 2015 sebesar 48 juta kilo liter.
Lebih lanjut Ali mengatakan, APBN-P 2014 tegas mengamanatkan kuota BBM bersubsidi tidak boleh melampaui batas yang telah ditetapkan. Dengan kondisi tersebut maka hanya ada dua pilihan yang bisa dilakukan Pertamina.
Pertama yaitu menyalurkan BBM bersubsidi secara normal dengan konsekuensi kuota BBM bersubsidi habis sebelum akhir tahun, yaitu pertengahan November untuk Solar dan pertengahan Desember untuk Premium.
Sementara pilihan kedua, adalah mengatur volume penyaluran setiap harinya sehingga kuota BBM bersubsidi bisa cukup hingga akhir tahun.
Secara teknis, Pertamina memutuskan untuk mengambil opsi pengaturan BBM bersubsidi secara prorata sesuai alokasi volume BBM bersubsidi untuk masing-masing SPBU dan lembaga penyalur lainnya yang telah dilakukan terhitung sejak 18 Agustus 2014.
Namun, Pertamina menurutnya tetap menjamin ketersediaan BBM non subsidi. Sehingga kebutuhan masyarakat akan BBM tetap dapat terpenuhi. Untuk tetap menjamin ketersediaan BBM di masyarakat, Pertamina menyediakan BBM non subsidi yang meliputi Pertamax, Pertamax Plus, Pertamina Dex, dan Solar non subsidi. (Tiara Hidup)