JAKARTA- Demonstrasi atau aksi massa merupakan bagian dari demokrasi yang sekarang sedang dikembangkan di Indonesia yang menjadi hak setiap warga negara dalam memperjuangkan haknya. Namun kekerasan, provokasi dan hasutan dalam demonstrasi yang menyebabkan anarkisme merupakan kejahatan yang harus dihukum. Negara tidak boleh tunduk pada tekanan anarkisme seperti yang terjadi pada Aksi 4 November. Demikian Ketua SETARA Institute, Hendardi kepada Bergelora.com di Jakarta, Minggu (5/11).
“Demokrasi memberikan tempat mewah pada setiap warga untuk menyampaikan aspirasinya. Tetapi demokrasi juga mempunyai rule yang jelas untuk menindak setiap orang yang melakukan aksi-aksi kekerasan, provokasi, penghasutan, dan penyebaran kebencian (hate speech) yang memanifes menjadi kejahatan kebencian (hate crime) dalam bentuk anarkisme,” ujarnya.
Demonstrasi yang berlangsung Jumat, 4 November 2016 menurut Hendardi, amat terang benderang mempertunjukkan secara terang benderang bagaimana aktor-aktor kunci memprovokasi, menghasut, dan menebar kebencian sehingga massa melakukan sejumlah tindak kekerasan.
“Menyikapi aksi 4/11 (4 November-red), sebagai negara hukum, aktor lapangan dan aktor di balik layar mutlak diproses secara hukum. Polri harus menyelidiki dan menyidik termasuk melakukan penangkapan para aktor-aktor tersebut,” tegasnya.
Menurut Hendardi, sikap tegas Presiden Jokowi tidak cukup hanya dengan menyesalkan anarkisme massa dan menunjuk adanya aktor politik yang bekerja.
“Jokowi melalui jajaran penegak hukum harus meminta pertanggungjawaban hukum atas kerusuhan dan pengrusakan yang terjadi di Jakarta,” ujarnya.
Ia menjelaskan, dengan keyakinan Jokowi tentang adanya aktor politik penunggang aksi, maka Jokowi dan khususnya Polri tidak boleh tunduk pada tekanan massa dalam penegakan hukum atas dugaan penistaan agama.
“Silahkan diproses tetapi tidak dalam konteks memenuhi kehendak massa yang memiliki agenda terselubung, tetapi murni menegakkan hukum, termasuk dan terutama tidak memaksakan mentersangkakan Basuki Tjahaya Purnama, jika secara obyektif tidak ada unsur pidana,” katanya.
Ketundukkan penegak hukum pada tekanan massa untuk menggunakan pasal penodaan agama, bukan hanya soal Basuki, tetapi membahayakan demokrasi dan rule of law di Indonesia.
“Jika tekanan massa anarki itu dipenuhi, maka dipastikan akan menimbulkan preseden serius dan membahayakan iklim penegakan hukum, marwah penegak hukum, dan bahkan marwah seorang presiden,” tegasnya. (Web Warouw)