JAKARTA – Pemerintah Pusat melalui Kantor Staf Kepresidenan (KSP) akhirnya memutuskan untuk melakukan penilaian ulang untuk menyelesaikan masalah pengadaan lahan/tanah untuk pembangunan pelabuhan kilang Liquefied Natural Gas (LNG) Blok Masela di Pulau Nustual, Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Provinsi Maluku.
Keputusan ini telah disepakti bersama sejumlah pihak dalam rapat yang dipimpin langsung Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko dan melibatkan Jamdatun, BPKP, KESDM dan SKK Migas di gedung Bina Graha Jakarta, Selasa (10/10/2023).
Deputi I Kepala Staf Kepresidenan, Febry Calvin Tetelepta (FCT) yang mendampingi Kepala KSP Moeldoko dalam memimpin itu mengungkapkan, penolakan masyarakat Tanimbar terhadap putusan Mahkamah Agung (MA) terkait ganti rugi lahan sebesar Rp14.000 per meter, telah dibahas bersama.
“Semua pihak telah sepakat untuk dilakukan penilaian ulang untuk menyelesaikan permasalahan ini,” kata Febry dalam keterangan persnya kepada media ini, Selasa malam (10/10/20230).
FCT menjelaskan, Kepala KSP Moeldoko dalam memimpin Rapat Penyelesaian Permasalahan Tanah Pulau Nustual, lapangan abadi, wilayah kerja Masela telah membicarakan keluhan yang disampaikan masyarakat Tanimbar ini.
“Hasil review BPKP, ada komponen yang belum dihitung oleh KJPP, terutama terkait kegiatan ekonomi masyarakat. Hal ini perlu dipertimbangkan untuk diperhitungkan sebagai tambahan kompensasi,” ungkap FCT mengutip pernyataan Moeldoko dalam rapat itu.
Selain itu, Moeldoko juga menekankan agar semua pihak dapat melihat urgensi keberlanjutan proyek ini jangan sampai masalah pengadaan lahan untuk pembangunan Kilang LNG Blok Masela justru mengganggu keberlanjutan proyek.
“Ini harus dicarikan alternatif penyelesaian, jangan kaku,” tegas Moeldoko.
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, dalam rapat tersebut, Febry Calvin Tetelepta (FCT) dengan tegas mengatakan bahwa proyek pembangunan kilang LNG di Masela harus tetap jalan. Namun tidak boleh meninggalkan berbagai persoalan yang bisa menganggu stabilitas atau dampak sosial yang dapat ditimbulkan di masyarakat.
“Jangan sampai terjadi konflik sosial yang berdampak buruk bagi pemangku kepentingan yang mempunyai itikad baik untuk mendukung proyek ini” tutur Febry.
Febry juga menyampaikan bahwa permasalahan ini harus segera diselesaikan, agar pemanfaatan proyek ini dapat berjalan sesuai target dengan tetap memperhatikan kepentingan masyarakat terdampak secara adil dan layak.
FCT menegaskan forum telah bersepakat untuk melakukan penilaian ulang terhadap komponen-komponen yang belum masuk dalam penilaian KJPP berdasarkan hasil reviu BPKP.
Turut hadir dalam rapat Wakil Kepala SKK Migas, Nanang Abdul Manaf yang menyampaikan secara detail progres pembangunan Blok Masela dan rencana pembangunan pabrik pupuk yang nantinya akan memanfaatkan gas dari Blok Masela.
Sebagai informasi, Proyek Kilang Gas Alam Cair (LNG) Masela di Maluku merupakan salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN). PSN senilai US$ 19,8 miliar atau sekitar Rp 285 triliun itu, ditargetkan akan berproduksi pada 2027.
Proyek ini, diperkirakan bisa memproduksi 1.600 juta standar kubik per hari (MMSCFD) gas atau setara 9,5 juta ton LNG per tahun (mtpa), gas pipa 150 MMSCFD, dan 35.000 barel minyak per hari (Web Warouw)