JAKARTA – Kementerian ESDM mengatur penggunaan air tanah dengan tujuan untuk mencegah penurunan tanah. Pengaturan penggunaan air tanah ini berdasarkan Keputusan Menteri ESDM Nomor 291.K/GL.01/MEM.G/2023 tentang Standar Penyelenggaraan Persetujuan Penggunaan Air Tanah.
“Dengan pengendalian penggunaannya, air tanah ini masih memiliki fungsi untuk menjaga lingkungan seperti mencegah terjadinya penurunan tanah atau amblesan tanah dan intrusi air laut,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM Muhammad Wafid dikutip dari laman Kementerian ESDM, Minggu (12/11/2023).
Wafid mengatakan, upaya pengendalian air tanah harus dilakukan, sehingga memungkinkan terjadinya proses pemulihan muka air tanah dan pelandaian laju penurunan muka tanah.
“Kedua hal tersebut merupakan indikasi keberhasilan pengelolaan air tanah,” ujar Wafid.
Ia menyebut, pemantauan air tanah dan penurunan air tanah pada Cekungan Air Tanah Jakarta selah dilakukan sejak tahun 2014 melalui pendirian Balai Konservasi Air Tanah (BKAT) yang merupakan UPT di bawah Pusat Air Tanah dan Geologi Tata Lingkungan, Badan Geologi, Kementerian ESDM.
Pemantauan air tanah dilakukan pada 220 lokasi tiap tahun baik pada sumur pantau, sumur produksi, maupun sumur gali, berupa kegiatan pengukuran muka air tanah dan analisis sifat fisika-kimia air tanah. Salah satu tujuan kegiatan pemantauan air tanah adalah untuk evaluasi pengendalian pengambilan air tanah sebagai bagian dalam pemberian izin pengusahaan air tanah yang dituangkan dalam bentuk Peta Zona Konservasi Air Tanah.
Wafid menuturkan, pengukuran selama periode tahun 2015-2022 di wilayah Cekungan Air Tanah Jakarta tersebut menunjukkan laju penurunan tanah antara 0,04 hingga 6,30 cm per tahun. Hal ini menunjukkan adanya pelandaian penurunan tanah dibandingkan tahun 1997 hingga 2005 dimana laju penurunan tanah antara 1-10 cm per tahun hingga 15-20 cm per tahun.
“Pelandaian penurunan muka tanah juga teramati pada sumur pantau manual di lokasi kantor Balai Konservasi Air Tanah Jalan Tongkol Jakarta Utara,” imbuh Wafid.
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, pengendalian penggunaan air tanah adalah salah satu yang mendasari lahirnya Keputusan Menteri ESDM Nomor 291.K/GL.01/MEM.G/2023. Namun, Wafid kembali menegaskan bahwa masyarakat (rumah tangga) yang wajib berizin adalah rumah tangga dengan pemakaian air tanah lebih dari 100 m3 per bulan.
“Jangan khawatir, sebagian besar rumah tangga di Indonesia tidak memerlukan izin (penggunaan air tanah), karena pemakaiannya rata-rata hanya 20-30 m3 per bulannya, jauh di bawah 100 meter kubik per bulan. Air sebanyak 100 m3 itu setara dengan 200 kali pengisian tandon air dengan volume 500 liter atau setara dengan pengisian 5.000 galon volume 20 liter,” ujar Wafid. (Enrico N. Abdielli)