Senin, 13 Januari 2025

Kejar…! Aksi May Day Rusuh, Hukum Perusak Fasilitas Publik

May Day 2018 di Yogyakarta, rusuh oleh aksi anarkis anti Sultan (Ist)

JAKARTA- Sebagaimana disorot oleh banyak media, aksi Hari Buruh pada 1 Mei 2018 di ibukota dan berbagai daerah berlangsung dengan aman dan damai sekalipun diwarnai berbagai tuntutan atas perbaikan kehidupan buruh. Berbeda dengan daerah lain, aksi di Jogyakarta di lokasi pertigaan kampus Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga berlangsung ricuh. Aksi diwarnai dengan kericuhan antara warga dengan pendemo yang dipicu oleh penghinaan atas Sultan HB X bahkan ancaman tertulis “Bunuh Sultan” di tembok-tembok dan baliho oleh pendemo. Aksi juga dilakukan dengan pembakaran ban dan penutupan Jalan Adisutjipto Pertigaan Kentucky Fried Chicken (KFC), salah satu jalan tersibuk di Yogyakarta karena merupakan akses utama ke Bandara dan ke luar kota.

Tidak hanya itu, aksi juga ditingkahi dengan kebrutalan perusakan dan pembakaran pos polisi menggunakan bom molotov. Aksi berujung dengan penangkapan sekitar 69 orang pendemo.

Dalam peristiwa tersebut, ada beberapa catatan serius yang harus disampaikan. Pertama, kebebasan berekspresi, berunjuk rasa, dan mengemukakan pendapat di depan umum merupakan hak konstitusional warga yang dijamin oleh konstitusi dan peraturan perundang-undangan.

“Namun demikian, penikmatan hak tersebut tidak boleh melanggar hak dan kebebasan orang lain,” ujarnya.

Selain itu, penunaian hak tersebut juga harus dilakukan secara damai, tanpa kekerasan, dan tidak dengan perusakan fasilitas-fasilitas umum.

“Dalam konteks demo di pertigaan UIN Yogyakarta tersebut, kita harus memberikan kesempatan kepada kepolisian untuk melaksanakan kewenangannya dalam menegakkan hukum,” katanya.

Dalam rangka penegakan hukum tersebut, sebaliknya aparat kepolisian juga harus melaksanakan kewenangannya secara profesional sesuai dengan koridor hukum dan peraturan perundang-undangan.

“Aparat kepolisian juga harus menjamin kerja-kerja bantuan hukum dan tidak menghalang-halangi kerja penasehat hukum untuk menjalankan profesinya dalam memberikan bantuan hukum bagi para pendemo yang ditangkap,” ujarnya.

Provokasi-provokasi yang dilakukan oleh oknum pendemo berupa penghinaan terhadap Sultan HB X, simbol utama kekuasaan politik dan kultural yang disegani di Jawa, khususnya di wilayah Kesultanan Yogyakarta, sama sekali tidak relevan dengan tuntutan dan isu perburuhan dalam aksi Hari Buruh Sedunia.

“Narasi “Bunuh Sultan” yang cukup massif dalam demo kemarin nyata-nyata merupakan provokasi brutal yang sangat berlebihan,” katanya.

Kepada Bergelora.com dilaporkan, narasi tersebut hampir pasti bukan muncul dari aspirasi mahasiswa atau buruh pendemo. Demo rusuh tersebut telah disusupi oleh pihak-pihak yang memang menginginkan kekacauan. Hal itu merupakan indikasi awal bahwa menjelang perhelatan elektoral, khususnya Pilpres 2019, ada pihak-pihak yang coba-coba merepetisi pola lama yaitu memancing situasi chaos dan menebar ketakutan di tengah masyarakat, untuk kepentingan politik Pilpres 2019.

“Dengan cara itu, kelompok yang kekuatan dan pengaruh riilnya kecil tersebut berharap, rasionalitas politik para pemilih dalam menggunakan hak pilihnya dapat ditekan sedemikian rupa,” katanya.

Ketua DPD PDI Perjuangan Yogyakarta,  Bambang Praswanto menyatakan terkait aksi yang merusak fasilitas publik  seharusnya tak perlu terjadi.

“Partai dan jajaran struktur akan siap dan sedia melawan mereka yang merusak.  Kita siap bekerja sama dan mendukung langkah hukum, proses hukum yang bersalah,” kata Bambang Praswanto Bergelora.com di Yogyakarta, Rabu (2/5).

PDI Perjuangan Yogyakarta menyatakan agar siapapun yang melakukan pelanggaran hukum bisa diproses.  Sementara soal keistimewaan DIY,  sudah jelas sikap politiknya yaitu PDI Perjuangan akan terus menjaga NKRI dan keistimewaan DIY.

“Kita tetap harus di posisi untuk mempertahankan NKRI  dan Keistimewaan DIY, ini sikap kita,” kata Bambang Praswanto.

Ketua Komisi A DPRD DIY, Eko Suwanto menyatakan dukungan kepada aparat kepolisian untuk penegakan hukum.

“Aksi itu ekspresi demokrasi, tapi bisa juga  aspirasi disampaikan secara santun. Bisa ke DPRD atau instansi yang dituju,” kata Eko Suwanto.

Kanal komunikasi dan pengaduan masalah publik sekarang sudah terbuka, sebenarnya.

Eko Suwanto, Wakil Ketua DPD PDI Perjuangan DIY ini menyatakan lebih baik menyampaikan langsung ke DPRD DIY jika mahasiswa ingin menyampaikan kritik maupun harapan untuk menyelesaikan masalah rakyat. “Gunakan saluran demokrasi yang ada,  jalur politik di DPRD bisa jadi kanal komunikasi masalah rakyat, ” kata Eko Suwanto.

Dibersihkan

Menanggapi demonstrasi sekelompok gerombolan liar di simpang empat UIN Yogyakarta yang berlangsung Selasa (1/5) sore yang berujung pembakaran pos polisi dan sejumlah aksi vandalisme, Sekber Keistimewaan DIY petang tadi langsung mendatangi lokasi dan melakukan pembersihan.

“Kami langsung menyobek bagian baleho yang berisi tulisan bernada ancaman persekusi terhadap Sultan dan juga menutup dengan cat sebanyak 5 titik tulisan vandalisme bernada sama di tembok pagar UIN,” ujar Ketua Sekber Keistimewaan DIY, Widihasto Wasana Putra secara terpisah.

Sobekan baleho disimpan sebagai bukti jika diperlukan polisi untuk penyelidikan lebih lanjut. Terkait aksi rusuh tersebut Sekber Keistimewaan DIY mengecam aksi demonstrasi sekelompok gerombolan liar yang membuat anarkisme di Yogyakarta.

“Aparat kepolisian perlu segera menindak para pelaku. Menyerukan kepada semua pihak untuk tidak membuat aksi-aksi provokatif yang mengoyak kerukunan dan kondusifitas kamtibmas di wilayah DIY. Kami juga menyampaikan terimakasih kepada warga sekitar kampus UIN yang tanggap merespon aksi anarkisme gerombolan liar,” tegasnya.

Sekber Keistimewaan DIY menegaskan selalu siap menghadapi aksi-aksi sepihak yang menyerang duet kepemimpinan sah di DIY yakni Sri Sultan Hamengku Buwono X dan Sri Paduka Paku Alam X.

“Masyarakat DIY tetap solid, golong gilig guyub rukun menjaga persatuan dan kesatuan, mengedepankan toleransi, dan tetap tunduk pada supremasi hukum,” tegasnya.

Klarifikasi PMII

Menyoal polemik massa aksi tersebut, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta mengklarifikasi rentetan kabar. Aksi ini adalah aksi aliansi/gabungan lintas gerakan yang tidak hanya beranggotakan PMII secara tunggal, tetapi terdiri dari berbagai unsur gerakan/organisasi lain yang tergabung dalam GERAM (Gerakan Aksi Satu Mei).

Diantarnya unsur gerakan tersebut ialah Front Aksi Mahasiswa jogjakarta (FAM-J) yang dikordinatori saudara Mas’udi, PMII Komisariat Wahid Hasyim yang dikordinatori saudara Lutfhi, Aliansi Mahasiswa UJB yang dikordinatori saudara Talamun, Aliansi Mahasiswa Mercu Buana yang dikordinatori saudara Dedik, Aliansi Mahasiswa UIN yang dikordinatori saudara Habab, Aliansi Mahasiswa UCY yang dikordinatori saudara Miftah, Aliansi Mahasiswa UNY yang dikordinatori saudara Egis, Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia yang dikordinatori saudara Alci, PMII Komisariat Pondok Sahabat UIN Sunan Kalijaga yang dikordinatori saudara Odent, LPM Ekspresi UNY yang dikordinatori saudara Fahrudin , LPM Himmah UII yang dikordinatori saudara Hasan, LPM Poros UAD yang dikordinatori saudara Ayan, LPM Journal Amikom yang dikordinatori saudara Bayu, GMNI UII yang dikordinatori saudara Ibnu, DEMA Fakultas Syaria’ah Dan Hukum yang dikordinatori saudara Lutfhi, PMII Komisariat Dewantara yang dikordinatori saudara Sayyid.

“Sejak awal kita sepakat aksi ini adalah aksi damai (tanpa anarkisme),” tegas Faizi Zain

Ketua PC PMII DI Yogyakarta. Karena aksi ini adalah aksi gabungan, masing-masing koordinator/ketua organisasi bertanggungjawab terhadap masa aksi dari organisasinya masing-masing,” katanya.

Ia menjelaskan Koordinator Umum (Kordum) aksi telah melakukan intruksi kepada masing-masing koordinator/ketua masing-masing organisasi agar massa yang dibawa menjaga etika, tidak melanggar hukum, bersikap ramah dan santun ke masyarakat sekitar UIN dan para pengguna jalan raya, tidak melakukan hal anarkisme yang dapat merugikan masyarakat dan negara.

Saat massa aksi diwakili Kordum hendak melakukan pernyataan sikap (bertanda akan berakhirnya aksi), tanpa sepengetahuan Kordum, masuk sekolompok orang dengan ciri-ciri berpakaian gelap (hitam), memakai jaket, penutup kepala serta penutup wajah, mereka tiba-tiba melakukan pengrusakan dan membakar pos polisi menggunakan bom molotov, melakukan vandalisme serta tindakan-tindakan anarkis lainnya yang memancing keributan dan merugikan.

Tindakan tersebut memprovokasi massa aksi lainnya dan menimbulkan reaksi keras masyarakat sekitar yang awalnya melihat jalannya aksi dengan damai, sehingga gesekan dengan masyarakat pun tidak bisa dihindari.

“Setelah mengumpulkan serta berkoordinasi dengan kader-kader yang terlibat demontrasi, Saya sebagai Ketua PC PMII DI Yogyakarta menjamin bahwa pelaku tindakan anarkis dan vandalisme bukanlah dilakukan oleh kader PMII DI Yogyakarta,” jelas Faizi Zain. (Web/M. Fathurachman)

Artikel Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,110PelangganBerlangganan

Terbaru