JAKARTA- Kekerasan terjadi pada perempuan setiap hari. Menurut catatan Komnas Perempuan kekerasan pada perempuan Indonesia terjadi pada 35 perempuan setiap harinya. Jumlah itu yang berani melapor seperti fenomena gunung es dan 1/4 nya adalah kasus kekerasan seksual. Sementara itu Komisi Perlindungan Anak menyatakan 80% kasus terhadap anak adalah kasus perkosaan.
“Ini urgensi yang luar biasa kenapa tidak bisa masuk Prolegnas, perlu payung hukum untuk masalah ini,” ujar Komisioner Komnas Perempuan bidang Reformasi Hukum dan Kebijakan, Irawati Harsono dalam pertemuan dengan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI di Jakarta, Rabu (8/7)
Salah satu komisioner Komnas perempuan Mariana Amiruddin mengatakan bahwa DPD punya posisi strategis di legislatif untuk membuat RUU ini bisa diperjuangkan masuk Prolegnas.
Dengan demikian, Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI memberikan komitmen besar untuk hadirnya RUU Tentang Penghapusan Kekerasan Seksual masuk Prolegnas 2016. Komitmen bersama ini ditegaskan GKR Hemas bersama Komnas Perempuan dan Ormas Perempuan.
Maraknya kekerasan terhadap anak dan perempuan akhir-akhir ini mendorong DPD RI mengundang Komnas Perempuan dan Ormas Perempuan untuk duduk bersama membahas RUU Tentang Penghapusan Kekerasan Seksual. RUU ini tidak masuk RUU prioritas 2015.
“DPD RI siap membantu Komnas Perempuan dan ormas perempuan sosialiasi RUU ini agar menjadi isu penting.” tegas Anna Latuconsina Senator asal Maluku membuka acara Rapat dengar pendapat dengan Komnas Perempuan dan Ormas Perempuan, di di Jakarta, Rabu (8/7)
Menurut Anna Latuconsina, DPD RI akan membantu memperjuangkan RUU ini di legislatif. Ia akan berkoordinasi dengan setiap anggota di daerah untuk mendukung gerakan ini. DPD RI siap membantu jika Komnas Perempuan dan ormas perempuan akan mengadakan sosialasi di daerah.
GKR Hemas juga meminta Komite III yang membidangi masalah ini segera menghadirkan progres mengenai RUU ini. Ia menegaskan harus ada persamaan pola berpikir untuk mendorong RUU ini masuk Prolegnas 2016.
“Perempuan harus bergerak bersama dan harus melibatkan legislatif yang peduli terhadap permasalahan ini, karena bagaimanapun juga di DPR nanti mereka yang akan memutuskan masuk tidaknya RUU ini menjadi prioritas,” tegasnya. (Enrico N. Abdielli)