JAKARTA- Terkait banyaknya kader Partai Golkar yang mendukung Jusuf Kalla (JK) sebagai calon wakil presiden (cawapres) bagi calon presiden (capres) Jokowi, tidak perlu dirisaukan, apalagi dibesar-besarkan.
“Keluarnya Luhut, biarkan saja berjalan alami. Hal tersebut tidak akan membuat kapal tanker besar yang bernama Partai Golkar itu pecah. Perbedaan tersebut sudah biasa terjadi di Golkar,” demikian Wakil Bendahara Partai Golkar, Bambang Soesatyo kepada Bergelora.com di Jakarta, Kamis (22/5).
Ia mengingatkan hal serupa pernah terjadi dalam pemilihan presiden 2004 dan 2009.
“Namanya juga politik. Kita tentu masih ingat pilpres 2004 dan Pilpres 2009. Petinggi dan kader Partai Golkar saat itu juga tidak bulat mendukung pasangan capres/cawapres yang diusung sendiri oleh Partai Golkar.
Itulah realita politik. Menurutnya, sebagai pengurus sekaligus kader Golkar memang harus patuh dan taat azas atas keputusan yang telah diambil partai untuk mendukung pasangan Prabowo (ketua Dewan Pembina Partai Gerindra) dan Hatta Rajasa (Ketua Umum Partai PAN) sebagai Capres dan Cawapres.
“Tapi, kita juga tidak bisa apa-apa kalau ada kader militan partai Golkar lain, yang mendukung salah satu pasangan capres/cawapres karena ikatan batin sebagai bentuk solidaritas sesama kader partai,” jelasnya.
Ia menjelaskan seperti diketahui JK yang menjadi cawapres Jokowi yang diusung oleh PDIP adalah kader partai Golkar sekaligus mantan ketua umum Partai Golkar. Jadi, itu adalah soal pilihan. Kalau mendukung pasangan di luar garis partai tentu harus siap dengan segala resikonya. Yaitu sanksi partai.
“Namun kita juga berharap Partai bertindak bijaksana dalam menghadapi dinamika dan realita politik yang terjadi tersebut,” ujarnya.
Namun Bambang Soesatyo yakin, kalau cawapres buat Prabowo Subiyanto itu Ketua Umum Partai Golkar, yaitu ARB, dan bukan Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN), yaitu Hatta Rajasa maka ceritanya akan lain.
“Dukungan seluruh kader Partai hingga akar rumput pasti akan bulat dan all out. Jadi sekali lagi, bagi Partai Golkar adanya perbedaan pendapat itu sudah biasa. Nanti juga usai Pilpres pada Juli mendatang kita akan berangkulan, bercipika-cipiki dan berkumpul kembali di bawah pohon beringin,” jelasnya.
Berikut surat pengunduran diri Luhut Panjaitan yang dibuat, Rabu (21/5) :
Jakarta, 21 Mei 2014
Kepada Yang Terhormat
Saudara Ir. Akbar Tanjung
Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar
Di tempat.
Setelah mempertimbangkan secara matang dan mendalam berbagai perkembangan politik yang menimpa partai kita yang kita cintai bersama akhir-akhir ini maka melalui surat ini saya secara resmi mengajukan pengunduran diri saya dari kedudukan sebagai Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar terhitung hari ini, tanggal 21 Mei 2014.
Perlu saya sampaikan bahwa pada tanggal 19 Mei 2014 lalu saya telah berbicara langsung dengan Ketua Umum Partai Golkar Saudara Ir. Aburizal Bakrie dan dengan jelas saya sampaikan bahwa saya akan mendukung Capres Jokowi karena menurut hemat saya dialah calon presiden terbaik saat ini. Untuk itu sampaikan pula bahwa meskipun dengan berat hati, kelihatannya kami harus berpisah dalam keberpihakan, namun hendaknya pertemanan kami yang telah terbina lama tetap dapat berlanjut. Atas penyampaian saya tersebut, beliau dapat menerimanya dengan baik.
Sebagai konsekuensi logis atas dasar pilihan terhadap Jokowi, saya sampaikan secara resmi surat pengunduran diri sebagai Wakil Ketua merangkap anggota Dewan Pertimbangan Partai Golkar yang saudara pimpin.
Hal yang ingin saya garisbawahi disini adalah, “perbedaan bukanlah untuk dipertentangkan melainkan untuk dikelola” karena itu adalah corak khas wawasan kebangsaan kita, NKRI.
Saya ucapkan banyak terima kasih atas kerjasama yang erat yang telah kita bina bersama selama beberapa tahun terakhir ini, dan semoga sukses terus menyertai kita semua di tempat dan posisi masing-masing.
Hormat saya,
Jenderal TNI (Purn) Luhut B. Pandjaitan
Cc : Ketua Umum Partai Golkar