SEMARANG- Pemerintahan baru dituntut mengembalikan pengelolaan dan pembiayaan Jaminan Kesehatan di Indonesia kembali ditangani oleh negara dan pemerintah agar penggunaan dana kesehatan dari APBN seratus persen untuk kepentingan kesehatan rakyat, bukan untuk bisnis yang tidak ada hubungannya dengan layanan kesehatan rakyat.
Demikian Ketua Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) Jawa Tengah, Nurhadi kepada Bergelora.com di Semarang, Sabtu (2/8).
"Tanpa pungutan iuran dan co-sharing dari rakyat. Kembalikan Jaminan kesehatan pada Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas). Ini perintah preambule UUD'45," tegasnya.
Nurhadi berpendapat warga negara berobat harus dibiayai oleh negara. Sementara itu UU BPJS memang mengamanatkan warga yang tidak berjaminan kesehatan harus harus membayar iuran untuk bisa berobat dirumah sakit.
"Itu saja sudah memberatkan kebanyakan rakyat, apalagi besaran iuran Rp 25.500 per bulan per jiwa," ujarnya.
Harusnya untuk berobat rakyat tidak membayar karena biaya kesehatan dibayar oleh negara. Kalau negara merasa tidak mampu akan menjadi aneh, karena ini hanya soal kemauan politik negara dalam melindungi warga negaranya.
"Kan bisa diberlakukan sistem pajak progresif. Mari kita bandingkan upah buruh terendah dan pendapatan tertinggi di Indonesia. Buruh bangunan hanya Rp 35.000,- sampai Rp 50.000,- perhari. Itupun tidak setiap hari kerja. Ternyata banyak yang tidak memiliki Jaminan Kesehatan," jelasnya.
Seharusnya penambahan biaya kesehatan di APBN bisa dilakukan dengan pemberlakuan pajak progresif pada orang-orang yang berekonomi kuat. Pendapatan antara buruh dengan upah paling rendah dan pendapatan tertinggi pada pejabat, politisi atau kaum juragan sebaiknya 1 banding 10 atau paling tinggi 20. Jadi kalau buruh terendah harusnya tidak kena pajak. Tapi pejabat, politisi atau juragan dengan penghasilan tinggi maka pajaknya harus ditinggikan.
"Nah makanya sangat aneh kalau negara merasa tidak mampu membiayai kesehatan warganya dan malah mengumpulkan dana dari warganya yang kuat membantu yang lemah, yang mampu membantu yang tidak mampu. Ini mengesankan negara cuci tangan untuk kesejahteraan dan kesehatan warganya," ujarnya.
Maka menurut Nurhadi, agar tidak membedakan perlakuan negara terhadap warganya dalam hal jaminan kesehatan, semua orang sakit berobat harus dibiayai oleh negara.
"Kalau mau di standar kelas III, dibiayai negara. Kalau tidak mau kelas standar, bayar sendiri," ujarnya.
Ia menambahkan, pengelolaan biaya jaminan kesehatan yang dilakukan pemerintah akan memperlancar penyaluran biaya ke rumah-rumah sakit.
"Ini akan mempermudah rakyat yang membutuhkan perawatan atau tindakan dirumah sakit. Cukup pakai KTP, rakyat bisa berobat gratis," ujarnya.
Saat ini menurutnya banyak yang mau ikut iuran BPJS karena sakit dan tidak mampu membayar biaya rumah sakit. Begitu dinyatakan sembuh orang tersebut tidak mau ikut iuran lagi, karena merasa berat mengiur di BPJS.
Ada lagi menurutnya, Pemda-pemda yang tidak mau menyerahkan pengelolaan jaminan kesehatannya kepada BPJS karena merasa berat APBD nya harus disetor ke BPJS dan lebih memilih Jamkesda dikelola sendiri oleh pemda. (Prijo Swasono)