JAKARTA- Kalau benar Pemerintahan Jokowi-JK ingin menegakkan Trisakti, bukan mencabut subsidi yang menjadi hak rakyat, tetapi beresin dulu dominasi modal asing yang merampok sumber daya alam, dengan jalan mencabut semua produk Undang-undang yang melindungi kepentingan modal Asing di dalam negeri. Modal asing sudah menguasai sekitar 70 persen migas kita, 75 persen batubara, bauksit, nikel, 85 persen tambang tembaga dan emas, dan 50 persen perkebunan sawit. Hal ini ditegaskan Agus Jabo Priyono dalam konferensi pers Komite Kedaulatan Rakyat (KKR) di Jakarta (2/12).
“Abraham Samad berulang kali mengatakan kerugian negara akibat penguasaan modal asing ini mencapai angka 7.200 trilyun per tahun. Abraham Samad juga menjelaskan, dari 45 blok minyak dan gas (migas) yang saat ini beroperasi di Indonesia, sekitar 70 persen di antaranya dikuasai oleh kepemilikan asing,” jelasnya.
Ketua Partai Rakyat Demokratik (PRD) ini menjelaskan bahwa pada tahun 2011 lalu, KPK juga sudah mengungkapkan bahwa ada 14 perusahaan asing di sektor migas tidak pernah membayar pajak selama puluhan tahun. Akibatnya, negara dirugikan sebesar Rp 1,6 triliun.
“Semua sudah menjadi rahasia umum. Presiden Jokowi hanya punya pilihan bersatu bersama rakyat membereskan menuntaskan semua persoalan dengan melaksanakan Trisakti dan Pasal 33 UUD 1945,– atau berhadapan dengan rakyat yang akan melaksanakan Trisakti,” tegasnya.
Ia juga mengingatkan, data KPK menyebutkan di sektor kehutanan dari jumlah perizinan pengelolaan sebanyak 150 juta hektar hutan, hanya 11% yang memiliki izin sesuai dengan peruntukannya.
“Artinya, hampir 133,5 juta hektar atau 89% dikuasai para pemodal tanpa izin alias bodong! Sebanyak 50% dari 7.501 izin usaha pertambangan (IUP) saat ini tidak clean and clear,” ujarnya.
Ia memaparkan bahwa menurut data KPK tahun 2013 sekitar 60 persen perusahaan tambang di Indonesia tak membayar pajak dan royalti kepada negara. Kementerian Keuangan pada tahun yang sama mengungkap bahwa sekitar 4.000 perusahaan multinasional mangkir bayar pajak selama 7 Tahun. Banyaknya perusahaan asing yang tidak membayar pajak dan royalti itu karena kesepakatan ilegal dengan aparat dan pejabat di daerah.
“Seharusnya kalau semua itu ditindak lanjuti pemerintahan Jokowi. Maka tidak perlu ada pencabutan subsidi BBM. Ini malah selain kenaikan BBM pemerintah merencankan kan meliberalkan perdagangan BBM di sektor hilir dengan memberi ijin operasi 800.000 SPBU asing di Indonesia,” ujarnya.
Tuntutan KKR
Dalam kesempatan yang sama, budayawan Burhan Rosyidi membacakan tuntutan Komite Kedaulatan Rakyat (KKR) diantaranya adalah pencabutan subsidi dan Kenaikan harga BBM seharusnya konsisten menunggu hasil kerja Tim Reformasi Tata Kelola Migas sehingga perhitungan besar kecil subsidi dan kenaikan harga BBM menjadi transparan dan riil.
“KKR menuntut, Justru seharusnya berdasarkan temuan tim yang yang objektif, pemerintah menurunkan harga BBM. Rakyat menunggu pemerintah tidak berbohong lagi dan memegang teguh doktrin Trisakti sesuai janji-janji kampanye Joko Widodo dan Jusuf Kalla,” ujarnya.
KKR juga menurutnya menuntut, sesuai semangat anti korupsi, maka subsidi bunga obligasi rekapitusai Rp 60 Triliun per tahun dalam APBN harus dihentikan karena tidak legitimate. Selama 10 tahun terakhir telah berbunga menjadi Rp 600 Triliun.
“Tentang hal ini secara terbuka telah dilaporkan kepada Ketua DPR, Marzuki Alie dan pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), tetapi sampai sekarang tidak ada tindak lanjut malah rakyat yang diinjek,” tegasnya. (Web Warouw)