JAKARTA- Baru seminggu seminggu Presiden RI, Joko Widodo meninggalkan tanah Papua, sudah 7 orang yang meninggal dunia diterjang timah panas. Hal ini sangat kecam Natalius Pigai, Komisioner Komnas HAM Kepada Bergelora.com di Jakarta, Kamis (27/10).
“Sebagai Komisioner Komnas HAM, saya mengecam keras peristiwa penikaman, penembakan, penganiayaan dan pembunuhan di Manokwari, Rabu (26/10) yang menelan korban 7 orang warga papua tidak berdosa antara lain 2 meninggal dan sisanya kritis dan luka-luka,” tegasnya.
Ia menjelaskan, penikaman terjadi pada Rabu (26/10) terhadap anak Papua bernama Vigal Pauspaus asal muslim Fakfak hingga isi perut keluar. Kemudian aparat mengeluarkan tembakan yang mengakibatkan tewasnya salah satu masyarakat bernama Onesimus Rumayom (40 tahun) dan beberapa masyarakat sipil lainnya yang luka parah dan kini sedang dirawat di rumah sakit Angkat Laut, Fasharkan, Manokwari. Jenasah berada di rumah sakit AL Manokwari dan korban penembakan atas nama Erik Inggabouw (18 tahun) ditembak di leher dan Tinus urbinas (38 tahun) di tembak di tangan. Sampai saat ini ada 7 orang korban yaitu 2 orang tewas dan 5 orang lainnya luka-luka.
“Kami minta proses hukum terhadap pelaku harus dilaksanakan secara transparan dan objektif,” ujarnya.
Ia mengatakan salah satu faktor utama pelanggaran HAM terus menerus terjadi di Papua adalah karena sampai saat ini Presiden Jokowi tidak pernah menyinggung satu katapun tentang Kondisi HAM Papua.
“Jokowi merespon seluruh kasus-kasus pelanggaran HAM mulai dari pelanggaran HAM masa lalu, konflik agraria, hingga kebebasan berekspresi. Jokowi menyampaikan sejumlah pesan penanganan masalah HAM di hadapan menteri kabinet kerja, pemimpin lembaga negara seperti Komnas HAM, gubernur, walikota, sampai pegiat HAM, Jakarta, Jumat, 11 Desember 2015. Namun sangat disayangkan tidak satu katapun tentang kondisi HAM di Papua yang disampaikan,” ujarnya.
Hal ini menurutnya, menunjukkan Presiden sengaja membiarkan pelanggaran HAM di Papua dan dapat dikategorikan sebagai pembiaran (by ommision). Apalagi selama 2 tahun Kepemimpinan Jokowi berbagai catatan kelam sehubungan denga pelanggaran HAM di Papua.
“Hari ini kita menyaksikan orang-orang tidak berdosa di Manokwari bercucuran darah di atas tanah leluhur mereka. Beberapa waktu lalu kita juga menyaksikan 60 orang anak Indonesia Kabupaten Nduga di Papua meninggal secara misterius,” katanya.
Sejak 2 tahun lalu pemerintahan Jokowi, Indonesia bahkan dunia diguncang pelanggaran HAM Berat dengan menegaskan empat orang siswa dan 17 anak dibawah umur pada 8 Desember 2014.
“Demikian pula ada beberapa kekerasan negara yang juga menewaskan dalam jumlah banyak seperti kasus penembakan dan pembunuhan para aktivis di Kabupaten Yahukimo yang diduga dilakukan oleh aparat Brimob pada 20 Maret 2015. Kasus penembakan di Kabupaten Dogiyai pada 25 Juni 2015, menewaskan 1 orang dan 11 lainnya luka-luka di Kabupaten Tolikara pada 17 Juli 2015, “ bebernya.
Lalu kasus penembakan di Kabupaten Timika pada 28 Agustus 2015 menewaskan dua orang dan enam lainnya luka-luka, bahkan sebanyak 18 orang meninggal di Jayanti Timika.
“Kita juga menyaksikan dalam bulan April dan Mei 2 orang Papua ditahan, demikian pula bukan Juli dan Agustus lebih dari 2 ribu orang ditangkap dan ditahan. Hampir setiap minggu orang-orang Papua meninggal karena kekerasan negara di Papua. Ada tangisan, rintian, ratapan dan penderitaan saban hari tanpa henti,” jelasnya.
Menurutnya, hasil pantauan situasi HAM di Papua lebih dari 5.000 orang yang ditangkap dan dianiaya dan disiksa dan dibunuh dibawah kepemimpinan Presiden Jokowi.
“Pasar mama-mama Papua yang semula digembar gemborkan Jokowi sampai hari ini tidak ada realisasi, sampai mama Papua mau demo di istana. Bahkan pimpinan solidaritas Pasar mama meninggal secara misterius setelah mendapat sms ancaman,” ujarnya.
Adanya diskriminasi terhadap orang asli Papua dalam politik seperti MRP (Majelis Rakyat Papua). Papua menolak DPR Provisi Papua barat yang mayoritas orang pendatang. Menurutnya, salah satu kejahatan Jokowi adalah penghancuran lembaga adat Papua dengan merekayasa lembaga adat baru dibawah bentukan Kemendagri. Demikian pula di kasus Freeport merupakan pengejawantahan penderitaan rakyat Papua.
“Sebagai komisioner Komnas HAM, Saya ingin sampaikan hanya dalam 2 tahun Jokowi kami menduga telah lakukan ‘kejahatan Paripurna di Papua’. Semua ini adalah memori buruk dan ingatan akan trauma dan tragedi yang justru menambah ketidakharmonisan Jakarta dan Papua bahkan mengancam Labilitas integrasi politik.
Oleh karena itu Komnas HAM minta agar Presiden memiliki kompetensi manajemen pertahanan dan keamanan mengambil langkah konkret untuk melakukan perbaikan secara signifikan untuk menciptakan tanah Papua damai, dialog perdamaian, desekuritisasi, dan melaksanakan pembangunan berbasis HAM. (Sam Awom)