JAKARTA- Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) memastikan Komisi Pemilu Umum (KPU) dan dan beberapa lembaga survey telah lama dibina dan menerima dana asing, khususnya dari Amerika Serikat. Oleh karenanya, AEPI sangat menyangsikan independensi KPU dalam pemilihan presiden 2014 ini. Hal ini ditegaskan oleh Salamuddin Daeng dari AEPI kepada Bergelora.com di Jakarta, Senin (21/7).
“Bisakah Independen kalau selama ini sudah dilatih, dibina dan didanai bertahun-tahun secara sistimatik oleh pihak Amerika? Semua dilakukan Amerika dalam rangka membangun demokrasi di Indonesia tapi untuk mengamankan kepentingan Amerika,” tegas Salamuddin Daeng.
Kedatangan mantan Presiden Amerika, Bill Clinton menurutnya adalah salah satu indikator penting yang menunjukkan Amerika harus memastikan calon presiden yang terpilih adalah orang yang akan mengamankan kepentingan Amerika di Indonesia.
“Sebagai petinggi partai Clinton merasa Amerika sebagai pemegang saham dalam Republik Indonesia. Dia merasa penting untuk mempengruhui opini menjelang putusan KPU,” jelasnya.
Menurut peneliti kebijakan ekonomi politik global ini, KPU merupakan salah satu lembaga negara yang paling banyak menerima dana asing dalam rangka penyelenggaraan Pemilu.
“Itulah mengapa lembaga tersebut sulit dipercaya independensinya terhadap kandidat yang didukung asing,” tegasnya.
Demikian pula menurutnya dengan lembaga survey yang merupakan kelompok yang menempatkan dirinya sebagai salah satu pilar pemilu juga didukung dan menerima dana asing.
“Oleh karenanya lembaga survey-pun cenderung akan mendukung kandidat yang disokong pihak asing dan tidak independen,” jelasnya.
Ia mengingatkan bahwa semenjak tahun 2012 Pemerintah Amerika Serikat (AS) mensponsori 10 senior Indonesian election officials dari General Election Commission (KPU), Election Supervision Body (BAWASLU), and Government of Indonesia, melakukan perjalanan ke United States untuk observasi pemilu Presiden 2012 lalu. AS juga melatih lebih dari 900 tenaga penyelenggara pemilu.
“Tidak hanya itu USAID lembaga yang bekerja untuk pemerintah AS membuat cooperative agreement yang dideklarasikan sejak November 2012 dalam rangka menyokong pemilu. Hal ini tertera jelas dalam situs https://www.devex.com,” paparnya.
Selain itu menurut peneliti Institute For Global Justi ce (IGJ) ini, AusAID membiayai KPU sejak 2011 sampai 2015 dan menjadikan Australia sebagai donor asing terbesar dalam membiayai pemilu Indonesia.(aid.dfat.gov.au)
Tidak ketinggalan menurutnya Amerika Serikat juga membiayai lembaga survey. Dalam laporan USAID, IFES dan LSI yang dipublikasikan pada maret 2014.
Disebutkan dalam publikasinya “In December 2013, Lembaga Survey Indonesia (LSI), with support from the International Foundation for Electoral Systems (IFES), fielded a national survey focused on electoral process issues in Indonesia,”
Ia mengingatkat intervensi dana asing dalam pemilu, kepada KPU dan kepada lembaga survey pendukung Capres, adalah ancaman terhadap keamanan nasional Indonesia.
“Dana asing menjadikan penyelenggara pemilu dan pilar demokrasi lainnya kehilangan independensinya dan tanggungjawabnya pada kemerdekaan dan kemandirian bangsa dan negara. Saatnya tingkatkan kewaspadaan nasional kita!” Tegasnya. (Dian Dharma Tungga)