Selasa, 24 Juni 2025

Luhut Panjaitan: Jangan Ada Baku Tumbuk Di Laut China Selatan!

JAKARTA- Indonesia tidak menginginkan adanya power projection atau menggelar kekuatan di Laut China Selatan dan menginginkan adanya dialog semua pihak untuk mencari solusi terbaik dalam konflik di Laut China Selatan. Hal ini disampaikan oleh Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), Luhut Binsar Panjaitan dalam akun facebooknya, Jumat (13/11).

 

“Kita punya sikap yang jelas bahwa kita tidak ingin ada power projection atau menggelar kekuatan di sana. Kita ingin supaya itu semua dilaksanakan dengan dialog. Dialog merupakan solusi yang terbaik. Kita tidak mau terjadi baku tumbuk di Laut China Selatan karena area tersebut strategis,” tegasnya.

Menurutnya, Indoenesia ikut mempunyai kepentingan di kawasan Laut China Selatan, sehingga harus aman bagi semua pihak yang juga memiliki kepentingan dikawasan tersebut.

“Kita punya kepentingan bahwa daerah ini harus aman bagi semua pihak untuk melakukan lalu lintas perdagangan. Faktanya, nilai perdagangan yang melalui laut tersebut hampir mencapai USD 5 triliun per tahunnya, yakni kurang lebih sepertiga dari total perdagangan dunia yang senilai USD 16 triliun,” ujarnya.

Ia mejelalaskan bahwa klaim China yang berupa Nine Dash Line sendiri merupakan garis imajiner terkait perjalanan Cheng Ho pada zaman dahulu, ditambah dengan adanya sentimen-sentimen dari China Mainland.

“Saya dan tim dari lintas Kementerian sedang membuat kajian yang lebih komprehensif mengenai hal ini, tetapi menurut saya klaim mereka tidak masuk akal,” ujarnya.

Kalau klaim China didasarkan pada sentimen sejarah seperti itu, maka Indonesia bisa juga klaim rumah mereka di New York atau bahkan beberapa bagian dari Amerika Serikat sebagai bagian dari wilayah Indonesia. Sebabnya, letusan Gunung Krakatau di tahun 1883 dan Gunung Tambora di tahun 1815 memiliki efek sampai ke seluruh dunia.

“Oleh karena itu, kita harus berdialog secara baik-baik mengenai hal ini, tidak hanya dengan menggunakan pendekatan sejarah saja, namun juga dengan pendekatan hukum,” ujarnya.

Indonesia menurutnya memiliki tanggung jawab untuk berpartisipasi dalam menyelesaikan konflik di Laut China Selatan dengan menginisiasikan suatu Code of Conduct (CoC).

“Maka dari itu, kita tidak perlu men-disclose bahwa sebagian wilayah Indonesia yang seluas sekitar 3,5 pulau Bali, masuk ke dalam area yang diklaim oleh China. Jika hal itu diketahui oleh China, maka Indonesia akan menjadi pihak claimer juga,” tegasnya.

Straight Forward Diplomacy

Luhut Panjaitan menegaskan bahwa, sudah saatnya diplomasi Indonesia menyampaikan pesan dengan terbuka dan jelas kepada negara lain tentang sikap dan posisi pemerintah Indonesia

Straight forward diplomacy itu penting! Dalam berdiplomasi, kita seharusnya menyampaikan pesan-pesan yang sangat open dan clear kepada negara lain, sehingga posisi kita jelas berada di mana,” jelasnya.

Menurut pengalamannya sampai hari ini, cara berdiplomasi seperti itu sangat dihormati oleh negara-negara asing termasuk pada Amerika.

“Ketika berbicara dengan orang-orang Amerika itu pun, pernah saya katakan bahwa saya tidak suka dengan cara mereka tentang beberapa hal. Kemudian saya sampaikan bagaimana pemikiran-pemikiran saya. Sejauh ini mereka menghormati saya, dan hubungan saya dengan mereka juga masih sangat baik,” katanya.

Gangguan Amerika

Sebelumnya diberitakan dua pesawat pengebom milik Amerika Serikat, B-52, terbang di dekat pulau buatan yang dibangun China di wilayah sengketa Laut Cina Selatan, kata Pentagon.Misi mereka tetap dilanjutkan meskipun telah diperingatkan oleh pengawas daratan pihak China. Peristiwa ini terjadi menjelang kunjungan Presiden Barack Obama untuk menghadiri KTT APEC di Manila, Filipina, minggu depan, yang juga akan dihadiri Presiden China, Xi Jinping.

Patroli Amerika, yang dilakukan pada hari Minggu malam di dekat Kepulauan Spratly, adalah “misi rutin di SCS (Laut Cina Selatan),” kata juru bicara Pentagon, Bill Urban.

Manuver pesawat pembom nuklir AS itu berlangsung 8-9 November 2015. Juru bicara Pentagon lainnya, Bill Urban mengatakan, ada dua pesawat pembom yang melakukan misi rutin itu.

Manuver itu hanya berselang sekitar dua minggu setelah kapal perang AS, USS Lassen bermanuver di wilayah yang berjarak 12 mil dari pulau buatan China di Kepualauan Spratly, Laut China Selatan. Aksi kapal perang AS itu telah diprotes keras Kementerian Luar Negeri China.

”Tindakan ini dari kapal perang AS merupakan ancaman bagi kedaulatan dan keamanan China, dan keselamatan orang yang hidup di pulau-pulau itu. Mereka merusak perdamaian dan stabilitas di kawasan itu. Dalam hal ini, pihak China mengungkapkan ketidakpuasan yang ekstrem dan sangat memprotes,” bunyi pernyataan yang ditulis di situs Kementerian Luar Negeri China. (Enrico N. Abdielli)

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru