Selasa, 18 Februari 2025

Melepas Rindu Bersama Siti Fadilah

Oleh:  dr. Ni Nyoman Indirawati Kusuma, 

Pintu besi itu terbuka. Rumah tahanan Pondok Bambu yang terlihat menyeramkan tampak begitu lebih bersahabat ketika aku masuk di dalamnya. Tidak berbeda dengan kondisi tempat publik lain. Pada jam kunjungan rumah tahanan ternyata juga ramai sekali dengan para keluarga yang ingin melepas rindu untuk bertemu dengan sanak saudaranya.

Kami menunggu di Aula. Aula itu tampak ramai dengan orang-orang yang membuat pojok sendiri untuk bercengkrama. Begitu pula dengan kami. Kami datang berlima menyambut ‘ibu ideologis’ kami. Beliau di antar oleh seorang narapidana perempuan, terlihat dari senyumannya sepertinya ia senang mengantar dan menuntun ibu untuk menemui kami.

Lagi kami merasakan haru biru membayangkan ibu kami Siti Fadilah Supati mendekam dibalik jeruji ini. Beliau sangat kuat, justru kami yang tak kuasa menahan air mata. Bagaimana bisa seorang yang mewakafkan hidupnya untuk negeri ini justru harus menjadi korban permainan busuk para oknum elite politik.

Di sela ceritanya, beliau bercerita bahwa di awal masuk rumah tahanan khusus kaum hawa ini ia disambut dengan para tahanan. Bukan sambutan yang menyakitkan seperti instruksi jalan jongkok, dan sebagainya. Tapi justru sambutan hangat para tahanan, “Ibu Menteri.. Selamat dataaaang.. Ibu kami heran kenapa ibu bisa sampai disini…” Begitu kata mereka.

Lucunya tidak sampai 24 jam, ibu sudah menemukan tukang pijit pribadi yang senantiasa memijit ibu di kala istirahat. Tidak sampai 2 hari, ibu sudah bertemu dengan pengawal yang membantu dan menuntun ibu jika ingin keluar. Allah, kamu memberikan kemudahan berkali-kali.

Selesai jam kunjungan. Kami ikut mengantar ibu sampai di batas pengunjung. Begitu kami keluar aula, ada seseorang narapidana cantik berteriak memanggil ibu, “Eyaaaaaaang..” Begitu mereka menyambut ibu dengan panggilan eyang. Disusul dengan narapidana lain yang tak kalah ramah.

Spontan aku berpesan, “Titip ibu ya mbak. ” Dengan lucunya mereka berkata, “Siaaap mbaaak. Gak semua disini isinya orang jahat mbak. Banyak orang baik yang ikut menjaga ibu. Apalagi disini banyak yang terbantu mbak, waktu ibu masih jadi menteri.”

Ya Allah, terima kasih mereka masih ingat perjuangan ibuku. Kata-kata yang ramah namun sangat membuat hati meleleh. Nyess! Ibu, ibu benar-benar dilindungi oleh Allah.

Sekali lagi aku merasakan tangan Tuhan bekerja disini. Tangan Tuhan yang selalu menjaga orang baik termasuk ibu kami,–dimanapun. Bahkan dikala tempat paling berbahaya sekalipun,– Tangan Tuhan yang selalu memberikan kemudahan pada hamba-Nya, yang tetap berjuang, walau dalam tekanan. 

Bahkan dari sikap dan dukungan setiap orang kepadanya, aku bisa melihat, siapa ibu yang sebenarnya. Ibu yang senantiasa menebar kebaikan akan senantiasa memetik buah kebaikan pula dimanapun dan dari siapapun.

5 x 6 Meter

Orang bertanya bagaimana ibu kami tinggal di dalam penjara Rutan Pondok Bambu, Jakarta Timur itu selama seminggu ini. Seorang teman satu ruangan ibu menggambarkan. Ruangan tempat mereka tinggal bersama ibu berukuran 5 x 6 Meter dengan penghuni berisi 21 orang. Dengan dilapis 2 dinding jeruji besi, ibu kami tinggal bersama kawan-kawannya menghitung hari. Para tahanan tidur berhimpitan  diatas matras tipis di dua sisi ruangan. Di dalam ruangan ada WC bersama yang hanya ditutup dinding setengah badan.

Menu makan hanya dilengkapi beberapa lembar sayur kangkung dan sepotong kecil ikan asin. Nasinyapun kadang banyak batunya. Tentu bukan menu makanan yang baik bagi kesehatan manusia.

Ya Allah, sangat kontras dengan apa yang sudah diberikan oleh ibu kami pada rakyat Indonesia. Seorang Siti Fadilah yang pernah mengurus kesehatan 240 juta rakyat Indonesia selama 5 tahun sebagai menteri.  Sebanyak 120 juta rakyat miskin dan hampir miskin Indonesia mendapatkan secara cuma-cuma pelayanan Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) tanpa harus membayar iuran bulanan. Aku ingat Siti Fadilah yang pernah menurunkan dan mengontrol harga obat, sehingga dapat dijangkau oleh masyarakat miskin dan hampir miskin. Jutaan orang nyawanya tertolong oleh kebijakannya yang berpihak pada rakyat tak mampu.

Berbagai bencana alam bisa terkendali sejak Gempa Nabire, Tsunami Aceh, Gempa Yogyakarta dan bencana alam lainnya, karena Departemen Kesehatan selalu hadir lebih dahulu pasca bencana. Karena kecepatan Departemen Kesehatan yang dipimpin Siti Fadilah dalam menanggapi bencana, PBB pernah memberikan penghargaan pada Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono.

Ribuan orang Papua tertolong karena program ‘Save Papua’ yang menggerakkan tenaga kesehatan dan masyarakat untuk memeriksa kesehatan, memantau ibu hamil dan menolong kelahiran di pelosok Papua. Tak terhitung perjuangan ibu untuk memastikan dan meningkatkan kesehatan rakyat Indonesia.

Saat ini Siti Fadilah menerima balasan penjara karena semua kebijakan-kebijakannya yang menyelamatkan rakyat. Rezim macam apa yang menzholimi Siti Fadilah dengan penjara tanpa bukti-bukti nyata? Apakah kita masih percaya intrik dan yang menjadikan ibu sebagai korban? Dalam hati kita semua pasti mempunyai jawaban yang sama.

Satu-satu aku menghitung perjuangan ibu sebelum dipanggil dan di penjara KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) seminggu lalu. Sebelumnya ibu Fadilah masih sempat mengadvokasi 42.00O-an bidan desa PTT untuk mendapatkan haknya sebagai PNS. Semua perjuangan Siti Fadilah tidak akan pernah padam walau penjara memisahkan kami. Karena dari penjara, semangat perjuangan Siti Fadilah tetap akan lebih berkobar dihati kami.

*Penulis adalah dokter yang bekerja di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Koordinator Sahabat Siti Fadilah

 

 

 

 

Artikel Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,110PelangganBerlangganan

Terbaru