JAKARTA- Para perangkat desa yang tergabung dalam Asosiasi Perangkat Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) berkumpul dalam forum dialog Implementasi Undangundang Desa. Apdesi menyampaikan pandangan tentang pelaksanaan Undang-undang Desa kepada Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Menteri Desa PDTT) Marwan Jafar yang hadir dalam dialog itu, di Jakarta, Senin (14/12).
Ditengah berbagai aspirasi dan harapan yang muncul, Menteri Marwan mempersialahkan agar para perangkat desa menyuarakan secara lebih lantang dan lebih garang segala aspirasinya, termasuk menyerukan pembenahan terhadap regulasi, baik revisi Undang-undang Desa, Peraturan Pemerintah 22 tentang Desa, ataupun Permendesa yang dikeluarkan Kementerian Desa PDTT.
“Silahkan evaluasi Undang-undang Desa. Apakah layak direvisi Undang-undang Desa, apakah PP tentang desa juga layak kita revisi. Atau mungkin Permendesa, Permendagri, Permenkeu semuanya layak direvisi atau tidak? Silahkan suarakan. Sebab bapak dan ibu dari Apdesi yang tentunya patut memberikan masukan,” ujar Menteri Marwan.
Menteri pengawal implementasi Undang-undang Desa ini menambahkan, apa yang terkandung dalam Undang-undang Desa tidak bisa disignifikasi menjadi sekedar dana desa, apalagi hanya soal pendamping desa. Dalam Undang-undang Desa juga dibicarakan hak asal usul, membangun sektor produksi, sector industri, ekonomi, pengelolaan potensi desa dan macam-macam hal yang diatur melalui regulasi.
“Biasanya Apdesi garang yang ditunjukkan dengan kegarangan fisik dan teriakan Apdesi yang lantang. Sekarang mari buktikan, apakah kegarangan ini juga dibarengi dengan kegarangan pemikiran Apdesi. Progresif apa mandul. Futuristik atau tidak. Ini akan kita lihat bersama-sama. Kalau rekomendasi Apdesi baik akan kita rekomendasi untuk diteruskan,” tegas Menteri Marwan.
Menteri asal Pati, Jawa Tengah ini juga memastikan bahwa Kemendesa PDTT membutuhkan back up dari Apdesi untuk melakukan pembenahan dalam program desa membangun Indonesia. Bahwa ada hal-hal yang perlu dilakukan revisi, maka silahkan disuarakan.
“Silahkan bersuara lantang, misalnya dorong revisi Undang-undang Desa, PP 22, PP 47. Saya akan dukung. Jadi boleh dan silahkan suarakan, asalkan memang menjadi kebutuhan. Suara Apdesi lebih penting. Bukan suara dari saya, pemerintah pusat saja. Sebab ini menyangkut juga bagaimana kita membangun pusat pertumbuhan dan produksi baru dari desa-desa yang digerakkan dari masyarakat. Bukan dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah,” tandasnya.
Menteri Marwan menjelaskan, dilaksanakannya Rembug Desa Nasional bertujuan untuk membangun komitmen semua pemangku kepentingan tentang Desa Membangun Indonesia. Tentu semua pihak harus melakukan refleksi lebih jauh. Sebab faktanya angka kemiskinan masih cukup ginggi di desa, dan kalau tohkemiskinan itu ada di kota, maka mereka itu umumnya adalah masyarakat desa yang melakukan urbanisasi ke kota.
“Pertanyaannya, apakah Undang-undang Desa sudah menunjukkan spirit dan mengcover itu semua? ini perlu dipikirkan,” tandasnya. (Calvin G. Eben-Haezer)