Selasa, 1 Juli 2025

Ngeles Nih! Soal 1.337 Balita Gizi Buruk, Ini Jawaban Pemprov Lampung Soal Gizi Buruk

Pemberitaan Gizi Buruk yang diabaikan pemerintah Provinsi Lampung dan Kementerian Kesehatan (Ist)

BANDARLAMPUNG, – Pemerintah Provinsi Lampung lewat Dinas Kesehatan menjawab pernyataan Nonha Sartika, Ketua Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) terkait kondisi Luar Biasa (KLB) Gizi Buruk sebanyak 1.337 balita di Lampung Tengah adalah tanggungjawab pemerintah provinsi sebagai perwakilan pemerintah pusat.

Seperti yang disampaikan oleh media setempat www.suluh.co, Humas Dinkes provinsi Lampung, Asih Hendrastuti menegaskan bahwa pandangan itu  cenderung asumtif serta membabi buta akibat gagal paham peraturan perundang-undangan. Menurutnya dalam Undang-Undang Otonomi Daerah No 23/2014 tentang tugas pokok dan fungsi wajib kepala daerah, mengenai persoalan penanganan kesehatan bukan semata kewajiban Gubernur melainkan tugas bersama dari pemerintah pusat sampai pemerintah daerah.

“Dia (Nonha) suruh buka Undang-Undang otonomi daerah tentang urusan wajib kepala daerah. Urusan kesehatan  sudah diatur di Undang-Undang. Jadi ini tugas bersama,” jelas Humas Dinkes provinsi Lampung, Asih Hendrastuti, Senin (19/2).

Tanggung jawab kepala daerah  terhadap suatu kejadian itu sudah diatur dalam UU, terdapat urusan wajib bidang kesehatan yang diselenggarakan oleh kepala daerah dalam hal ini provinsi, begitu juga bupati dan walikota.

Akan tetapi, untuk urusan wajib, ia mencontohkan terkait gizi buruk yang dialami oleh A warga dari desa B, maka itu tanggungjawab wajib dari pemda setempat bukan Gubernur Lampung yang bertugas sebatas mensupport saja. Karena  kewenangan itu dibatasi  oleh UU.

“Yang punya penduduk itu kan bupati dan walikota dan provinsi bertugas dalam bimbingan pengawasan dan pengendalian program,” jelasnya.

Pemerintah Provinsi memiliki tugas penyediaan logistik seperti Larvasida dan obat sebagai kebutuhan dasar dengan harus menyiapkan sepuluh persen dari kebutuhan yang ada sebagai stok.

“Apabila ada sesuatu atau lain hal, maka pemerintah provinsi siap memberi bantuan ke pemerintah kabupaten atau kota. Jadi kewenangan pemerintah kabupaten dan kota harus menyelenggarakan urusan wajib yang menjadi kewajiban di bidang kesehatan dan pemerintah provinsi mensupport,” tegasnya.

“Jadi ada kalanya  pemerintah provinsi membantu kabupaten dan kota karena merasa bahwa ini bagian rakyatnya. Contohnya saja makanan pendamping air susu ibu (MPASI) dan pemberian makanan tambahan ibu hamil kekurangan energi dan kalori yang seharusnya telah disediakan oleh pemerintah kabupaten/kota. Tapi pada kenyataannya pemerintah kabupaten/kota memiliki permasalahan dalam pembiayaannya. Akhirnya APBD provinsi yang support pembiayaannya setiap tahunnya,” ungkapnya.

Selain itu menurutnya, pemerintah provinsi telah berperan banyak dalam bidang kesehatan masyarakat di 15 kabupaten/kota se-Bumi Ruwa Jurai, dengan memberikan MPASI, pemberian makanan tambahan ibu hamil kekurangan energi dan kalori.

Dibawah kepemimpinan M. Ridho Ficardo menurut telah melakukan kegiatan revitalisasi posyandu dengan memberikan triport (alat timbang) sebagai alat deteksi paling dini untuk mengetahui status gizi, tumbuh kembang bayi dan balita.

“Kita telah berbuat banyak dalam dua tahun terakhir ini. Meski berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdes) adanya penurunan partisipasi tingkat kehadiran anak ke posyandu, dari 79 persen di tahun 2007 menjadi 64 persen pada 2013,” ungkapnya. Dulu posyandu begitu popular, bahkan di jaman itu ketika cakupan imunisasi rendah atau menurun, camat setempat bisa diganti. Karena arahan secara nasional,” ucapnya.

Dengan adanya penurunan tingkat partisipasi anak ke Posyandu, ia berharap bisa menjadi indikator utama Kemenkes untuk kembali meningkatkan partisipasi ke Posyandu.

“Kemenkes sendiri membuat standar agak rendah antara posyandu aktif dan tidak aktif. Jadi tingkat partisipasi kunjungan anak ke posyandu itu bukan indikator utama tapi tambahan. Mungkin dengan adanya penurunan ini bisa menjadi indikator utama,” pungkasnya.

*Tanggung Jawab Gubernur*

Sebelumnya kepada www.Bergelora.com, Nonha Sartika, Ketua Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) Lampung kepada Pers di Bandar Lampung, Minggu (18/2) menegaskan, Kondisi Luar Biasa (KLB) Gizi Buruk sebanyak 1.337 balita di Lampung Tengah adalah tanggung jawab Gubernur Ridho Ficardo sebagai perwakilan pemerintah pusat di Provinsi Lampung. “Secara struktural yang bertanggung jawab terhadap kesehatan rakyat Indonesia adalah Menteri Kesehatan, Nila Moeloek. Tapi yang paling bertanggung jawab adalah Gubernur Ridho Ficardo, sebagai perwakilan pemerintah pusat di Provinsi Lampung,” tegasnya.

Ia mempertanyakan jumlah 1.337 balita yang selama ini disembunyikan dan didiamkan oleh Pemerintah Kabupaten Lampung Tengah dan Pemerintah Provinsi Lampung. “Kemana aja selama ini, koq sudah 1.337 balita, bupati diam, gubernur diam dan malah menutupi?” tegasnya.

Nonha Sartika  menyoroti perbedaan data gizi buruk oleh Kementerian PMK-RI, Pemerintahan Provinsi Lampung dan Pemerintahan Lampung Tengah. Dari data Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia (Kemenko PMK RI), tahun 2016 yang dirilis pada 2017, jumlah penderita stunting di Kabupaten Lampung Tengah mencapai 59.838 jiwa. Kemenko PMK RI menyebutkan, jumlah penduduk miskin di Kabupaten Lampung Tengah mencapai 165.67 ribu jiwa. Pada Bulan Jul 2017, Taufik Hidayat selaku Kepala Bappeda Provinsi Lampung mengklaim berhasil menurunkan kasus gizi buruk dari 136 kasus menjadi hanya 94 kasus pada 2016. Namun akhirnya, baru-baru ini, Lilis Malidawarti dari Dinas Kesehatan Lampung Tengah pada 15 Februari 2018 menegaskan jumlah gizi buruk di Lampung Tengah sebanyak 1.337 balita.

“Dari data tiga instansi yang berbeda sudah ketahuan bahwa selama ini ada upaya secara sengaja oleh gubernur Lampung untuk mengaburkan dan menutupi kemudian membiarkan kasus-kasus gizi buruk di Lampung Tengah sehingga tidak ada media massa yang mengekspos,” paparnya.

DKR Lampung juga menurutnya mengecam Kementerian Kesehatan dan Pemerintahan Lampung yang sampai sekarang belum melakukan tindakan apapun untuk mengatasi gizi buruk di Lampung, khususnya di Lampung Tengah.

“Ini kejahatan! Tega banget! Sampai saat ini pun belum ada tindakan dari Kementerian Kesehatan dan Pemerintah Provinsi dalam mengatasi 1.337 balita itu,” tegasnya.

Sebelumnya relawan Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) di Lampung Tengah yang dipimpin Nonha sudah seminggu ini mulai bekerja mencari korban gizi buruk. Sampai saat ini baru terdata 2 kasus gizi buruk yang sudah langsung ditangani oleh bidan desa setempat di  Lampung Tengah.

“Semua data sedang kami kumpulkan dari Lampung Tengah. Untuk bukti, bahwa Gubernur Ridho sudah membiarkan rakyat Lampung menderita gizi buruk. Data langsung didapat dari keluarga, masyarakat maupun dari bidan desa,” jelasnya. (Diah Dharma Yanti/Salimah)

 

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru