Oleh: Nurul Qoiriah
KABAR Duka, satu lagi pejuang demokrasi meninggalkan kita! COVID19 merengutmu.
Kang Wowok, itu panggilannya, nama lengkapnya Ignatius Damianus Pranowo. Ia salah satu mahasiswa yang sempat di penjarakan oleh rejim Tiran Suharto!
Ia yang pertama mengajak ku untuk bergabung dengan UKM Majalah VOKAL, menyodorkan ku sebuah majalah yang pada waktu itu sedang di BREDEL oleh rektor.
Rektor pada sambutan pembukaan penataran P4 (dulu penataran ini wajib) – berpidato panjang lebar. Salah satu point pidatonya adalah “jangan ada yang ikut UKM Majalah Vokal” saya yang sejak kelas 3 SMA mulai gandrung dengan dunia tulis menulis dan berharap bisa jadi wartawan suatu hari nanti (walau ngambil jurusan S1 matematika- karena terpaksa atau tidak dikuliahkan oleh Ibu saya) – pun kebingungan. Kenapa UKM resmi kok di jelek-jelekan begini.
Baru lah saya faham, ketika menerima satu majalah tersebut. Terang saja, karena liputan utamanya tentang “GOLPUT PEMILU”. Pada jaman Suharto, siapa berani tidak ikut nyoblos pemilu? Pun mesti nyoblos gambar beringin kuning kan?
Saya yang masih bau kencur, baru lulus SMA, tidak faham politik, takjub dengan puisi-puisi yang tertulis di majalah VOKAL tersebut. Dua puisi yang membuat darah muda ku mendidih, salah satunya di tulis oleh WIJI TUKUL (yang juga hilang dan tidak ketemu hingga sekarang, dihilangkan oleh tirani suharto). Dan ada satu lagi puisi yang ditulis dalam majalah itu, karya kang PUTU, mahasiswa sastra UNDIP. Saya tentu pada saat itu tidak kenal siapa kang putu atau wiji tukul karena ke Unyu-an saya akan gerakan mahasiswa di semarang.
Kang wowok, dengan agitasi bahasanya, dengan keunikan logat bicaranya (agak gagap ketika bicara) menjanjikan saya utk suatu hari nanti bisa bertemu dengan Para penulis puisi tersebut.
Dengan girang, pun saya tanpa pikir panjang bergabunglah menjadi anggota UKM majalah VOKAL
Dan lebih jauh saya kemudian mengenal GERAKAN MAHASISWA SEMARANG!
Banyak cerita tentang mu Kang Wowok, dari kelucuan-kelucuan kecil yang kau buat, kesebelan ku dengan mu yang kadang “tidak taktis” ketika bicara dengan kawan mahasiswa, dan kegigihan mu untuk terus melawan membuat ku bangga pernah mengenal mu, pernah bersama-sama kembali merebut VOKAL menjadi majalah yang memberitakan kebenaran – without no fears!
Dan karenanya majalah VOKAL kembali di bredel, saat berada ditangan ku -sebagai Pemred. Kali ini yang mbredel bukan lagi rektor, tapi Pangdam Jawa Tengah – SUYONO (almarhum).
Tanpa mu kang Wowok, aku tidak mungkin menjadi sepemberani itu!
Tanpa mu, aku tak akan mengenal bagaimana menulis berita tentang kebenaran, bukan berita tentang yang dikehendaki penguasa.
Tanpa pernah mengenal mu, dunia ku sangat sempit. Terbatas pada tembok kampus, dan tak akan pernah aku mempunyai kesempatan bertemu dengan mereka para pejuang demokrasi.
Tanpa mu, langkah ku tak akan sepanjang hari ini.
Rest in peace kang Pranowo, aku akan mengingat mu selamanya!