MEDAN– Kebijakan perlindunan hutan dinilai setengah hati. Perambahan hutan terus terjadi, hutan lindung dan kawasan hutan produksi terbatas di kawasan Paluh Puro, wilayah Deli Serdang Sekitar 5.000 hektar hutan mangrove yang dilindungi telah disulap mafia tanah menjadi kebun sawit. Hal ini disampaikan oleh Dewan Daerah Wanahana Lingkunan Hidup (Walhi) Sumatera Utara (Sumut), Marjoko kepada Bergelora.com di Medan Kamis (30/10).
“Perambahan hutan konservasi adalah sebuah pelangaran hukum yang tidak bisa dibiarkan, maka perlu dilakukan tindakan hukum yang tegas dan tidak setengah-setengah. Jjangankan untuk mengambil atau merusak hasil hutannya, untuk memasuki kawasan hutan konservasi saja diperlukan ijin dari pihak terkait.” Tegas Marjoko.
Menurutnya hampir semua kondisi hutan di Sumut gundul. Satu penyebab perubahan iklim di Sumut karena sekitar 891 hektar hutan di Sumut terbakar. Dari 891 Ha itu 123 hektar merupakan kawasan hutan lindung. Perambahan hutan yang mencapai 694.295 Ha pada tahun 2007. Kebakaran hutan pada umumnya disebabkan faktor manusia sebanyak 99 persen, baik di sengaja ataupun karena kelalaian. Perambahan hutan itu terdiri atas hutan lindung, seluas 207.575 Ha, kawasan konservasi sekitar 32.500 Ha, hutan bakau 54.220 Ha dan hutan produksi 400.000 Ha.
Dampak yang ditimbulkan banjir besar yang menenggelamkan 15 kecamatan di Kabupaten Langkat, Sumut ditengarai karena hutan di Taman Nasional Gunung Leuser yang sudah semakin gundul.
“Ini karena hutan sudah mengalami kegundulan di bagian hulu. Sehingga dengan curah hujan yang tinggi, di hulu tidak tertampung lagi dimana hulu dari Sungai Wampu dan Sungai Besitang. inilah yang saat ini sudah tidak dapat lagi menampung debit air dari hulu,” jelasnya.
Kekurangan Personil
Sementara Kepala Seksi Pengamanan Hutan Dinas Kehutanan Sumut, Albert Sibuea, saat dihubungi Kamis (30/10) mengungkapkan jika pihaknya telah berupaya maksimal melakukan penegakan hukum dalam pengamanan kawasan hutan. Dalam dua bulan terakhir ini, Polisi Kehutanan telah melakukan penangkapan alat berat dan dump truck yang digunakan untuk perambahan hutan di Langkat, Paluh Puro Deliserdang, dan di Labuhanbatu Utara.
Menurutnya pengamanan hutan saat ini memiliki keterbatasan personil, dan sarana prasarana. Untuk Sumut hanya memiliki personil polisi hutan (Polhut) sebanyak 200 personel. Sementara luas hutan sumut yang terdiri dari 33 kabupaten/Kota yang harus di amankan seluas lebih kurang 5 juta hektar.
“Kami masih banyak memiliki keterbatasan, baik itu angaran, sarana dan prasarana, maupun personil. Idealnya pengamanan hutan di sumut kita minimal membutuhkan 1.000 personil. Dan sudah 14 tahun ini tidak ada rekrutmen Polhut. Polhut yang ada saja saat ini rata-rata berusia lanjut” kata Sibuea.
Dalam melakukan pengamanan pihaknya mengaku tidak jarang harus behadapan dengan oknum Organisasi Kepemudaan (OKP) yang dijadikan alat bagi pengusaha. Sehinga pihaknya sering mengalami kesulitan.
Menangapi hal tersebut, Marjoko menilai hal itu adalah persoalan internal Dinas Kehutanan dan dianggap alasan klasik yang tidak pernah terselesaikan. Jika Dinas Kehutanan merasa kekurangan personil, seharusnya mereka bisa menambah personilnya.
“Persoalan penegakan hukum ini bukan hanya tanggungjawab mereka, jika mereka tidak mampu, mereka bisa minta bantuan kepolisian atau brimob. Atau bahkan menambah personilnya.” Ungkap Marjoko. (Sugianto)