BANDARLAMPUNG – Pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak yang disiapkan oleh pemerintah pusat dan daerah akan melahirkan calon-calon kepala daerah karbitan yang bisa memenangkan pilkada dengan menggunakan kekuatan modal. Kepala daerah yang menang akan terikat hutang dan menjalankan roda pemerintahan secara pragmatis. Demikian Juru Bicara Jaringan ’98 Lampung Ricky Tamba kepada Bergelora.com di Lampung, Rabu (27/5), menyikapi momentum Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) serentak 9 Desember 2015 mendatang.
“Ini berbahaya buat stabilitas Pemerintahan Jokowi yang hendak mewujudkan Trisakti Bung Karno dan Nawacita. Bagaimana mungkin berbagai kebijakan prorakyat dari pusat dapat berjalan baik, bila bupati, wali kota dan gubernur terpilih nanti dengan kewenangan besar sesuai ketentuan otonomi daerah, banyak asal-asalan dan ‘karbitan’. Antara pusat, provinsi dan kabupaten kota arahnya beda. Bisa jadi bom waktu,” paparnya.
Mayoritas bakal calon kepala daerah menurutnya hanya akan mengandalkan popularitas hasil rekayasa modal, tanpa rekam jejak yang jelas dan panjang dalam perjuangan kerakyatan. Partai-partai politik pragmatis dalam penjaringan calon, sementara banyak penyelenggara pilkada bermental bak event organiser (EO) yang targetnya hajat terlaksana.
“Demokrasi sejati harus berkualitas dan menyejahterakan rakyat, bukan hanya gaduh dan sibuk prosedural semata,” ujarnya.
Ricky menilai, proses dan tahapan pilkada tidak akan memenuhi harapan tercapainya akselerasi pembangunan daerah yang berpihak kepada rakyat miskin khususnya di pelosok perdesaan, bila dibiarkan seperti sekarang.
Sebaiknya, lanjut Ricky, Presiden Jokowi melakukan analisa evaluasi berbagai kegagalan capaian pembangunan di daerah dan cepat menuntaskan berbagai keresahan rakyat khususnya menyangkut dugaan korupsi dan perilaku kepala daerah yang akan maju kembali (incumbent) serta berbagai kejahatan elite lokal yang merugikan rakyat.
“Jangan sampai incumbent dan elite lokal yang diduga tersangkut kasus korupsi, ijazah palsu dan lainnya bisa maju dan menang terus ditangkap sehingga daerah kacau. Atau kepala daerah terpilih sangat liberal kapitalistik, tak bersinergi dengan visi-misi Trisakti dan Nawacita Jokowi. Berbahaya!” tegasnya. (Ernesto A. Goevara)