JAKARTA- Ahli hukum administrasi negara, I Gde Pantja Astawa, mengatakan nilai kerugian negara yang disangkakan oleh penegak hukum bisa batal. Hal ini dimungkinkan bila penghitungan itu dilakukan institusi atau lembaga yang tak punya wewenang menyatakan kerugian negara.
Hal itu disampaikan Pantja saat hadir sebagai ahli dalam persidangan kasus dugaan korupsi dalam pengadaan tiga unit Quay Container Crane (QCC) di PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II. Perkara tersebut menjerat mantan Direktur Utama (Dirut) PT Pelindo II Richard Joost (RJ) Lino.
“Tak berwenang ya batal demi hukum, orang enggak punya wewenang kok, memaksakan diri,” kata Pantja di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis, 4 November 2021.
Pantja mencontohkan seteru Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok terkait kasus audit Rumah Sakit Sumber Waras. Kasus itu tidak menjunjung asas asersi atau suatu pernyataan oleh satu pihak.
Temuan BPK pada kasus itu, kata Pantja, tidak lebih dulu dikonfirmasi pada entitas atau orang yang terperiksa. Padahal, konfirmasi penting untuk meluruskan temuan.
“Barangkali dia punya penjelasan, kenapa pemeriksa pajak itu memperoleh temuan, what’s wrong with you? Dikasih kesempatan (meluruskan), tidak bisa serta merta di-publish, tidak bisa,” ucap Pantja.
Menurut Pantja, setiap pemeriksaan keuangan atau berkaitan dengan audit harus melalui sejumlah tahapan. Selain itu, memerlukan konfirmasi dari pihak dalam ruang lingkup audit tersebut.
“Mana kala auditor itu melakukan pemeriksaan berarti ada proses pemeriksaan dan ada orang yang diperiksa, auditee, entitas,” ucap Pantja.
Pantja mengatakan asas asersi mutlak dalam setiap pemeriksaan pengelolaan keuangan negara. “Mutlak untuk dikonfirmasi kepada terperiksa (dalam pemeriksaan atau penghitungan kerugian negara),” ujar Pantja.
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, pada perkara ini, RJ Lino didakwa merugikan keuangan negara sebesar mencapai US$1,997 juta. Kerugian itu terkait pengadaan tiga unit QCC pada 2009-2011.
Angka itu jauh dari perhitungan KPK sebelumnya. Lembaga Antikorupsi menyebut kerugian negara atas ulah Lino hanya US$22.828,94.
Angka itu didapat dari temuan unit forensik akunting direktorat deteksi dan analisis korupsi KPK. Temuan itu dilihat pada 2010. (Web Warouw)