Sabtu, 24 Mei 2025

Polri Bantah Keteribatan 139 Personil Dalam Penyelundupan Senjata Di Darfur

JAKARTA- Berdasarkan informasi awal yang disampaikan dari komandan Satgas FPU ke 8 maka Polri menyatakan bahwa Personil Polri tidak terlibat penyelundupan senjata yang baru saja terjadi di airport Darfur, Sudan, Afrika. Hal ini disampaikan oleh Kabagpenum, Polri, Kombes Pol. Martinus Sitompul di Jakarta, Selasa (24/1).

“Senjata bukan milik anggota polri. Itu ditandai dari pertama,  tidak ada lebel Indonesia disitu. Yang kedua, kopernya juga berbeda warna dari yang disita. Dan yang ketiga, yang dikeluarkan dari tas oleh petugas bukan senjata Polri, pada Kamis 19  Januari lalu,” ujarnya.

Ia menjelaskan bahwa berdasarkan laporkan Komandan Satgas FPU ke 8, AKBP John Hutajulu sebelum kejadian, sekitar 10-12 meter terlihat sekelompok tas didekat pemeriksaan X-ray. Otoritas bandara menanyakan apakah kelompok barang itu milik anggota Polri.

“Karena lebel tidak ada, warnanya juga berbeda maka dinyatakan itu bukan milik Polri. Kemudian mereka memasukan tas itu dalam X-ray dan terlihat gambar di dalam tas berisi senjata dan amunisi,” jelasnya.

Namun untuk memastikan informasi yang disampaikan oleh Komandan Satgas FPU ke 8 itu, Selasa (24/1) malam ini diberangkatkan tim ke Darfur.

“Kita mengirim 8 orang. Dua orang diantaranya dari Kementerian Luar Negeri untuk memberikan bantuan hukum. Untuk memastikan informasi yang diterima dari Komandan Satgas itu benar atau tidak. Kita kemudian akan melakukan klarifikasi dan memulangkan personil Polri yang tergabung dalam FPU ke 8 itu,” jelasnya..

Kombes Pol. Martinus Sitompul menjelaskan bahwa Polri sudah melakukan 8 kali pengiriman pasukan untuk terlibat dalam misi perdamaian di luar negeri.

“Pasukan ke 9 baru dikirim lagi hari Senin (23/1) lalu sebanyak 140 personil. Performance FPU dari 1-8 itu luar biasa bagi UNAMID (The United Nations–African Union Mission in Darfur) tempat FPU melakukan misi perdamaian. Performance mereka diakui dari segi pengawalan, dari sisi penampilan, kemampuan melakukan tugas-tugas dan kegiatan rutin seperti patroil diapresiasi UNAMID,” jelasnya.

Rekrutremen menurutnya dilakukan 6 bulan sebelumnya lewat selekesi dari setiap Polda untuk bisa lolos dan diberangkatkan.

“Kita tunggu dulu hasil investigasi yang akan dilakukan supaya kita bisa tahu dan clear apakah itu barang yang diselundupkan anggota FPU dari Polri atau bukan. Berdasarkan laporan komandan Satgas FPU ke 8, AKBP John Hutajulu itu bukan barang mereka. Kalaupun ada penyelundupan dalam beberapa kasus pasti bukan dalam bentuk yang utuh. Laras terpisah dari gagang ditas yang berbeda. Ini modusnya. Tapi dalam posisi besar hampir 90 pucuk senjata dengan megazin dan amunisi ini hampir mustahil. Namun kita tunggu saja hasil investigasi,” ujarnya.

Ia menjelaskan, sudah ada tim gabungan yang diberangkatkan dan segera berkomunikasi dengan UNAMID dan Kedutaan Indonesia di Darfur, Sudan.

“Disana sudah ada bantuan dari Kedutaan yang menurunkan personil mendampingi personil Polri. Kita berharap personil FPU sebanyak 139 ini bisa segera kembali dan beraktifitas kembali seperti sebelumnya,” katanya.

Bantahan Kompolnas

Sebelumnya, Kompolnas juga sudah membantah pemberitaan yang menuduh keterlibatan personil Polri dalam penyelundupan senjata itu. Kompolnas meyakini, bahwa Polri sekali tidak terlibat dalam dugaan penyelundupan senjata tersebut. Hal ini disampaikan oleh Komisioner Kompolnas Bekto Suprapto kepada media di Jakarta beberapa hari lalu.

“Kompolnas menemukan bahwa Faktanya dalam pasukan FPU-8, tidak ada satupun personel Polri yang ditangkap, yang ada hanya penundaan kepulangan dalam rangka membantu UNAMID, PBB dan Pemerintah Sudan untuk membuat lebih terang dan jelas permasalahan yang ada,” katanya.

Ia menjelaskan, bahwa barang-barang yang berisi senjata illegal tersebut jelas faktanya bukan milik Polri ataupun pasukan FPU 8. Tidak menggunakan label atau tanda identitas pasukan FPU 8, bahkan tidak ada dalam manifest barang pasukan FPU-8.

“Kompolnas dalam hal ini mendukung seluruh pihak untuk dengan objektif, professional, bertanggungjawab (akuntabel) dan transparan mengungkap kasus tersebut di atas,” katanya.

Bandara di El Fasher, Darfur itu pengelolaan dan sarananya tidak bisa disamakan kualitas pengelolaan dan sarana bandara di Bima, Kupang dan Sorong yang jauh lebih baik dibandingkan dengan El Fasher.

“Kesemerawutan dan ketidakteraturan sebagaimana daerah konflik atau perang, nampak jelas di bandara tersebut,” katanya.

Kepada Bergelora.com dilaporkan bahwa, Kompolnas mengusulkan kepada Polri untuk turut serta membantu Kepolisian Sudan dan UNAMID dengan menyediakan bantuan SDM dan Sarpras untuk Scientific Investigation. (ZKA Warouw)

 

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru