Selasa, 15 Juli 2025

SEGERA KONGKRITKAN KERJASAMA LCS..! Amerika–Tiongkok Sepakat Turunkan Tarif, Dubes Djauhari: Dunia Menuju Kekuatan Baru

JAKARTA — Kesepakatan bersejarah antara Amerika Serikat dan Tiongkok berhasil dicapai pada Senin lalu di Jenewa, menandai titik balik dalam perang dagang yang telah berlangsung selama beberapa tahun.

Kedua negara setuju untuk menurunkan tarif secara signifikan, dalam sebuah langkah yang disebut Duta Besar Indonesia untuk Tiongkok, Djauhari Oratmangun, sebagai “genjatan senjata” perdagangan.

“Diskonnya luar biasa,” ujar Djauhari dalam acara Talk Show Trump Effect: Bagaimana Indonesia Mendulang Peluang di Tengah Perang Dagang yang digelar di Jakarta, Rabu (14/5).

Dalam kesepakatan tersebut, Amerika Serikat sepakat menurunkan tarif terhadap produk tas asal Tiongkok dari 145% menjadi 30%, sementara Tiongkok mengurangi tarif atas sejumlah produk asal Amerika dari 125% menjadi hanya 10%.

Djauhari menilai kesepakatan ini sebagai hasil dari negosiasi yang sangat terstruktur, dengan keterlibatan langsung tokoh-tokoh penting dari kedua belah pihak. Dari sisi Tiongkok, perundingan dipimpin oleh Wakil Perdana Menteri dan melibatkan para ahli perdagangan internasional serta keuangan global.

Menurut Djauhari, Tiongkok secara strategis menurunkan tarif pada sektor pertanian, yang dianggap sebagai sektor vital bagi basis pemilih Presiden Donald Trump.

“Ini adalah pukulan politik yang sangat diperhitungkan, dan bisa berdampak langsung pada dukungan domestik terhadap Trump,” ujarnya.

Lebih lanjut, Djauhari menyampaikan bahwa pertumbuhan ekonomi Tiongkok pada kuartal keempat tahun lalu mencapai 5,4%, melampaui ekspektasi analis. Target pertumbuhan tahun 2024 pun disesuaikan menjadi 5%. Hal ini, menurutnya, mencerminkan ketahanan ekonomi Tiongkok di tengah tantangan global pascapandemi.

Berbicara dalam konteks Indonesia, Djauhari menekankan pentingnya menjaga hubungan baik dengan kedua negara adidaya tersebut.

“Perdagangan kita dengan Tiongkok telah mencapai USD 147,8 miliar — jauh lebih besar dibandingkan dengan Amerika Serikat (USD 37 miliar) maupun seluruh Eropa Barat (USD 27 miliar),” jelasnya.

Ia juga menyampaikan pandangannya mengenai arah baru dinamika global. Menurut Djauhari, dunia tengah bergerak menuju konfigurasi kekuatan baru, yang bisa menjadi tripolar atau tetap bipolar. Dalam konteks ini, ia menilai peran Indonesia semakin relevan, terutama melalui strategi diplomasi aktif, termasuk hubungan erat antara Presiden Prabowo dan Presiden Xi Jinping.

“Diplomasi Indonesia telah menunjukkan arah yang strategis di tengah ketidakpastian global,” pungkasnya.

Kerjasama di Laut China Selatan

Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, beberapa waktu lalu, China dan Indonesia mengeluarkan pernyataan bersama (joint statement) soal kerja sama maritim usai Presiden Prabowo Subianto bertemu Presiden Xi Jinping di Beijing.

Kedua pemimpin negara membahas kerja sama di berbagai bidang dan membahas situasi global, termasuk sengketa Laut China Selatan.

Dalam pernyataan bersama Prabowo-Xi Jinping terkait kerja sama maritim antara RI-China. Berikut kutipan poin 9 dalam pernyataan bersama kedua presiden yang dirilis oleh kantor berita China, CGTN:

Kedua pihak akan bersama-sama menciptakan lebih banyak terobosan dalam kerja sama maritim.

Kedua pihak menekankan kerja sama maritim sebagai komponen penting dalam kerja sama strategis komprehensif antara China dan Indonesia. Mereka akan secara aktif menjajaki dan melaksanakan lebih banyak proyek kerja sama maritim, menciptakan lebih banyak terobosan positif, bersama-sama menjaga perdamaian dan ketenangan di laut, memperbaiki sistem tata kelola maritim, menjaga laut tetap bersih dan indah, serta mencapai kesejahteraan maritim.

Kedua pihak juga mencapai kesepahaman penting tentang pengembangan bersama di wilayah yang memiliki klaim tumpang tindih, serta sepakat untuk membentuk Komite Pengarah Bersama Antar-Pemerintah guna menjajaki dan memajukan kerja sama terkait berdasarkan prinsip “saling menghormati, kesetaraan, manfaat bersama, fleksibilitas, pragmatisme, dan pembangunan konsensus,” sesuai dengan hukum dan peraturan yang berlaku di masing-masing negara.

Perairan LCS itu selama ini telah menjadi titik panas konflik antara China yang tumpang tindih dengan teritorial sejumlah negara terutama negara di ASEAN seperti Filipina, Vietnam, hingga Malaysia.

Tumpang tindih (overclaim) dengan Indonesia adalah antara klaim nine dash line China dengan Zona Eksklusif Ekonomi Indonesia di Natuna Utara.

Selama ini, Indonesia menegaskan tidak memiliki sengketa teritorial dengan Beijing di Laut China Selatan.

Di sela-sela kunjungannya ke Amerika Serikat, Prabowo menegaskan akan menjaga kedaulatan Indonesia di Laut China Selatan.

Prabowo mengatakan ia juga membahas persoalan Laut China Selatan dengan Presiden Amerika Serikat Joe Biden saat bertemu di Gedung Putih pada Selasa (12/11).

Menurutnya, Indonesia membuka pintu kerja sama dengan semua negara.

“Laut China Selatan kita bahas. Saya katakan kita ingin kerja sama dengan semua pihak. Kita menghormati semua kekuatan, tapi kita juga akan tetap mempertahankan kedaulatan kita,” kata Prabowo di Amerika Serikat, Kamis (14/1).

Prabowo berkata ingin selalu mencari peluang kerja sama. Dia meyakini kolaborasi lebih baik daripada konfrontasi.

Sikap Presiden Prabowo Subianto dalam membangun kerjasama di LCS adalah terobosan baru dalam menghadapi masalah LCS.

Ketimbang berkonflik, lebih baik membangun kerjasama antar semua negara yang bersinggungan dengan LCS. Langkah Indonesia dan China akan membangun masa depan baru antara China dan negara-negara ASEAN.

 

 

 

(Web Warouw)

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru