JAKARTA – Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyatakan, bencana banjir yang melanda wilayah Jabodetabek beberapa waktu lalu telah memicu kerugian sosial ekonomi mencapai lebih dari Rp1,69 triliun.
“Total nilai kerusakan dan kerugian akibat bencana ini mencapai Rp 1.699.670.076.814. Angka ini mencerminkan dampak serius terhadap infrastruktur, perekonomian, dan kehidupan masyarakat di daerah terdampak,” kata Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari, dikutip Bergelora.com di Jakarta Jumat (28/3/2025).

BNPB mencatat nilai kerusakan dampak banjir yang tertinggi terjadi di Kabupaten Bekasi sebesar Rp 659,1 miliar dengan tambahan kerugian sebesar Rp 20,9 miliar, sehingga total dampaknya mencapai Rp 680 miliar.
Sementara untuk Kota Bekasi mengalami kerugian terbesar tanpa adanya laporan kerusakan dengan total Rp 878,6 miliar.
Selanjutnya untuk Provinsi Jakarta, total kerusakan dan kerugian mencapai Rp 1,92 miliar, kemudian Kabupaten Bogor sebesar Rp 96,7 miliar, Kota Depok senilai Rp 28,8 miliar.

Meskipun tanpa laporan kerusakan fisik, kata dia, Kabupaten Tangerang mencatat kerugian sebesar Rp 5,06 miliar dan hanya Kota Tangerang serta Kota Tangerang Selatan yang tidak melaporkan adanya kerusakan atau kerugian yang signifikan.
Menurut dia, kerusakan rumah serta kerugian akibat kehilangan barang dan kebutuhan dasar memberikan dampak besar bagi masyarakat terdampak, dimana untuk sektor perumahan paling terdampak, dengan nilai kerusakan dan kerugian mencapai Rp 1.344.732.352.500.
Selanjutnya infrastruktur mengalami kerusakan dengan senilai Rp 45,880 miliar, dan kerugian akibat gangguan akses transportasi dan fasilitas umum mencapai Rp 110.117.582.000. Dengan begitu total kerugian sektor ini mencapai Rp 155.997.582.000.
Selain itu sektor ekonomi juga terdampak cukup besar, dengan nilai kerusakan mencapai Rp 130,275 miliar serta kerugian akibat penurunan aktivitas ekonomi senilai Rp 14.188.511.000.

“Hal ini mencerminkan bagaimana bencana banjir tidak hanya merusak infrastruktur fisik tetapi juga menghambat roda perekonomian masyarakat,” kata Abdul.
Sedangkan sosial mengalami kerugian sebesar Rp 36.786.198.314 yang mencakup gangguan layanan kesehatan, pendidikan, serta peningkatan kebutuhan bantuan sosial bagi masyarakat terdampak. Bahkan, kerugian lintas sektor mencatat total kerugian sebesar Rp 352.452.000.
“Istilah ini mencakup berbagai aspek, seperti dampak terhadap tata kelola pemerintahan, lingkungan, dan lainnya dalam penanganan bencana. Dengan total nilai kerusakan dan kerugian yang hampir mencapai Rp 1,7 triliun, banjir Jabodetabek 2025 menjadi salah satu bencana dengan dampak ekonomi dan sosial yang besar,” katanya.

Hal itu, lanjutnya, semakin menegaskan bahwa semua pihak, khususnya masyarakat, harus memandang serius kelestarian lingkungan dalam program pembangunan (RT/RW), karena akan lebih baik memaksimalkan upaya pencegahan atau menjaga ketimbang menanggulangi dampak bencana.
BNPB dalam hal ini turut berkontribusi besar dengan melaksanakan Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) untuk mengendalikan intensitas hujan di wilayah terdampak sekaligus sebagai bagian dari upaya mitigasi hingga upaya literasi kebencanaan kepada masyarakat.
“BNPB juga telah memberikan bantuan berupa dana operasional serta bantuan logistik dan peralatan senilai Rp 8.225.706.356 kepada pihak-pihak terkait dalam penanganan bencana,” kata dia. (Calvin G. Eben-Haezer)