Selasa, 1 Juli 2025

SUDAH JADI KEARIFAN LOKAL…! KPK Sebut Pejabat Sudah Tak Takut Korupsi: Risiko Rendah, Keuntungan Tinggi

JAKARTA – Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan pejabat di Indonesia sekarang tidak takut untuk melakukan korupsi. Hal itulah yang membuat indeks persepsi korupsi di Indonesia menurun.

“Saya kan juga banyak menerima informasi dan mendengar cerita dari para penyelenggara negara pejabat-pejabat. Sekarang orang nggak takut lagi Pak untuk korupsi,” kata Alex di kawasan Bogor, Jawa Barat, Kamis (12/9/2024).

Alex mengatakan bahwa korupsi di Indonesia itu memiliki risiko yang rendah. Namun bisa mendapatkan keuntungan yang tinggi.

“Korupsi itu di Indonesia itu risikonya rendah. Berbeda dengan investasi yang high risk, korupsi itu risiko rendah, kemungkinan untuk mendapatkan keuntungan yang besar tinggi,” katanya.

Alex mengungkap sulitnya membuat korupsi menjadi berisiko tinggi. Dia pun mencontohkan Singapura dan Hong Kong yang kini tegas menindak pelaku korupsi.

“Di Indonesia kita belum mendapatkan momentum seperti itu. Belum ada pimpinan negara yang berani men-declare zero tolerance terhadap korupsi. Dengan kekuasaan memerintahkan seluruh aparat untuk memerangi korupsi, kita belum pernah punya pimpinan seperti itu,” sebutnya.

Lebih Permisif Terhadap Korupsi

Kepada Bergelora.com di Jakarta dilapotkan, Badan Pusat Statistik (BPS) menyampaikan, Indeks Perilaku Antikorupsi (IPAK) masyarakat Indonesia pada 2024 di angka 3,85 poin yang jika berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RJPMN) 2024 masih berada 0,29 poin di bawah target.

“Nilai IPAK mencapai 3,85 mengalami penurunan sebesar 0,07 poin dibandingkan dengan IPAK 2023 yang mencapai 3,92. Penurunan IPAK tentunya merupakan indikasi bahwa masyarakat lebih permisif terhadap perilaku korupsi,” kata Pelaksana Tugas Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti di Jakarta, Senin, 15 Juli 2024 lalu.

Menurut Amalia, penurunan ini disebabkan melemahnya indeks persepsi dan indeks pengalaman masyarakat yang berkaitan dengan pelayanan publik.

Amalia menjelaskan, IPAK merupakan ukuran yang mencerminkan perilaku antikorupsi di masyarakat yang diukur dengan skala 0 hingga 5. Semakin tinggi nilai indeks ini, maka semakin tinggi budaya antikorupsi di masyarakat.

Namun sebaliknya, semakin rendah nilai IPAK, maka masyarakat semakin permisif terhadap perilaku korupsi.

Menurut dia, indeks ini menggambarkan perilaku dan pengalaman seseorang terkait korupsi skala kecil (petty corruption), serta grand corruption atau penyalahgunaan kekuatan tingkat tinggi yang menguntungkan segelintir orang dengan mengorbankan masyarakat.

Lebih lanjut, ia mengatakan IPAK 2024 dihitung berdasarkan hasil survei perilaku antikorupsi yang dilaksanakan di 186 kabupaten/kota sampel untuk estimasi level nasional. Jumlah sampel blok sensus dalam survei ini sebanyak 1.100, dengan target jumlah sampel rumah tangga mencapai 11.000.

Survei IPAK dilaksanakan secara tatap muka pada 22 April-22 Mei 2024 dengan data yang terkumpul mencakup pendapat atau persepsi terhadap kebiasaan di masyarakat dan pengalaman berhubungan dengan layanan publik dalam hal penyuapan, gratifikasi, pemerasan, serta nepotisme.

IPAK Indonesia dalam kurun lima tahun terakhir mengalami stagnasi di angka 3,8 hingga 3,9 poin. (Enrico N. Abdielli)

 

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru