JAKARTA- Sejumlah aktivis gerakan sosial menyurati Presiden Joko Widodo, memohon agar Presiden tidak membiarkan Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo Wadas di Purworejo tidak dijadikan wilayah pertambangan bati andesit untuk bendungan Bener.
“Seharusnya Wadas.menjadi heritage wilayah strategis pertahanan negara karena punya sejarah perlawanan rakyat melawan kolonialisme,” ujar surat tersebut.
Beberapa waktu lalu, konflik besar sempat terjadi di Wadas antara rakyat yang menolak pertambangan dan pihak aparat kepolisian.
Bergelora.com di Jakarta memuat lengkap surat terbuka untuk Presiden Joko Widodo.
Wadas, 4 Juli 2022
Yth. Presiden RI /Panglima Tertinggi TNI
Bpk. Ir. H. Joko Widodo
di tempat
Salam hormat.
Semoga Bapak Presiden Republik Indonesia dalam keadaan sehat selalu.
Melalui surat ini, perkenalkan, kami adalah kelompok masyarakat Warga Negara Indonesia yang sepakat dengan sebagian besar warga Wadas yang menolak
rencana pemerintah menambang batu
andesit untuk material pembangunan Bendungan Bener.
Bapak Presiden RI yang terhormat, mungkin Bapak sudah mendengar perihal
alasan warga desa Wadas yang menolak rencana tambang andesit itu. Mereka tidak mau kehilangan tanah
pertanian yang menjadi sumber penghidupan bagi mereka dan anak-cucu
nanti, dan juga soal potensi kerusakan lingkungan/bencana yang ditimbulkan
akibat aktivitas pertambangan.
Perlu diketahui, Wadas berada di Perbukitan Menoreh yang rawan tanah
longsor. Tetapi selain dua alasan penting di atas, Warga punya alasan lain yang bersifat tak ternilai.
Perbukitan di Wadas memiliki nilai sejarah
yang sangat penting dan menjadi tempat strategis yang ideal untuk latihan militer. Mengapa harus hilang bahkan dirusak dan dihancurkan?
Sejarah telah mencatat wilayah Wadas pernah menjadi salah satu markas bagi perang gerilya Pangeran Diponegoro melawan penjajahan Belanda pada tahun 1825 hingga 1830.
Perang ini tercatat sebagai salah satu perang terbesar di Pulau Jawa sehingga
membuat pihak Belanda mengalami kerugian finansial yang sangat signifikan. Jejak sejarah ini ditandai dengan adanya makam Pangeran Dipoyudo dan para pengikutnya di Wadas.
Pangeran Dipoyudo sendiri adalah salah satu panglima dalam pasukan Pangeran
Diponegoro. Selanjutnya, mereka itulah orang-orang
yang kemudian turun temurun menjadi warga Wadas.
Bapak Presiden yang terhormat, jasa Pangeran Diponegoro terhadap kemerdekaan Indonesia sangat besar. Namanya diabadikan untuk berbagai jalan utama di kota-kota besar dan nama Komando Daerah Militer (Kodam). Sudah sepantasnya jika jejak sejarahnya, seperti wilayah yang pernah jadi basis pertahanannya, seperti Wadas juga dipertahankan.
Selain itu wilayah Wadas sejak tahun 1960-an hingga 2019 selalu menjadi tempat untuk latihan militer bagi para taruna Akademi Militer di Magelang dan tentara dari kesatuan Kodam VII Diponegoro. Mengapa dijadikan tempat latihan militer, tentu karena Wadas memiliki bentang alam yang cocok dan strategis untuk
melatih keterampilan perang para prajurit itu.
Bapak Presiden RI yang terhormat, berdasarkan pertimbangan itu, kami dan
warga Wadas memohon agar memindahkan rencana pertambangan batu andesit di Wadas ke wilayah lainnya.
Sangat sayang rasanya jika wilayah yang jadi “sekolah alam” bagi militer ini hancur
karena pertambangan. Selain itu mencari tempat lain untuk latihan militer yang ideal, kiranya juga tidak mudah.
Alih-alih menjadi tempat aktivitas pertambangan, kiranya pemerintah semestinya bisa menetapkan wilayah Wadas sebagai Heritage Wilayah Strategis
Pertahanan Negara. Hal ini sekaligus bisa menjadi rasa terima kasih kepada warga Wadas yang telah turut membina para ksatria prajurit TNI yang bisa membanggakan seluruh Bangsa Indonesia.
Demikian permohonan kami. Jika ada salah kata, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Atas perhatian Bapak Presiden RI, kami
mengucapkan banyak terima kasih.
Hormat kami, WNI Pecinta Kelestarian Alam Wadas:
1. Yayak Yatmaka (Pekerja Seni dan Pekerja Sosial)
2. Tri Agus Susanto Siswowiharjo (Dosen)
3. I. Sandyawan Sumardi (Pekerja Kemanusian)
4. Nursyahbani Katjasungkana (Pekerja
bantuan hukum)
5. Farid Gaban (Petani, Yayasan Zamrud
Khatulistiwa)
6. Prathiwi Widyatmi Putri (Pekerja Riset, warga Indonesia tinggal di Jerman)
7. Anwar “Sastro” Ma’ruf (KPRI)
8. John Muhammad (Arsitek, Presnas PHI)
9. M. S. C. Gemilang (Peneliti)
10. Hertasning Ichlas, peneliti di Van Vollenhoven Institute, Leiden University.
11. Samsudin, Pendongeng, Pekerja Peletarian lingkungan dan satwa langka
12. Evy Silviani (Humanitarian Worker)
13. Toto Raharjo (Pekerja Sosial)
14. Siswa Santoso (Pegiat dan periset merdeka bidang hubungan agraria)
15. Bimo Hernowo (PhD Cand, Universitas Utrecht, Belanda)
16. Andre “Abeng” Siswanto (Fasilitator – Pekerja Riset)
17. Doddy Priambodo (Pekerja Seni)
18. A’ak Abdullah Al Kudus (GusDurian Peduli)
19. Rajidt Charamsar (Pendamba Keadilan dan Dosen)
20. Arahmaiani (Pekerja Seni)
21. Halim HD (Networker Kebudayaan)
22. Isnu Handono (Cah Pordjo Rantauan; Pekerja Kemanusiaan)
23. Harry Wibowo (Pembela HAM)
24. Rosyid “Roy” Murtadho (Pengjar Pesantren Ekologi Misyikat al Anwar Bogor, Presnas PHI)
26. Chrisman Hadi (Ketua DKS)
27. Gede Sandra (KPBI)
28. Damairia Pakpahan (Aktivis Perempuan)
29. Teguh Priyono (Jurnalis)
30. Dewi Kartika (Konsorsium Pembaruan
Agraria-KPA)
31. Usman Hamid (Amnesty International Indonesia)
32 Agus Rakasiwi (wartawan)
33. Surya Anta (Aktivis)
34. Bambang Isti Nugroho (Ketua Komunitas Guntur 49)
35. Leonard Simanjuntak (Greenpeace Indonesia)
36. Frans Ari Prasetyo (Pekerja riset)
37. Sudirman Asun (Ciliwung Institute)
38. Dianto Bachriadi (Peneliti ARC)
39. Rama P. Dikimara (Dewantara Institute)
40. Abdurrahman Syebubakar (Institute
for Democracy Education/IDe)
41. Francis Wahono (Cindelaras Institute, Yogya)
42. Rudi Rahabeat (Pendeta, Ambon)
43. Ramadhani Akrom (Jurnalis)
44. Maimura (Pekerja Seni)
45. Sugeng Teguh Santoso (ketua Umum Peradi Pergerakan dan Ketua Indonesia Police watch)
46. Judith (Aktivis)
47. Paskah Irianto (Senator Prodem)
48. Frederika Korain (Advokat)
49 Anwar Jimpe Rachman (pustakawan)
50. KRT. Agus Istijantonagoro (Ketua Perhimpunan Solidaritas Buruh)
51. Ponang Aji Handoko (Aliansi Masy Anti Korupsi) AMAK
52. Daniel Sugama Stephanus, Sahabat
Alam (SALAM) Indonesia
53. Iwan Febryanto, EcoSUFI (Ecological Society for Understanding Fundamental
Ideas)
54. Dolorosa Sinaga (Pegiat Seni dan HAM)
55. Arjuna Hutagalung (Pegiat Seni dan HAM)
56. Deny Tjakra (pegiat kemanusiaan)
57. Wardah Hafidz (Urban Poor Consortium)
58. Totok Harsono Sahputro (Anggota Wanadri, Pendiri YABI – Yayasan Alam
Bebas Indonesia).
59. Monty (Wiraswasta/Penggerak Praktisi UMKM)
60. Ito Joyoatmojo (pecinta lingkungan)
61. Irawan Marhadi (Pemerhati lansekap)
62. Dominggus Elcid Li (Peneliti senior IRGSC)
63. Wiladi Budiharga (SCN-CREST)
64. Raditya Mohamad (Desainer dan periset kebun)
65. Mike Marjinal (Komunitas Raring Babi)
66. Andreas Harsono (Peneliti, wartawan,
Yayasan Pantau)
67. Diana Rusdiana, BITRA-Sumut
68. Alfi Syahrin, BPRPI Sumut Jumain, SEKTI Jember
69. Agus Halim Wardana, YRBI-Aceh
70. Sulistiyono, Perkumpulan Koslata-NTB
71. Hari Patono, STAB-Bengkulu
71. Yohanes Joko Purwanto FSBKU KSN
72. Iwan Nurdin, LOKATARU
73. Mbah Sugeng, SETaM-Cilacap
74. Delima – KSPPM Parapat
75. Gondo – Serikat Petani Batanghari (SPB)
76. Jadhi – Serikat Tani Tebo (STT)
77. Idham Arsyad-Gerbang Tani
78. Doni Moidady – Yayasan Pendidikan Rakyat (YPR)
79. Richar Labiro – Yayasan Tanah Merdeka (YTM)
80. Nadia Bafagih, Rembug Perempuan Pedesaan Jawa Timur
81. Wahyudi, Organisasi Tani Jawa Tengah (ORTAJA)
82. Kasmudin J Rahman, Serikat Nelayan Teluk Palu (SNTP)
83. Sukirji, STKGB-Lampung
84. Zahedi Charamsar (Pencinta alam, dosen).
85. Syahrizal moeis (Pensiunan PNS, petani).
87. Iswanto (rakyat petani).
88. Hafifuddin Arif (pencinta alam, mahasiswa).
89. Roedy Haryo Widjono AMZ, (Nomaden Institute, Samarinda)
90. Jostianto, (Pensiunan buruh)
*Tembusan:
* Wakil Presiden RI
* Ketua Komisi III DPR-RI
* Menkomarinves
* Menkopolhukam
* Panglima TNI
* Kepala Staf TNI AD
* Menteri Pertahanan
* Menteri PUPR
* Menteri Keuangan
* Kepala BPN
* Gubernur Jawa Tengah
* Media Massa
(Web Warouw)