Jumat, 7 Februari 2025

Wah! Mantan Menteri Orba Dibalik Perampasan Tanah Rakyat Di Karawang

JAKARTA- Brimob dan preman yang di mobilisasi PT. Pertiwi Lestari baru saja meninggalkan warga diwilayah konflik agraria Teluk Jambe, Karawang, namun aktivitas manipulasi serta intimidasi terhadap rakyat masih tetap dilakukan, Jumat (2/9). Kamis (1/9) Heru Rahmad Budiman dari PT. Pertiwi Lestari, Abdul Latif Mantan Menteri Tenaga Kerja Era Orde Baru dan Kepala Desa Wanajaya Emin Saefudin serta Serka Sukahar Babinsa Desa Wanajaya mendatangi Ibu Marni lalu membawanya ke Rumah Makan Alam Sari. Hal ini disampaikan Ketua Umum Serikat Tani Nasional (STN), Ahmad Rifai kepada Bergelora.com di Jakarta, Sabtu (3/9).

“Mereka melakukan penipuan yang menyatakan bahwa Pak Maman Ketua Serikat Tani Teluk Jambe Bersatu (STTB) akan menyusul, mereka membawa Bu Marni menuju lokasi tersebut. Namun setelah cukup lama menunggu, Pak Maman tak kunjung datang hingga pada pukul 23.00 WIB mereka membawa Ibu Marni ke BRI Cabang Karawang dan melakukan tekanan transaksi. Transaksi di Bank BUMN tengah malam secara tunai adalah keistimewaan pada nasabah tertentu,” demikian jelasnya.

Ahmad Rifai menjelaskan, Ibu Marni terpaksa menerima Rp 80.000.000,- sebagai ganti bangunan rumah, namun sebelum melakukan penipuan dan tekanan, pihak PT. Pertiwi Lestari melakukan intimidasi kepada anak Ibu Marni yang menjadi guru di SD Klari.

“Dia (Bu Marni) harus menekan ibunya sendiri untuk menerima dana ganti rugi dari PT.Pertiwi Lestari. Dalam situasi tekanan tersebut Ibu Marni mendengarkan ucapan Kepala Desa Wanajaya bahwa dia tak sanggup berbuat apa-apa karena ini kehendak dari Pemerintah Kabupaten Karawang,” ujarnya.

Sekretaris Jenderal STN, Yoris Sindhu Sunarjan mencatat bahwa Petani 10 desa dari empat kecamatan tersebut menolak apapun bentuk dana yang ditawarkan oleh pihak penggusur selain berdaulat atas tanah sebagaimana amanat surat menteri ATR/Kepala BPN RI yang menyatakan tanah a.n. PT Pertiwi Lestari dengan HGB Nomor 11 dan HGB Nomor 40 serta pada areal perhutani tidak boleh ada kegiatan apapun sampai adanya penyelesaian konflik karena dalam proses pengajuan sertifikat oleh masyarakat.

“Sudah jelas sekarang, bahwa ada “invisible hand” yang ditengarai bermain di tengah konflik agraria ini dengan munculnya tokoh-tokoh sekaliber nasional yang ikut andil dalam proses penggusuran di lapangan dan ketidakberdayaan pemerintah setempat melawan desakan-desakan yang menginginkan rakyat kehilangan hak-hak agrarianya,” jelasnya.

Sebelumnya, Kamis, 1 Agustus 2016 kemarin, 10 desa, empat kecamatan yaitu Kecamantan Teluk Jambe Barat, Kecamantan Teluk Jambe Timur, Kecamatan Ciampel dan KecamatanPangkalan di Kabupaten Karawang mengalami penggusuran yang di modali oleh PT. Pertiwi Lestari dengan memobilisasi kurang lebih 950  Brimob dan aparat dari Pemkab Karawang.

Upaya penggusuran ini dapat di bendung akibat persatuan warga yang sebagian besar kaum tani yang tergabung dalam Serikat Tani Nasional (STN) dan Gerakan Nasional Pasal 33 UUD 1945. Penggusuran tidak sampai disitu, PT. Pertiwi Lestari yang dikawal oleh personel Brimob yang memasang tenda dilokasi penggusuran dan Pemkab Karawang melakukan penyisiran ke rumah-rumah warga dengan menyodorkan dokumen yang harus ditanda tangani yakni pernyataan menerima dana kerohiman sebesar Rp 30.000.000.

“Tindakan ini bagi penggusur cukup efektif karena ada sebagian warga yang ketakutan terpaksa menerimanya. Dengan menerima dana kerohiman yang merupakan akal licik pemilik modal, akibatnya petani merelakan rumahnya di hancurkan oleh milisi sipil (preman sewaan dan satpam perusahaan) dengan alat berat dan meninggalkan ladang serta padinya yang sedang menguning,” demikian Yoris Sindhu Sunarjan (Web Warouw)

 

 

Artikel Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,110PelangganBerlangganan

Terbaru