PALU- Reklamasi Teluk Palu telah merugikan masyarakat disekitar Teluk Palu, khususnya para petani garam yang hari ini mengeluhkan penurunan penghasilan garamnya. Penurunan penghasilan ini karena banyaknya material yang masuk ke lahan penggaraman warga dan berimbas terhadap menurunya produksi garam mereka. Sebelum adanya reklamasi hasil panen mencapai 6 karung, namun setelah reklamasi Teluk Palu berjalan satu tahun lamanya produksinya menurun hingga dua karung dalam satu kali panen. Hal ini disampaikan Abdul Haris dari Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulawesi Tengah kepada Bergelora.com di Palu, Rabu (30/3)
“Selain petani garam, nelayan Teluk Palu juga merasa dirugikan dengan reklamasi teluk Palu karena para nelayan harus mengeluarkan biaya yang besar untuk pergi melaut karena jarak yang ditempuh harus lebih jauh lagi ke tengah laut, akibat lokasi yang selama ini mereka gunakan untuk memancing kini telah direklamasi,” jelasnya.
Sebelumnya, akademisi Universitas Taduloka, Alamsyah Palengah menjelaskan bahwa lokasi reklamasi yang berada dalam wilayah Kota Palu dilakukan berdasarkan Surat Keputusan Walikota Palu Nomor: 650/2288/DPRP/2012 tanggal 10 Desember 2012 tentang Penetapan Lokasi Pembangunan Sarana Wisata di Kelurahan Talise, Kecamatan Mantikulore.
“Padahal pemberian izin oleh Pemerintah Kota untuk reklamasi teluk Palu tidak sesuai dengan tata ruang Kota Palu berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Kota Palu No 16 tahun 2011,” ujarnya dalam Dialog Publik dengan Tema “Reklamasi Teluk Palu Merebut Ruang Publik” yang dilakukan Walhi Sulawesi Tengah di Palu, Kamis (24/3).
Ia menjelaskan, Ombudsman Republik Indonesia perwakilan Sulawesi Tengah sebelumnya telah melakukan investigasi dan mengeluarkan surat pada tertanggal 31 Oktober 2014 dengan Nomor : 0416/SRT/0017.2014/PLU.04/X/2014.
Dalam surat tersebut Ombudsman menyarankan penghentikan semua proses pelaksanaan reklamasi pantai Teluk Palu yang dilaksanakan oleh PT. Yauri Properti Investama agar menghindari masalah hukum dan lingkungan yang diakibatkannya.
Ombudsman juga meminta peninjauan kembali seluruh dokumen pelaksanaan reklamasi pantai Teluk Palu dan menyesuaikannya dengan ketentuan perudang-undangan yang berlaku.
“Namun surat saran Ombudsman tersebut tidak diindahkan oleh pemerintah Kota Palu,” ujarnya.
Sehingga menurutnya Ombudsman kembali mengeluarkan surat saran kedua dengan No: 0202 /SRT/0069.2015/PLU.01/IV/2015 tertanggal 20 April 2015. Surat tersebut ditujukan kepada Gubernur Sulawesi Tengah dan Walikota Palu yang meminta Pemeritah Sulawesi Tengah dan Walikota Palu untuk menghentikan reklamasi Teluk Palu.
“Ini pun tidak diindahkan. Pemerintah Kota Palu bahkan merencanakan akan terus memperluas reklamasi sampai ke pantai Pantai Taman Ria di Kelurahan Lere,” ujarnya.
Padahal menurutnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) belum mengeluarkan rekomendasi atas reklamasi teluk Palu. Hal ini berdasarkan surat KKP Pada tanggal 16 April 2014 Kementerian Kelautan dan Perikanan RI No: B.821/KP3K.3/IV/2014 yang menegaskan bahwa KKP belum pernah mengeluarkan rekomendasi terkait reklamasi teluk palu.
Pemerintah kota Palu bersama PT. Yauri Properti Investama Sementara pada 9 Januari 2014, mulai melakukan reklamasi Teluk Palu. Penimbunan pertama itu di hadiri Wakil Walikota Palu ketika itu.
“Keputusan Wali Kota Palu Nomor : 650/2288/DPRP/2012 tanggal 10 Desember 2012 tentang Penetapan Lokasi Pembangunan Sarana Wisata di Kelurahan Talise, Kecamatan Mantikulore dengan luas 38,33 Ha,” ujarnya. (Lia Somba)