JAKARTA- “Tetap optimis!” Itulah pesan yang hendak disampaikan Presiden Joko Widodo saat menjadi pembicara dalam Kompas 100 CEO Forum di Jakarta Convention Center, Kamis (24/11). Presiden menyampaikan, dalam situasi sesulit apapun, semua pihak harus optimis bahwa Indonesia akan dapat menjadi lebih baik.
“Saya hanya ingin menyampaikan satu kata, yaitu optimisme. Jangan sampai kita kehilangan satu kata yang tadi saya sampaikan meskipun faktor-faktor eksternal tidak mendukung ke arah sana,” ujarnya mengawali pembicaraan.
Menurut Presiden, sebagaimana dilansir dalam siaran pers Kepala Biro Pers, Media dan Informasi Sekretariat Presiden, Bey Machmudin bahwa modal besar yang harus dimiliki bangsa Indonesia adalah optimisme untuk menghadapi segala tantangan. Sesulit apapun situasi yang dihadapi, pasti ada peluang yang dapat dimanfaatkan.
“Jangan kita membesar-besarkan sesuatu yang menyebabkan kita pesimis. Entah pengamat, entah ekonomi, entah media, tidak,” imbuhnya.
Bukan tanpa sebab dirinya menyerukan rasa optimisme ini. Di tengah kelesuan ekonomi global, Indonesia masih mampu memperoleh sejumlah capaian positif. Pertama ialah pencapaian di bidang kebijakan pengampunan pajak.
“Tax amnesty kita sudah menjadi program tax amnesty yang paling sukses. Datanya ada,” terangnya.
Presiden melanjutkan, kebijakan pengampunan pajak periode pertama yang telah selesai pada beberapa waktu lalu kini akan dilanjutkan pada periode kedua. Untuk periode kedua sendiri, presiden memandang masih terdapat sejumlah potensi bagi penerimaan negara dari pelaksanaan kebijakan tersebut.
“Sebetulnya pada pertengahan bulan November ini saya akan memulai lagi untuk sosialisasi pada periode yang kedua. Karena dari angka-angka yang kita lihat, terutama repatriasi ini masih mempunyai peluang yang sangat besar,” ucapnya.
Kepada Bergelora.com dilaporkan, capaian berikutnya yang disinggung presiden ialah mengenai cadangan devisa Bank Indonesia. Sebagaimana diketahui, negara memerlukan devisa untuk melakukan transaksi pembayaran dengan luar negeri. Dengan kata lain, cadangan devisa adalah kekayaan suatu negara yang diperoleh dari perdagangan dengan luar negeri. Bank Indonesia, sebagai bank sentral di Indonesia, tahun ini berhasil meningkatkan cadangan devisanya.
“Bisa kita lihat, melonjak dari kira-kira 100 (dalam juta USD) di awal tahun, sekarang sudah menjadi 115. Ini sebuah lonjakan yang cukup tajam dan antara lain berkat arus uang masuk karena tax amnesty,” ungkap presiden.
Demikian pula dengan transaksi perdagangan antar negara. Meski saat ini permintaan mengalami tren penurunan, Presiden Joko Widodo melihat adanya peluang yang dapat dimanfaatkan. Peluang tersebut di antaranya ialah dengan menyasar pada pasar-pasar baru yang sebelumnya tidak pernah terpikirkan untuk dijajaki oleh Indonesia.
“Masih banyak sekali sebetulnya negara-negara yang bisa dijadikan tujuan utama bagi ekspor kita yang berpuluh-puluh tahun tidak pernah kita lirik. Terutama negara-negara yang memiliki penduduk lebih dari 78 juta. Justru produk-produk yang bisa masuk ke sana adalah produk-produk UMKM kita,” terangnya.
Selama ini, Indonesia hanya berfokus untuk menjajaki pasar-pasar “tradisional” seperti Eropa, Amerika, dan juga Tiongkok. Padahal sejumlah negara lain seperti India, Sri Langka, dan Bangladesh merupakan pasar potensial yang dapat dituju oleh Indonesia.
“Saya kira semakin banyak negara tujuan pasar yang bisa kita buka, berarti kita tidak menempatkan telur dalam keranjang-keranjang tertentu saja. Makin banyak negara yang kita garap, akan semakin aman ekonomi kita,” ujar presiden.
Selain capaian-capaian tersebut di atas, Presiden Joko Widodo juga sempat menyinggung capaian lainnya seperti pembangunan infrastruktur yang sesuai dengan jadwalnya, jumlah investasi yang melampaui target, hingga soal penurunan harga gas industri.
Perbaikan Kekurangan
Meski Indonesia mampu meraih sejumlah capaian positif di saat lesunya ekonomi dunia, tak dapat dipungkiri bahwa masih terdapat beberapa hal yang harus dibenahi. Bidang pariwisata misalnya, Indonesia memiliki kekuatan besar yang seharusnya dapat menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan. Namun faktanya, jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia masih tertinggal dibanding dengan negara-negara tetangga.
“Ini tidak pernah kita kemas dengan baik, tidak pernah ditarik positioning-nya di mana, tidak pernah jelas diferensiasinya seperti apa, tidak pernah kita mem-brand setiap lokasi-lokasi itu seperti apa,” ungkap presiden menyebut sejumlah penyebabnya.
Untuk itu, Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa dirinya telah menginstruksikan kepada kementerian terkait untuk segera membenahi hal-hal tersebut. Promosi pun disebutnya juga sedang digalakkan secara besar-besaran.
“Kalau Bapak dan Ibu lihat sekarang backdrop yang ada di Paris, yang ada di Singapura, kemudian videotron yang ada di Amerika semuanya sudah tayangkan. Untuk apa? Promosi besar-besaran kita. Saya janjian sama Pak Menteri minta anggaran marketing bisa ditambah 4 sampai 5 kali lipat dari anggaran yang sebelumnya,” terangnya.
Selain persoalan pemasaran, presiden juga memahami bahwa kunci utama dari sebuah perjalanan wisata ialah pengalaman yang didapatkan para wisatawan. Untuk itu, hal-hal detail sekecil apapun diminta presiden untuk benar-benar diperhatikan para jajarannya.
“Wisata yang baik mulai dari ketibaan sampai dengan kepulangan. Ini menyangkut semua aspek: aspek konektivitas, mobile internet 3G dan 4G, sampai kebersihan. Selalu saya sampaikan kepada menteri hal-hal seperti ini kita bekerjanya harus detail,” tegasnya.
Di bidang pendidikan sendiri, Presiden Joko Widodo menyayangkan sistem pendidikan di Sekolah Menengah Kejuruan atau SMK yang menurutnya belum sepenuhnya tepat. Dirinya mengatakan, salah satu kendala yang dihadapi ialah bahwa tenaga pengajar di SMK saat ini ternyata sebagian besarnya masih diisi oleh guru normatif.
“Problemnya adalah ternyata bahwa SMK kita ini guru-gurunya banyak yang guru normatif. Normatif itu ya guru kimia, guru fisika, guru PMP. Padahal yang dibutuhkan di SMK apa? guru-guru yang memiliki keterampilan untuk membimbing anak didiknya seperti merakit mesin, komponen-komponen otomotif, dan lainnya,” ucap presiden.
Sesuai dengan label sekolah kejuruan, maka SMK seharusnya bisa menjadi lembaga pendidikan yang lebih banyak mengajarkan ilmu spesifik kepada siswa. Jika hal itu bisa dioptimalkan, niscaya akan lahir tenaga-tenaga praktisi muda yang cakap dan berdaya saing.
“Itu yang saya lihat di Jerman, di Korea Selatan, di Jepang, mereka bisa maju karena vocational training dan vocational school, tidak ada yang lain,” ungkapnya.
Hadir mendampingi Presiden dalam acara tersebut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Pariwisata Arief Yahya, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, dan Sekretaris Kabinet Pramono Anung. (Enrico N. Abdielli)
Â
Â