Kamis, 3 Juli 2025

Yusril: Kevakuman Hukum Pada Pilpres 2 Calon!

JAKARTA- Ahli tata negara, Yusril Ihza Mahendra menegaskan bahwa telah terjadi kevakuman (kekosongan) hukum bagaimana melaksanakan pilpres dengan hanya 2 pasangan calon presiden dan wakil presiden.

“Coba kita simak dengan hati-hati norma pasal 6A ayat 3, 4 dan 5 Undang-undang Dasar (UUD 1945)! Nampak sekali norma pasal 6A ayat 3 dan 4 itu multi tafsir. Sementara ayat 5 mengatakan tatacara pelaksanaan pilpres lebih lanjut diatur dalam undang-undang,” ujarnya dari Manila kepada Bergelora.com di Jakarta, Minggu (15/6).

Dalam  Pasal 6A ayat (3) disebutkan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan suara lebih dari lima puluh persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya dua puluh persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden.

Pada Pasal 6A ayat (4) disebutkan dalam hal tidak ada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih, dua pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum dipilih oleh rakyat secara langsung dan pasangan yang memperoleh suara rakyat terbanyak dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden.

 

Yusril Ihza Mahendra kemudian menyoroti pengaturan pemilihan presiden, di dalam Undang-undang (UU) No. 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden untuk melaksanakan Pasal 6A ayat 3 dan 4 UUD 1945.

“Nah, ternyata norma pasal 159 ayat 1 dan 2 UU No. 42/2008, tidak mengatur apa-apa tentang tata cara pilpres kalau pasangan hanya ada 2,” tegasnya.

Di dalam UU No. 42/2008, Pasal 159 ayat (1) disebutkan, Pasangan Calon terpilih adalah Pasangan Calon yang memperoleh suara lebih dari 50% (lima puluh persen) dari jumlah suara dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dengan sedikitnya 20% (dua puluh persen) suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari ½ (setengah) jumlah provinsi di Indonesia.

Di dalam UU No. 42/2008, Pasal 159 ayat (2) disebutkan, dalam hal tidak ada Pasangan Calon terpilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1), 2 (dua) Pasangan Calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dipilih kembali oleh rakyat secara langsung dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.

Yusril Ihza Mahendra menegaskan bahwa, tidak memberikan pengaturan apa-apa berarti ada kevakuman hukum bagaimana melaksanakan pilpres jika hanya 2 pasangan. Ternyata baik Pasal 6A ayat 3 dan 4 UUD 1945 maupun Pasal 159 ayat 1 dan 2 UU No. 42/2008 tentang Pilpres tidak mengatur tatacara melaksanakan pilpres jika hanya 2 pasangan.

“Jika ada kevakuman hukum seperti itu uji materil seperti apa yang bisa diajukan ke MK? Atau, norma Pasal 159 ayat 1 dan 2 UU No. 42/2008 mau dijui dengan norma Pasal 6A ayat 3 dan 4 UUD 1945? Atau MK mau menafsirkan langsung norma Pasal 6A ayat 3 dan 4 UUD 1945? MK sendiri telah menolak permohonan saya untuk menafsirkan Pasal 6A ayat 2. MK bilang, mereka tidak berwenang menafsirkan konstitusi,” tegasnya. 

MK Juga menurutnya tidak bisa bikin norma Konstitusi yang baru untuk melengkapi norma pasal 6A UUD’45, karena itu kewenangan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).

“Atau MK mau ciptakan norma baru utk melengkapi norma pasal 159 ayat 1 dan 2 UU Pilpres? Aha, itu kewenangan DPR dan Presiden!,” ujarnya menggoda.

Ia mengingatkan, kalau MK menciptakan norma konstitusi atau norma UU yang baru terkait Pilpres, maka bisa timbul sengketa kewenangan antara MK dengan MPR, DPR dan Presiden.

“Kalau MPR, DPR dan Presiden bersengketa kewenangan dengan MK, maka yang memutus adalah MK. Ha..ha.., ini lelucon konstitusi di negara RI. Maka negara kitapun makin amburadul saja. Ayo kita tunggu sumbangan pemikian Pak Prabowo dan Pak Jokowi atasi masalah ini,” Tantang Yusril Ihza Mahendra. (Web Warouw)

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru