JAKARTA- Terkait kekhawatiran penyalahgunaan kekuasaan jika Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) tidak mengambil cuti kampanye, semua pihak diharap menjunjung prinsip presumption of innocence atau praduga tak bersalah. Tidak mengambil cuti kampanye adalah pelajaran berharga dari Ahok. Demikian Sulaiman Haikal dari Forum Aktivis 98 untuk Ahok (FA 98 Ahok) Sulaiman Haikal kepada Bergelora.com di Jakarta, Sabtu (3/9) sehubungan dengan perjuangan Judicial Review Undang-Undang Pilkada oleh Ahok di MK (Mahkamah Konstitusi)
“Sampai dibuktikan sebaliknya oleh pihak yang berwenang. Setiap orang harus dianggap tidak bersalah dan memiliki hak dan kewajiban yang sama di mata hukum,” kata mantan Ketua Umum Pijar Indonesia 98 itu.
Menurutnya, beban untuk menjaga dan mengawal prinsip pemilukada yang jujur adil dan demokratis, ada pada Badan pengawas Pemilu (Bawaslu). Beban itu bukan menjadi milik kepala daerah yang mencalonkan diri.
“Bawaslu jangan berkelit dari kewajiban membuktikan kepada publik bahwa badan tersebut memiliki kapasitas dan kapabilitas mengawal pemilukada bisa berjalan dengan baik, terlepas dari ada atau tidaknya petahana mencalonkan diri,” katanya.
Ia mengingatkan anggota Bawaslu telah dipilih oleh rakyat dan dibiayai oleh negara, sudah sepatutnya menyatakan kesiapannya menjamin proses pilkada bebas dari penyalahgunaan kekuasaan.
“MK perlu mempertimbangkan untuk memanggil Bawaslu untuk menanyakan kemampuan lembaga tersebut dalam mengawal proses Pilkada,” katanya.
Sementara itu, aktifis 98 yang lain, Iwan Sulaiman Soelasno mengatakan Gugatan Ahok ke MK terkait petahana tidak perlu cuti kampanye merupakan pelajaran berharga dan momentum yang tepat bagi Bawaslu RI dan Bawaslu Provinsi bukan saja di DKI Jakarta tetapi juga di seluruh provinsi di Indonesia untuk membuat SOP, juklak dan juknis tentang pengawasan yang efektif dan komprehensif khusus kepada petahana.
“Sekalipun Ahok tidak cuti kampanye, Ahok sesungguhnya membuka diri dan mempersilahkan Bawaslu Provinsi dan Panwaslu Kota untuk tetap melakukan pengawasan terhadap dirinya sebagai cagub DKI Jakarta. Tidak perlu ada ewuh pakewuh dari Bawaslu Provinsi dan Panwaslu Kota kepada petahana,” kata aktivis Universitas Nasional 98 ini.
Menurutnya, pelajaran berharga lainnya adalah Ahok ingin merubah pandangan politik selama ini bahwa Bawaslu dan Panwaslu tidak berani menindak calon Kepala daerah petahana ketika terbukti melakukan pelanggaran administratif maupun pidana sehingga pengawasan menjadi tidak efektif. Oleh karena itu, inilah saatnya Bawaslu Provinsi dan Panwaslu Kota memperkuat integritas kelembagaan dan personilnya untuk melakukan pengawasan yang efektif kepada petahana.
“Silahkan Bawaslu Provinsi dan Panwaslu Kota mengawasi semua aktivitas Ahok sebagai petahana. Bahkan Bawaslu Provinsi DKI Jakarta melibatkan organisasi masyarakat sipil untuk terlibat mengawasi petahana,” katanya. (Calvin G. Eben-Haezer)