Jumat, 13 Desember 2024

Antisipasi Korban, BNPB Pasang 72 Sistim Peringatan Dini Longsor

JAKARTA- Untuk mengatisipasi korban bencana longsor, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) bekerjasama dengan Universitas Gadjah Mada (UGM) membangun 72 unit sistem peringatan dini longsor selama 3 tahun terakhir yaitu sejak tahun 2014 hingga 2016. Pada tahun 2014, atas perintah Presiden Joko Widodo, pasca longsor di Banjarnegara, BNPB dan UGM memasang 20 unit sistem peringatan dini longsor. Kemudian dilanjutkan 35 unit pada tahun 2015 dan 17 unit pada tahun 2016. Hal ini disampaikan oleh Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho kepada Bergelora.com di Jakarta, Senin (19/9)

“Sebagian besar sistem peringatan dini longsor tersebut dipasang di Jawa yang memiliki risiko tinggi longsor seperti di Kabupaten Banjarnegara, Magelang, Kulon Progo, Banyumas, Cianjur, Bandung Barat, Trenggalek, Sukabumi, Bogor, Sumedang, Wonosobo, Garut dan sebagainya. Alat juga dipasang di daerah lain di luar Jawa seperti di Kabupaten Nabire, Aceh Besar, Buru, Lombok, Bantaeng, Sikka, Kerinci, Agam, Kota Manado dan lainnya,” jelasnya.

Sistem peringatan dini longsor tersebut meliputi 7 sub sistem yang dibangun meliputi sosialisasi, penilaian risiko, pembentukan kelompok siaga bencana tingkat desa, pembuatan denah dan jalur evakuasi, penyusunan SOP, pemantauan dan gladi evakuasi, dan membangun komitemen pemda dan masyarakat.

“Jadi masyarakat setempat dilibatkan secara langsung dalam proses pembangunan sistem peringatan dini longsor,” katanya.

Menurutnya, masalah utama dalam pembangunan sistem peringatan dini adalah kultural. Artinya bagaimana masyarakat memahami ancaman di sekitarnya kemudian mampu beradaptasi dan melakukan antisipasi terhadap ancaman yang ada. Informasi dari sistem peringatan dini dipercaya kemudian menjadi bagian dari perilaku kehidupan sehari-hari. Ini adalah tantangan yang sulit dalam membangun sistem peringatan dini bencana.

“Kita membutuhkan ratusan ribu unit sistem peringatan dini longsor untuk menjaga seluruh daerah rawan longsor. Butuh biaya yang sangat besar. Oleh karena itu partisipasi dari pemda, dunia usaha dan masyarakat diperlukan. Jika hanya mengandalkan semuanya dari pemerintah maka terbatas jumlah dan sebaran yang dapat dibangun mengingat luasnya daerah rawan longsor di Indonesia,” katanya.

Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menurutnya memprediksikan Indeks ENSO sudah mengarah pada kondisi La Nina lemah dan diprediksi bertahan hingga awal 2017. Bersamaan dengan La Nina terjadi fenomena Dipole Mode negatif sejak Mei 2016. Kondisi ini  diprediksi bertahan hingga November 2016. Anomali suhu muka laut yang hangat di sekitar perairan Indonesia berkontribusi menambah tingginya curah hujan di Sumatera dan Jawa bagian Barat.

“Hal inilah yang menyebabkan hujan berintensitas tinggi sering terjadi di sebagian wilayah Indonesia. Akibatnya banjir dan longsor meningkat. Selama periode 2016 ini, telah terjadi 1.569 kejadian bencana di Indonesia, dimana 265 orang tewas, 310 orang luka-luka, 2,1 juta jiwa menderita dan mengungsi, dan 23.048 rumah rusak,” jelasnya. 

Dari total kejadian bencana tersebut, menurutnya banjir dan longsor adalah yang paling dominan. Banjir adalah jenis bencana yang paling banyak kejadiannya selama 2016, yaitu 554 kejadian dan menimbulkan 72 orang tewas, 93 orang luka-luka, dan 1,9 juta jiwa menderita dan mengungsi.

“Namun longsor adalah jenis bencana paling mematikan. Dari 349 kejadian longsor selama 2016, longsor menyebabkan 130 orang tewas, 63 orang luka dan 18.728 jiwa mengungsi dan menderita,” jelasnya.

Seperti halnya bencana tahun 2014 dan 2015, longsor adalah bencana yang paling menimbulkan korban jiwa tewas. Ada 40,9 juta jiwa masyarakat Indonesia yang terpapar dari bahaya longsor sedang hingga tinggi. Artinya mereka bertempat tinggal di daerah bahaya longsor yang dapat terjadi kapan saja, umumnya saat terjadi hujan lebat.

“Kemampuan mitigasi masyarakat tersebut, baik mitigasi struktural maupun non struktural masih terbatas. Di satu sisi ancaman longsor makin meningkat seiring dengan meningkatnya curah hujan, baik intensitas maupun durasi hujan,” katanya.

Untuk mengatisipasi hal itu, BNPB bekerjasama dengan Universitas Gadjah Mada (UGM) membangun 72 unit sistem peringatan dini longsor selama 3 tahun terakhir yaitu sejak tahun 2014 hingga 2016. Pada tahun 2014, atas perintah Presiden Joko Widodo, pasca longsor di Banjarnegara, BNPB dan UGM memasang 20 unit sistem peringatan dini longsor. Kemudian dilanjutkan 35 unit pada tahun 2015 dan 17 unit pada tahun 2016. (Telly Nathalia)

Artikel Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,110PelangganBerlangganan

Terbaru