JAKARTA– Tim Pengacara Penggugat menyerahkan beberapa berkas bukti penolakan terhadap PT.Tambang Mas Sangihe ( PT.TMS ) kepada Majelis Hakim dalam lanjutan Sidang Gugatan Nomor 146/G/2021/PTUN-JKT kepada Kementerian ESDM dan PT Tambang Mas Sangihe, Rabu,(16/2) di Gedung PTUN Jakarta.
Menurut tim Pengacara Penggugat, Nelson J. Simanjuntak, Muhamad Jamil, Yoel Simanjuntak, Vevei L. Hamenda, Zeirlinto Simanjuntak, ada beberapa bukti yang diserahkan yakni, pernyataan penolakan Kapitalaun (Kepala Desa) di Kabupaten Kepulauan Sangihe terhadap kehadiran PT TMS, Surat Sekda Edwin Roring selaku Ketua BKPRD tentang Rekomendasi Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) yang menyatakan bahwa surat permohonan Direktur PT Tambang Mas Sangihe untuk menerbitkan rekomendasi bupati tentang kesesuaian ruang kegiatan pertambangan tidak dapat dipenuhi karena tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku khususnya UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Dalam ketentuan peraturan perundang-undangan tidak memuat tentang kegiatan tentang kegiatan pertambangan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sebagaimana diuraikan pada pasal 23 ayat (2), pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan di sekitarnya diprioritaskan untuk kepentingan a. konservasi, b. Pendidikan dan pelatihan, c. penelitian dan pengembangan, d. budidaya laut, e. pariwisata, f. usaha perikanan dan kelautan serta industry perikanan secara lestari, g. pertanian organic, h. peternakan dan/atau i. pertahanan dan keamanan negara.
Selanjutnya dalam surat bernomor 050/28/63 tertanggal 10 Januari tahun 2018 menyatakan bahwa kegiatan pertambangan tidak diprioritaskan untuk dilakukan di pulau-pulau kecil dan perairan sekitarnya.
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, surat tersebut juga mengutip Pasal 47 Perda Kabupaten Kepulauan Sangihe Nomor 4 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kepulauan Sangihe Tahun 2014-2034, ayat (1) menyatakan bahwa Kawasan peruntukan pertambangan sebagaimana dalam Pasal 44 huruf c, wajib mematuhi aturan perundang-undangan yang mengatur kegiatan pertambangan di pulau-pulau kecil sesuai aturan perundang-undangan yang berlaku.
Keputusan ini diambil setelah dilaksanakan rapat pada Hari Kamis, 21 Desember 2017, yang dipimpin oleh B.E.T Pilat, Assisten II/Kepala Bappeda pada saat itu dan dihadiri oleh pejabata-pejabat di Sangihe perwakilan SKPD.
Berdasarkan notulen rapat, 23 orang yang hadir menyatakan penolakan terhadap PT TMS, beberapa pernyataan yang sangat tegas misalnya disampaikan oleh Eko , sosok pejabat rendah hati yang selalu diundang oleh Pemerintah Provinsi Sulut dalam Proses penyusunan Rekomendasi Tata Ruang. Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara tidak bisa melangkah ke tahapan selanjutnya jika Pemerintah Kabupaten kepulauan Sangihe tidak mengeluarkan rekomendasi rekomendasi.
Dalam UU Nomor 1 Tahun 2014 Pasal 19 dan Pasal 23 tentang Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil tidak ada sama sekali menyebutkan pertambangan. Maka kita harus melihat secara utuh tentang semua undang-undang terkait, walaupun dalam beberapa dokumen yang bersangkutan hadir dalam rapat di Provinsi tetapi menurut salah seorang pejabat strategis di Sangihe, kehadiran mereka sebagai staf dalam rapat-rapat di provinsi tidak bisa diklaim oleh Provinsi Sulawesi Utara sebagai suara pemda, karena pemda Sangihe sudah memilki sikap yaitu menolak PT. TMS, demikian disampaikan melalui pesan singkat.
Terkait dengan hal ini setelah dikonfirmasi kepada salah seorang Pejabat Provinsi Sulawesi Utara melalui pesan Whatsapp menyatakan bahwa ini adalah potret mafia, sayangnya mafia di Kantor Gubernur adalah orang Sanger juga.
“Kita so lacak semua (saya sudah telusuri semua), mereka itu adalah orang-orang yang tidak merasa memiliki Sangihe,” ujar sumber itu.
Persoalan masyarakat Sangihe tidak hanya menarik perhatian orang masyarakat Provinsi Sulawesi Utara, tetapi juga menarik perhatian tokoh-tokoh nasional mulai dari Ketua DPD RI, La Nyalla Mattaliti, Mantan Menteri Lingkungan Hidup, Prof. Emil Salim, bahkan dalam dunia akademis beberapa webinar nasional yang diselenggarakan oleh Masyarakat Ilmu Pemerintahan (MIPI) Indonesia dan GMKI , masalah tambang mas di Sangihe menjadi persoalan yang menarik perhatian publik.
Karena menurut salah seorang peserta Webinar kajian akademis perlu dilakukan di Sangihe karena hal ini merupakan hubungan kurang baik antara masyarakat dan pemerintah, negara dan masyarakat, persoalan masyarakat perbatasan dan pulau kecil. Dan pengambilan keputusan yang tidak melalui kajian oleh ESDM, kepemimpinan yang tidak mempedulikan masyarakat yang dipimpinnya, serta pelanggaran negara terhadap UU Nomor 1 Tahun 2014 yang notabene merupakan produk kebijakan yang telah dibuat oleh negara serta korporasi negara dan pengusaha terhadap masyarakat yang tidak berdaya.
Terhadap persoalan-persoalan ini, pakar pemerintahan sekaligus penyusun UU Pemerintahan Daerah, Dr. Halilul Khairi, menyarankan Bupati Kepulauan Sangihe dapat menyampaikan gugatan kepada pengadilan untuk hal ini sesuai dengan amanat UU Nomor 23 Tahun 2014 kepala daerah mewakili daerahnya di dalam dan di luar pengadilan.
Setelah menerima bukti dari pengacara kedua belah pihak, Hakim Ketua mendengarkan masukan pengacara terkait rencana sidang lanjutan.
Setelah mendengarkan pendapat para pengacara, hakim memutuskan bahwa Pengadilan Setempat akan dilaksanakan pada Tanggal, 7 Maret 2022 dan sidang lanjutan mendengarkan Saksi Ahli dilaksanakan pada Tanggal 10 Maret 2022. (EDL)