JAKARTA – Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) resmi mencabut ketetapan (TAP) MPR Nomor 33 Tahun 1967 tentang Pencabutan Kekuasaan Negara dari Presiden Soekarno. Hal itu dilakukan dengan penyerahan surat resmi tentang tidak berlakunya TAP MPR tersebut oleh Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) kepada pihak keluarga Bung Karno pada Senin (9/9/2024).
“Menyatakan TAP MPRS Nomor 33/MPRS/1967 sudah tidak berlaku lagi,” ujar Bamsoet, Senin (9/9/2024).
Dengan dicabutnya TAP MPR tersebut, kata Bamsoet, tuduhan bahwa Bung Karno telah melakukan pengkhianatan terhadap negara dan mendukung pemberontakan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) tidak terbukti.
“Secara yuridis tuduhan tersebut tidak pernah dibuktikan dihadapan hukum dan keadilan, serta telah bertentangan dengan prinsip Indonesia sebagai negara yang berdasarkan atas hukum,” kata Bamsoet.
Menurut Bamsoet, langkah ini menjadi tindak lanjut atas TAP MPR Nomor 1 Tahun 2003, untuk meninjau kembali status hukum TAP MPR Nomor 33 Tahun 1967.
Selanjutnya, Bamsoet memastikan bahwa MPR akan mensosialisasikan pencabutan TAP MPR Nomor 33 Tahun 1967, sebagai upaya pemulihan nama baik Bung Karno.
“Pimpinan MPR RI berkomitmen untuk terus mengawal pemulihan nama baik Dr. (HC) Ir. Soekarno atas ketidakpastian hukum yang adil,” pungkasnya.
Untuk diketahui, penyerahan surat pencabutan TAP MPR tersebut dilakukan dalam agenda silaturahmi kebangsaan antara Pimpinan MPR dengan Presiden RI ke-5 Megawati Soekarnoputri dan keluarga besar Bung Karno, Senin (9/9/2024).
Megawati hadir bersama Guruh Soekarnoputra dan Guntur Soekarnoputra dan beberapa keluarga Bung Karno lainnya.
CIA Rancang Penggulingan Soekarno Sejak 1953
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, Indonesianis asal Australia Greg Poulgrain menilai pergolakan politik di Indonesia pada era 1950-1960-an tak lepas dari campur tangan badan intelijen Amerika (CIA).
Dalam buku “The Incubus of Intervention, Conflicting Indonesia Strategies of John F Kennedy and Allen Dulles” yang dibedah di LIPI pekan lalu, Poulgrain antara lain menyebut pemberontakan PRRI di Sumatera dan Permesta di Sulawesi sebagai bagian dari taktik CIA untuk memperkuat militer pusat di Indonesia untuk pada waktunya menghancurkan PKI dan Sukarno.
“Melalui bantuan CIA, pemberontakan dapat diperpanjang selama dua tahun bahkan lebih sejak 1957/1958,” tulis Poulgrain. Di pihak lain, Angkatan Darat kian solid untuk dapat mengalahkan para pemberontak. Juga pada waktunya menjadi kekuatan penyeimbang PKI yang dekat dengan Presiden Sukarno.
Menurut Tim Weiner dalam buku “Membongkar Kegagalan CIA”, niat CIA untuk menyingkirkan Sukarno muncul setelah Dewan Keamanan Nasional lembaga intelijen AS itu memberikan sebuah laporan pada 9 September 1953. Dalam laporan tersebut dibeberkan bahwa situasi Indonesia sudah sangat menakutkan bagi Amerika Serikat.
Musababnya adalah Presiden Sukarno yang terlalu memberi angin bagi komunis untuk berkembang di Indonesia. Jika ini terjadi, menurut CIA, tak akan menguntungkan Amerika.
Laporan CIA tersebut terbantahkan dengan kunjungan Sukarno ke Amerika dan bertemu dengan Presiden Eisenhower. Wakil Presiden AS Richard Nixon yang turut mendampingi Eisenhower mengungkapkan pembicaraan dua kepala negara itu.
“Waktu itu dia meyakinkan Presiden Eisenhower dan juga seluruh rakyat Amerika, ‘Aku tidak pernah risau terhadap komunisme. Aku bukan komunis. Percayalah, akan segera aku ringkus mereka kalau berani berbuat macam-macam,” kata Richard Nixon seperti dikutip dari buku, “Gerakan 30 September: pelaku, pahlawan & petualang” karya Julius Pour.
Toh CIA tetap melanjutkan rencananya untuk menyingkirkan Sukarno dari kursi Presiden RI. Direktur Dinas Keamanan Bersama (Mutual Security Agency) Harold Stassen memberikan masukan kepada Richard Nixon juga kepada Menteri Luar Negeri John Foster Dulles dan Direktur CIA Allen Dulles agar memikirkan pergantian rezim di Indonesia. Rezim Sukarno menurut CIA sangat buruk.
“CIA dengan serius mempertimbangkan pembunuhan terhadap Sukarno di musim semi tahun 1955,” tulis Tim Weiner dalam, “Membongkar Kegagalan CIA”.
Upaya menggulingkan Sukarno pun terus dirancang oleh CIA. Dari menyusupkan agen CIA cantik ke istana hingga memproduksi film porno mirip Sukarno.
Usaha CIA menggulingkan Sukarno berhasil di tahun 1965 saat meletus peristiwa Gerakan 30 September. Poulgrain menyebut keberhasilan tersebut tak lepas dari peran Allen Dulles mantan Direktur CIA. Allen Dulles menjadi Direktur CIA untuk dua Presiden Amerika Serikat yakni Dwight D. Eisenhower dan Kennedy.
Eisenhower melantik Allen Dulles sebagai Direktur CIA pada 26 Februari 1953 dan 10 November 1960 oleh F. Kennedy. Tahun 1965 saat detik-detik awal kejatuhan Sukarno, Allen Dulles memang tak lagi menjadi Direktur CIA. “Meski tak lagi menjadi Direktur CIA, pengaruh Allen Dulles waktu itu cukup kuat,” kata Poulgrain.
Sejarahwan LIPI Asvi Warman Adam meragukan temuan Poulgrain tersebut. Menurut Asvi, Allen Dulles sudah tak jadi direktur CIA saat Kennedy tewas dan kekuasaan Presiden Sukarno tumbang. “Apakah dia (Dulles) masih memiliki kekuasaan dan pengaruh yang kuat saat itu,” kata Asvi.
Antonie C.A.Dake dalam buku, “Sukarno File” meyakini bahwa tak ada keterlibatan CIA dalam kejatuhan Bung Karno. “Mustahil bahwa CIA atau organisasi rahasia AS apa pun mempengaruhi, apalagi mendalangi kudeta mau pun kudeta balasan 1 Oktober,” kata dia.
Fakta Ini Fakta Sejarahnya!
Fakta sejarah mengungkapkan, kudeta militer yang didukung Amerika Serikat terhadap Presiden Soekarno didahului peristiwa pembunuhan 7 jenderal TNI oleh Gerakan 30 September (G30S) menjelang 1 Oktober 1965.
G30S yang menangkap para jenderal TNI adalah pasukan Cakrabirawa (Pasukan Pengawal Presiden) yang diperintahkan untuk memanggil para perwira angkatan darat tersebut menghadap Presiden Soekarno, untuk menjelaskan tentang dokumen Gilchrist yang berisikan tentang Dewan Jenderal yang berencana melakukan kudeta yang akan didukung oleh Inggris dam Amerika terhadap presiden Soekarno. Namun para pasukam Cakrabirawa mendapatkan komando intercept tersembunyi untuk membunuh para jenderal tersebut.
Pembunuhan para jenderal tersebut menimbulkan gejolak politik yang ditunggangi operasi CIA menggerakkan mahasiswa dan kekuatan anti Soekarno menuntut Soekarno mundur dari kekuasaan.
Sementara itu sejak 1 Oktober 1965, TNI Angkatan Darat sudah menuding PKI dibalik pembunuhan para jenderal. Pengejaran, penganjapan dan pembunuhan dilakukan terhadap pimpinnan dam kader PKI dan serta para pendukung Soekarno. Menurut Sarwo Edhie Wibowo, yang memimpin penumpasan PKI saat itu, sebanyak 3 juta orang telah menjadi korban pembunuham di seluruh Indonesia sampai tahun 1966.
Seokarno kemudian diberhentikan sebagai Presiden RI lewat sidang MPRS 1966 yang dibentuk oleh Jenderal Soehato. Sidang yang dipimpin Jenderal AH Nasution itu kemudian mengangkat Jenderal Soeharto sebagai pengganti Presiden Soekarno. Proklamator Kemerdekaan Indonesia kemudian ditahan di Wisma Yaso sampai ajalnya di tahun 1970. Soeharto berkuasa sampai kejatuhannya pada 21 Mei 1998. Bung Karno , dan 7 Jenderal dan PKI dan seluruh rakyat Indonesia telah menjadi korban kejahatan operasi intelejen CIA. Hingga saat ini Amerika masih mencengkeram leher rakyat Indonesia. (Web Warouw)