JAKARTA – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI menerangkan bahwa nyamuk wolbachia bukanlah rekayasa genetik. Staf Teknis Komunikasi Transformasi Kesehatan, Kemenkes RI, R.A. Adaninggar Primadia Nariswari mengimbau masyarakat tidak perlu khawatir soal penyebaran nyamuk berbakteri wolbachia di Indonesia.
Penyebaran nyamuk wolbachia ditujukan untuk menekan angka demam berdarah dengue (DBD) di Indonesia.
“Apa benar nyamuk ini hasil rekayasa genetik? Kalau sudah mikir genetik pasti sudah mikir macam-macam, padahal sebenarnya nyamuk ini atau yang nanti disebarkan enggak ada rekayasa genetik,” kata Dr. Ningz, sapaan akrabnya, seperti yang dikutip dari Antara pada Jumat (17/11/2023).
Ia menjelaskan bahwa wolbachia adalah bakteri alami yang terdapat pada 60 persen jenis serangga, seperti nyamuk, lalat, ngengat, capung, dan kupu-kupu.
“Ini adalah bakteri yang alami ada, jadi enggak dibuat-buat,” jelasnya.
Ia juga memaparkan bahwa bakteri wolbachia dapat diperbanyak dengan cara mengawinkan nyamuk yang sudah memiliki bakteri tersebut dengan nyamuk yang tidak memilikinya.
“Jadi, kalau ada nyamuk jantan yang mengandung wolbachia dan kawin dengan nyamuk betina yang tidak mengandung wolbachia, ini telurnya tidak akan menetas.
Kalau yang mengandung wolbachia adalah betina, nanti seluruh telurnya akan mengandung wolbachia,” terangnya.
Melalui beberapa generasi diharapkan seluruh nyamuk aedes aegypti akan mengandung bakteri wolbachia, sambungnya, sehingga bisa mengurangi penyebaran virus dengue.
Peneliti Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof. dr. Adi Utarini MSc, MPH, PhD turut menerangkan dalam kesempatan berbeda tentang bakteri wolbachia maupun nyamuk yang menjadi inangnya.
“Bakteri wolbachia maupun nyamuk sebagai inangnya bukanlah organisme hasil dari modifikasi genetik yang dilakukan di laboratorium,” kata Prof. Uut, sapaannya, seperti yang dikutip dari laman Kemekes.go.id pada Sabtu (18/11/2023).
Menyambung itu, ia menambahkan, “Secara materi genetik baik dari nyamuk maupun bakteri wolbachia yang digunakan, identik dengan organisme yang ditemukan di alam,” terangnya.
Prof. Uut mengatakan bahwa sebagai bakteri, wolbachia hanya dapat hidup di dalam tubuh serangga.
“Wolbachia tidak dapat bertahan hidup di luar sel tubuh serangga dan tidak bisa mereplikasi diri tanpa bantuan serangga inangnya,” katanya.
Itu disebutkannya merupakan sifat alami dari bakteri wolbachia. Wolbachia sendiri telah ditemukan di dalam tubuh nyamuk aedes albopictus secara alami.
Sementara itu, wolbachia adalah bakteri yang mempunyai sifat sebagai simbion (tidak berdampak negatif) pada inangnya.
“Selain itu, analisis risiko yang telah dilakukan oleh 20 ilmuwan independen di Indonesia menyimpulkan bahwa risiko dampak buruk terhadap manusia atau lingkungan dapat diabaikan,” lanjutnya.
Di Indonesia, penggunaan bakteri wolbachia saat ini sedang dijalankan sebagai inovasi teknologi untuk menekan kasus DBD dan melengkapi strategi nasional yang sudah ada, seperti gerakan 3M Plus.
Menurut informasi Kemenkes pada Senin(13/11/2023), pilot project dilaksanakan di lima kota, yaitu Kota Semarang, Kota Jakarta Barat, Kota Bandung, Kota Kupang, dan Kota Bontang. Program ini berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1341 tentang Penyelenggaran Pilot Project Implementasi Wolbachia.
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, teknologi wolbachia yang digunakan diimplementasikan dengan metode “penggantian”, di mana baik nyamuk jantan dan nyamuk betina wolbachia dilepaskan ke populasi alami.
Tujuannya agar nyamuk betina kawin dengan nyamuk setempat dan menghasilkan anak-anak nyamuk yang mengandung wolbachia, menurut keterangan Kemenkes.
Pada akhirnya, hampir seluruh nyamuk di populasi alami akan memiliki wolbachia. Wolbachia berperan dalam memblok replikasi virus dengue di dalam tubuh nyamuk.
Akibatnya, nyamuk yang mengandung wolbachia tidak mampu lagi untuk menularkan virus dengue ketika nyamuk tersebut menghisap darah orang yang terinfeksi virus dengue.
Karena wolbachia terdapat dalam telur nyamuk, maka bakteri ini akan diturunkan dari satu generasi nyamuk ke generasi berikutnya.
Sehingga, dampak perlindungan wolbachia terhadap penularan dengue bersifat berkelanjutan (sustainable).
Coba Dulu Dikeluargamu!
Menanggapi hal ini Komjen (Pol) Dharma Pongrekun meminta agar rakyat Indonesia jangan dijadikan kelinci percobaan nyamuk Wolbachia. Karena ini sangat membahayakan keselamatan nyawa orang lain.
“Sebaiknya mereka yang menginisiasi dan mendukung program ini melakukan ujicoba dulu di keluarganya dulu. Mau gak rumahnya dikirim jutaan nyamuk?” ujarnya kepada pers beberapa waktu lalu.
Mantan Wakil Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) ini mengingatkan perintah konstitusi dalam Preambule UUD45, bahwa tugas negara memastikan keselamatan seluruh rakyat Indonesia, bukan menjadikan kelinci percobaan,” tegasnya. (Web Warouw)