JAKARTA- Pemberian posisi Novanto oleh Partai Golkar sebagai Ketua FPG DPR RI menunjukan bahwa Novanto dan FPG sama sekali tidak mengakui adanya pelanggaran etik karena itu FPG secara tidak bermoral memberikan jabatan kepada Novanto. Hal ini ditegaskan oleh Ketua Setara Institute, Hendardi kepada Bergelora.com di Jakarta, Jumat (18/12)
“Fraksi tidak bisa dipandang sebagai urusan internal Golkar, karena Fraksi dibiayai oleh negara dan merupakan organ tidak terpisah dari DPR, karena itu posisi baru Novanto tetap harus memenuhi standar etik layaknya pejabat publik,” tegasnya.
Cara Golkar memperlakukan Novanto menurut aktivis ’80 an ini, menunjukkan partai ini tidak bermanfaat dan tidak berkontribusi pada pembangunan demokrasi dan budaya etik yang berkeadaban.
“Novanto dan Golkar bukanlah teladan dalam berpolitik. Golkar tidak pernah jemu mendorong arus balik reformasi mengokohkan oligarki dan atau ororitarianisme gaya baru,” ujarnya.
Kasus pengangkatan Setya Novanto menjadi Ketua Fraksi Golkar menunjukkan bahwa Partai ini masih membawa perangai lamanya yaitu menginjak-injak demokrasi dan keadilan rakyat yang dibangun semenjak reformasi.
“Golkar juga tidak pernah jemu menghina dan mempermainkan rakyat dan karena itu harus ditinggalkan oleh rakyat,” tegasnya.
Keberanian Golkar memberikan jabatan baru pada Novanto merupakan dampak dari Majelis Kehormatan DPR (MKD) yang tidak tuntas menyelesaikan tugas hingga menghasilkan produk putusan mengikat tentang status Novanto.
“MKD telah secara keliru dan terlanjur puas dengan pengunduran diri Novanto, sehingga sidang MKD tidak menghasilkan putusan apapun,” ujarnya.
Menurutnya MKD mesti kembali membuka sidang atas Novanto. Jika tidak, maka MKD memang dagelan politik dan orkestra dari skandal ini. MKD secara bersama-sama ikut menghancurkan lembaga DPR dengan meloloskan Setya Novanto.
Jaksa Agung menurutnya sudah terlanjur menangani kasus ini, jangan bermain politik dan segera tetapkan Novanto sebagai tersangka. Janji Jaksa Agung untuk tangani kasus ini secara tuntas bukan janji politisi tetapi statemen penegak hukum yang dibangun atas fakta hukum dan ditunggu realisasinya. (Web Warouw)