JAKARTA – Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra menyatakan, pemerintah saat ini menunggu undangan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perampasan Aset.
Yusril menjelaskan, RUU ini merupakan bagian dari upaya untuk memperkuat pemberantasan korupsi yang diinisiasi oleh pemerintahan Presiden Ketujuh Joko Widodo dan akan dilanjutkan oleh pemerintahan saat ini.
“Pemerintahan Pak Prabowo meneruskan apa yang telah dirintis dan dilakukan oleh Presiden Jokowi, termasuk hal-hal yang belum terselesaikan pada masa pemerintahan beliau. Salah satunya adalah RUU Perampasan Aset ini,” kata Yusril dalam keterangan tertulis, Rabu (6/11/2024).
Lebih lanjut, Yusril mengungkapkan bahwa RUU Perampasan Aset bertujuan untuk memperluas ruang lingkup perampasan aset, tidak hanya terbatas pada hasil kejahatan korupsi, tetapi juga mencakup tindak pidana lainnya. Salah satu pembaruan signifikan dalam RUU ini adalah perampasan aset yang dapat dilakukan bahkan sebelum adanya putusan pengadilan pidana, berbeda dengan aturan yang berlaku dalam hukum pidana konvensional.
Namun demikian, Yusril mengakui bahwa aturan baru dalam RUU ini berpotensi menimbulkan perdebatan. Ia mempersilakan seluruh pihak, baik dari kalangan ahli hukum, tokoh masyarakat, maupun lembaga lainnya, untuk memberikan masukan atau kritik yang konstruktif.
“Ini adalah sebuah langkah besar yang perlu mendapatkan perhatian publik. Kami siap mendengarkan berbagai kritik dan saran untuk memastikan bahwa RUU ini benar-benar bermanfaat dan dapat diterima dengan baik oleh seluruh masyarakat,” ujarnya.
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, Yusril menambahkan, meskipun RUU Perampasan Aset telah disampaikan oleh Presiden Jokowi kepada DPR melalui surat Presiden dan dimasukkan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas), pemerintah masih menunggu DPR untuk memulai pembahasan.
RUU tersebut akan dibahas lebih lanjut dalam Prolegnas 2024-2029, dan Badan Legislasi DPR telah mengundang berbagai lembaga serta organisasi untuk menyerap aspirasi terkait RUU Perampasan Aset.
“Pemerintah tidak memiliki niat untuk menarik kembali RUU ini. Kami menunggu DPR untuk segera membahasnya dan melanjutkan proses legislasi sesuai dengan prosedur yang berlaku,” tuturnya.
Sebagai langkah lanjut, Yusril menyatakan bahwa pemerintah akan segera membentuk tim khusus yang akan diketuai oleh Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas untuk mewakili pemerintah dalam diskusi dan negosiasi terkait RUU tersebut.
“Pemerintah berharap, dengan adanya RUU Perampasan Aset, langkah pemberantasan korupsi dan tindak pidana lainnya akan semakin efektif, dan sistem hukum Indonesia dapat semakin kuat dalam menanggulangi kejahatan yang merugikan negara dan masyarakat,” ucapnya.
Penolakan DPR-RI
Sebelumnya Kepada Bergelora.com.di Jakarta dilapor, DPR-RI yang barusan terpilih tidak tertarik untuk menindaklanjuti RUU Perampasan Aset tersebut.
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Ahmad Doli Kurnia menilai Indonesia sudah cukup memiliki aturan soal pemberantasan korupsi, tanpa adanya Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset. Hal ini disampaikan Doli menanggapi tak masuknya RUU Perampasan Aset ke dalam program legislasi nasional yang ditetapkan Baleg DPR.
“Tapi dari pembicaraan teman-teman yang ada beberapa di sini ya, sebetulnya kalau bicara tentang pemberantasan korupsi, tanpa juga kita kemudian membuat Undang-Undang Perampasan Aset itu sudah cukup,” kata Doli di Kompelks Parlemen, Jakarta, Selasa (29/10/2024).
Apalagi, kata Doli, Presiden Prabowo Subianto juga terus menekankan bahwa korupsi harus dihilangkan. Ia menegaskan Prabowo dan DPR RI komitmen untuk memberantas korupsi.
“Nah undang-undang apa saja yang diperlukan, nanti kita lagi mau susun, apakah termasuk UU Perampasan Aset, ini yang sedang kita kaji,” ujar Doli.
Lebih lanjut, Doli meminta agar publik jangan lebih dahulu membuat kesimpulan bahwa DPR RI menolak atau menerima RUU Perampasan Aset.
Politikus Partai Golkar ini menilai DPR RI masih melakukan konsolidasi untuk menetapkan RUU apa saja yang akan masuk program legislasi nasional (prolegnas).
“Jangan sekarang disimpulkan bahwa DPR menolak RUU Perampasan Aset, atau menerima Perampasan Aset, kita ini lagi konslodiasi sedang mencari tahu mana undang-undang yang perlu,” ucapnya.
Doli kembali mengatakan Indonesia memiliki kemauan besar bebas dari korupsi. Oleh karenanya, DPR juga akan menyiapkan undang-undang yang penting mendukung soal pemberantasan korupsi itu.
“Apakah secara UU Perampasan Aset itu menjadi bagian, ini yang sekarang kita sedang perkuat, termasuk substansinya. Kalau memang nanti itu diperlukan, menjadi bagian penting untuk pemberantasan korupsi, saya kira pemerintah dan dpr akan membicarakan itu lebih lanjut,” katanya.
Diketahui, Baleg DPR RI masih terus membahas soal Rancangan Undang-undang (RUU) yang akan dimasukkan dalam program legislasi nasional (prolegnas).
Berdasarkan daftar yang dibacakan dalam rapat Baleg pada Senin (28/10/2024), RUU tentang Perampasan Aset tidak ada di dalam daftar usulan RUU yang masuk ke prolegnas 2025-2029. Padahal, RUU Perampasan Aset itu sudah diusulkan pemerintah sejak periode sebelumnya.
Peneliti ICW Diky Anandya mengatakan, seluruh anggota DPR harus memahami bahwa RUU Perampasan Aset merupakan instrumen yang penting untuk menjadi stimulus dalam agenda pemberantasan korupsi di Indonesia terutama dari pemulihan aset hasil kejahatan tindak pidana korupsi. Diky pun mendorong Presiden Prabowo Subianto agar memasukkan RUU Perampasan Aset dalam daftar usulan Prolegnas dari pemerintah. Ia mengingatkan, RUU Perampasan Aset memang merupakan RUU usulan pemerintah.
“Seharusnya bukan tugas yang berat bagi Prabowo untuk dapat meyakinkan DPR agar segera membahas RUU Perampasan Aset, kerena mayoritas anggota DPR berasal dari partai koalisi pemerintahannya,” kata Diky. (Web Warouw)