JAKARTA- Menjelang 107 tahun sejak kebangkitan nasional dan jelang 70 tahun usia Kemerdekaan kita, bangsa Indonesia terhambat kemajuannya oleh sebuah persoalan besar, yakni penjajahan baru alias neokolonialisme. Kenyataan ini harus diakui dan tidak bisa ditutupi dan dipungkiri karena sangat nyata dalam kehidupan politik, ekonomi, dan sosial-budaya Indonesia. Demikian pernyataan Partai rakyat Demokratik (PRD) kepada Bergelora.com di Jakarta, Senin (18/5).
“Cita-cita bersama sebagai sebuah bangsa, yakni masyarakat adil dan makmur, makin terkoyak oleh menguatnya kesenjangann ekonomi antara si kaya dan si miskin, ketimpangan pembangunan antara Indonesia bagian barat dan Indonesia bagian timur, ketimpangan antar pusat dengan pinggiran, dan lain sebagainya,” ujar ketua Umum PRD, Agus Jabo Priyono.
Menurutnya, ketimpangan itulah yang menciptakan basis material bagi menguatnya etnosentrisme, semangat kedaerah, fanatisme keagamaan, dan gerakan separatisme. Belum lagi, kehadiran partai politik di parlemen gagal mengartikulasikan suara rakyat, terutama mereka yang terpinggirkan. Semua itu telah mengakumulasi kekecewaan rakyat, terutama di akar rumput, terhadap negara, pemerintahan, dan institusi politik lainnya.
“Secara politik kita tidak lagi berdaulat. Kita tidak lagi merupakan bangsa yang bebas dan merdeka memerintah dirinya sendiri. Kita punya pemerintahan nasional, tetapi produk kebijakannya lebih banyak yang merugikan kepentingan nasional dan menyengsarakan rakyat. Bukan rahasia lagi, ada ratusan Undang-undang yang lahir di Republik ini ternyata merupakan pesanan pihak asing. Ironis sekali!” tegasnya.
Secara ekonomi pun menurutnya, Indonesia tidak lagi mandiri. Sekarang ini, Indonesia bukan hanya bergantung pada modal asing, tetapi telah diperas habis-habisan oleh modal asing. Hampir semua aset kekayaan nasional dari perusahaan negara, kekayaan alam, hingga pelayanan publik, berpindah kepemilikan ke tangan pemodal asing.
“Lantas, rakyat kita diperas keringatnya, lalu dibayar dengan upah murah. Tak ada ubahnya dengan kuli-kuli kerja rodi di zaman kolonial,” tegasnya.
Secara budaya pun demikian. Menurutnya, kepribadian nasional makin tergerus oleh arus deras liberalisasi yang membawa gaya hidup konsumeristik, hedonis, dan individualistik.
“Semangat gotong-royong nyaris sekarat di bawah relasi-produksi yang sangat kapitalistik,” ujarnya.
Tegaskan Pancasila
Ia mengingatkan bahwa pemerintahan Jokowi-JK, setelah berkuasa lebih dari tujuh bulan, tidak menunjukkan tanda-tanda akan mengubah keadaan. Padahal, kampanye Trisakti yang diusung oleh Jokowi-JK semasa kampanye Pilpres sempat memercikkan harapan di sebagian besar rakyat Indonesia.
“Ironisnya, ketika sudah berkuasa, pemerintahan Jokowi-JK masih melanjutkan agenda neoliberal rezim sebelumnya. Lihat saja, pemerintahan Jokowi-JK sangat bergantung pada modal asing. Jokowi-JK juga mengalihkan tata-niaga sejumlah barang publik, seperti BBM, listrik, gas elpiji, tarif transportasi, dan lain-lain, kepada mekanisme pasar. Tidak cuma itu, pemerintahan Jokowi-JK dengan khusuknya melanjutkan proyek MP3EI,” paparnya.
Menurutnya sehubungan dengan peringatan Harkitnas ke-107, sudah saatnya bangsa ini mengingat kembali, bahwa salah satu perekat sebagai sebuah bangsa adalah cita-cita bersama yaitu masyarakat adil dan makmur tanpa penindasan manusia atas manusia dan penindasan bangsa atas bangsa.
Untuk itu, PRD memiliki pandangan bahwa bangsa ini perlu kembali pada filosofi bangsa yang sejati, yaitu Pancasila. Selain itu, praktek penyelenggaraan negara ini harus berpijak kembali pada dasar negara, Pancasila.
“Agar perjuangan bangsa ini menemukan jurusan yang tepat, maka Trisakti adalah jalannya, yang bisa menghantarkan bangsa ini pada tujuannya. Karena itu, seluruh rakyat Indonesia, tanpa memandang suku, agama, golongan, dan partai politik, untuk bersatu padu memperjuangkan Trisakti hingga kemenangannya,” ujarnya.
Cita-cita pendirikan Republik Indonesia, yakni masyarakat-adil dan makmur, harus menjadi cita-cita bersama. Republik Indonesia Pertama (era Bung Karno) telah menyiapkan landasannya, berupa Pancasila dan UUD 1945.
Sayang, Republik Kedua (era Orde Baru) dan Republik Ketiga (era liberal pasca reformasi) menginterupsi cita-cita tersebut dengan mengundang kembali modal asing dan mengembalikan neokolonialisme.
Karena itu, PRD mengajak seluruh komponen bangsa untuk memperjuangkan Republik Indonesia Keempat atau masyarakat Adil dan Makmur.
“Inilah solusi atas persoalan bangsa kita saat ini. Pancasila Dasarnya, Trisakti Jalannya, dan Republik Indonesia Keempat, berupa masyarakat adil dan makmur tujuannya,” tegasnya. (Babra kamal)