Senin, 21 April 2025

Gerakan Jatuhkan Jokowi Hanya Isapan Jempol

JAKARTA- Beberapa bulan terakhir beredar isu akan ada gerakan besar untuk menjatuhkan Presiden Joko Widodo. Isu tersebut hanya isapan jempol, karena hanya trik politik, menunggangi gerakan mahasiswa untuk negosiasi politik dan ekonomi sesaat. Demikian anggota Komisi III, DPR-Ri, Adian Napitupulu kepada Bergelora.com di Jakarta, Senin (18/5).

 

 “Saat ini banyak kelompok yang coba melakukan psywar politik dengan menghembuskan 20 Mei nanti akan ada aksi besar-besaran untuk jatuhkan Presiden. Benar demikian? Jawabannya, tidak benar,” tegasnya.

Mantan pimpinan gerakan mahasiswa Forum Kota (Forkot) di tahun 1998 ini menjelaskan bahwa tiap tahun punya beberapa kali momentum aksi rutin, misalnya 20 Mei sebagai Hari Kebangkitan Nasional, 9 Desember hari anti korupsi, 10 Desember peringatan hari HAM.

“Jadi bisa dikatakan siapapun presidennya, setiap tanggal-tanggal itu pasti akan ada aksi mahasiswa tanpa harus disiapkan ini dan itu, seperti juga pada tahun ini,” ujarnya.

Menurutnya, mengetahui hal itu, para pelaku politik di luar maupun lingkaran dalam istana berusaha gunakan aksi rutin ini untuk dapatkan keuntungan politik ataupun Ekonomi.

“Sekedar trik negosiasi tekan menekan biaya murah dengan memplesetkan isu dari aksi rutin mahasiswa,” jelasnya.

Ia menjelaskan bahwa, dalam sejarah gerakan mahasiswa di Indonesia, baru ada satu kali gerakan yang dari awal hingga akhir mampu menjatuhkan presiden, yaitu gerakan 1998.

“Namun dalam banyak momentum, aksi mahasiswa hanya dipakai oleh para politisi untuk memanaskan situasi dan menciptakan legitimasi menuju pergantian presiden, tapi ending-nya diambil alih para pelaku politik bukan oleh gerakan mahasiswa. Misalnya tahun 1966, Mahasiswa demonstrasi lalu ending-nya di ambil alih oleh Militer,” jelasnya.

Pada tahun 2001 menurut Sekjen Pena 98 ini, aksi mahasiswa hanya dipakai untuk meniupkan isu korupsi dan lainnya tapi kemudian ending-nya di geser menjadi konflik Gus Dur dengan POLRI lalu “digoreng” oleh DPR, bukan oleh gerakan mahasiswa.

“Gerakan mahasiswa 1966 berhenti seketika setelah Soekarno di turunkan dan sebagian Mahasiswa masuk lingkaran kekuasaan. Gerakan mahasiswa tahun 2001 juga seketika berhenti saat Gus Dur sudah lengser,” lanjutnya.

Menurut Adian, berbeda dengan gerakan mahasiswa tahun 1998 yang tidak berhenti seketika setelah Soeharto turun. Gerakan mahasiswa 98 terus bergerak hingga tahun-tahun berikutnya dalam berbagai isu termasuk laporan pertanggung jawaban Habibie.

“Membangun sebuah aksi massa mahasiswa yang massif tidak mudah dan tidak bisa dalam seketika. Aksi mahasiswa yang instan tanpa dibarengi pengorganisasian rakyat umumnya didesain oleh pelaku politik untuk tujuan mereka, bukan untuk rakyat,” tegasnya. (Calvin G. Eben-Haezer)

Artikel Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru