JAKARTA- Menjawab pro-kontra pertanyaan atas pemberian pangkat Jenderal TNI (Hor) bagi Letjen TNI (Purn) Prabowo Subianto (PS) selaku Menhan, Mayjen TNI (Purn) Saurip Kadi yang mantan Anggota Fraksi ABRI di era Orde Baru, menjelaskan bahwa ada 2 hal utama yang penyebab timbulnya suara miring tersebut. Pertama, karena mereka termakan hoax, mengira bahwa Prabowo Subianto dipecat dengan tidak hormat, padahal yang benar Prabowo Subianto diberhentikan dari jabatan dan dinas ketenteraan dengan Hak Pensiun, tegasnya dipensiunkan dini.
“Hal ini dibuktikan dengan Hak Pensiun. Kalau Prabowo Subianto dipecat, ya gak dapat gaji pensiuan donk,” tegasnya kepada Bergelora.com di Jakarta, Kamis (29/2).
Kedua menurutnya, karena ada keliru dalam memahami makna Pangkat Jenderal Kehormatan. Prabowo Subianto bukan mendapat kenaikan pangkat sebagaimana diatur dalam UU Nomor 34 Tahun 2004 Tentang TNI dan juga bukan tanda kehormatan yang dimaksud dalam UU Nomor: 20 tahun 2009.
“Pangkat Jenderal kehormatan, tidak disertai Hak apapun, tidak juga jumlah gaji pensiun dan atau fasilitas lainnya,” jelasnya.
Lebih lanjut dijelaskannya bahwa pemberian pangkat Jenderal Kehormatan tersebut tidak melanggar Undang-Undang.
Haruslah dipahami bahwa apapun yang belum atau tidak diatur dalam Undang-Undang,– dalam hal ini tidak ada larangan untuk memberi pangkat kehormatan kepada Purnawirawan TNI,– maka kebijakan Presiden termaksud sah menurut hukum.
“Artinya Presiden tidak melanggar undang-undang dan kebijakan tersebut sama sekali tidak bertentangan dengan undang-undang yang manapun,” tegasnya.
“Memang aneh, kenapa dulu ketika Pak Harto memberi kehormatan kepada dirinya sendiri menjadi Jenderal Besar (Bintang Lima) Kehormatan dan Pak A.H. Nasution diberi pangkat Bintang Lima Kehormatan, serta beberapa Petinggi TNI ketika menjabat menjadi Menteri seperti pak Agum Gumelar, pak Luhut dan juga SBY diberi pangkat Jenderal (Hor) koq mereka memilih diam, bukankah diam menurut ajaran agama apapun berarti setuju,” katanya.
“Mengapa sekarang koq jadi ramai? Apa karena yang menerbitkan Keppres adalah Pak Jokowi yang bukan berasal dari golongan darah biru, sehingga apapun kebijakannya diramaikan?” katanya.
Saurip Kadi yang mantan Asisten Teritorial Kepala Staf Angkatan Darat di era Presiden Abdurrachman Wahid (Gusdur) melalui menghimbau terkhusus kepada purnawirawan petinggi TNI dan Polri untuk memilih menjadi bunga sedap malam yang harum baunya menjelang sore dan apalagi kalau malam hari bertambah semerbak bau wanginya.
“Tidaklah layak kalau purnawirawan TNI dan Polri memilih menjadi bunga bangkai, yang bau busuknya sangat menyengat menjelang senja dan apalagi malam hari,” tegasnya.
“Bukankah kita para purnawirawan pertinggi TNI pernah memberi andil dan kontribusi dalam tata kelola negara yang membuat bangsa ini terpuruk berkepanjangan, dan kini menyisakan residu yang sangat memberatkan generasi penerus,” lanjutnya.
“Bukankah dulu sewaktu muda kita semua pada umumnya memilih diam, padahal Undang-undang Disiplin Tentara memberi Hak Kepada Prajurit pangkat apapun untuk mengajukan keberatan selama 8 hari manakala tugas atau perintah yang dipikulnya bertentangan dengan rasa keadilan dan kebenaran murni,” imbuhnya.
Menutup penjelasannya, Saurip Kadi yang ditahun 1998 termasuk saat Prabowo Subianto diberhentikan,– ditunjuk sebagai Tim Non Struktural Menhankam /Panglima TNI dengan tugas memberi masukan dinamika politik aktual yang saat itu dijabat Jenderal TNI Wiranto,– menegaskan bahwa sungguh saru kalau setelah pensiun malah ikut pro kontra terhadap hasil Pemilu.
“Mosok kecintaan kita kepada NKRI sebagaimana sumpah kita dulu, diwujudkan dalam bentuk pro-kotra terhadap pilihan mayoritas rakyat. Karena sikap yang demikian itu bisa merepotkan adik-adik dan anak didik kita sendiri yang sekarang duduk di struktur TNi dan juga Polri,” katanya.
“Mari posisikan diri kita sama-sama sebagai layaknya sesepuh, agar mereka tetap menghargai kita selaku pendahulu. Dan jangan salahkan mereka, kalau mereka sampai bersikap sebaliknya,” tegasnya. (Web Warouw).