JAKARTA- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menindaklanjuti sekitar 87 laporan dugaan korupsi terkait dana desa. Jumlah tersebut merupakan bagian dari total 362 laporan dugaan penyimpangan dana desa yang masuk dari masyarakat.
“Sebanyak 87 laporan layak untuk ditindaklanjuti,” ungkap Juru Bicara KPK, Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Sabtu (28/1).
Menurut Febri, 87 laporan itu akan ditelaah lebih dalam lagi untuk menentukan tindaklanjutnya. Sepanjang pengumpulan bahan dan keterangan cukup, lembaga antikorupsi akan meningkatkan laporan tersebut ke tahap penyelidikan. Bahkan sudah cukup banyak kasus yang ditingkatkan ke penyidikan hasil dari penyelidikan atas laporan masyarakat ke Dumas KPK.
“Masih perlu kita telaah lebih dalam lagi,” imbuh Febri.
Namun, Febri mengaku belum menerima informasi lebih detail mengenai 87 laporan yang ditindaklanjuti lebih dalam itu. Pun termasuk saat disinggung mengenai persebaran wilayah mana atas laporan-laporan tersebut.
Meski demikian, Kepada Bergelora.com dilaporkan, laporan-laporan itu banyak masuk setelah KPK melakukan imbauan terkait dengan pemantauan dana desa. KPK mengharapkan partisipasi masyarakat lebih luas terkait pemantauan dana desa.
“Kita dapat cukup banyak laporan terkait hal itu (dugaan korupsi). Ini sebenarnya untuk mendorong partisipasi masyarakat yang lebih luas agar mengawasi dana desa di masing-masing lokasi mereka,” tandas Febri.
Menekan Urbanisasi
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT), Anwar Sanusi mengatakan Urbanisasi masyarakat dari desa kota semakin mengkhawatirkan. Luas wilayah perdesaan Indonesia yang mencapai lebih dari 70 persen, tidak dibarengi dengan kesetaraan jumlah penduduk yang hanya mencapai 44 persen. Dana desa dalam hal ini, diyakini mampu menekan jumlah urbanisasi yang dikhawatirkan terus meningkat.
“Desa adalah masa depan Indonesia, di mana saat ini kita memiliki 74 ribu lebih desa.Ā Masyarakat di desa setelah sekolah tinggi di kota kalau tidak ada perubahan, diperkirakan tahun 2030 desa hanya akan diisi oleh 30 persen penduduk dan itu hanya masyarakat berusia senja,” ungkap Sekretaris Jenderal Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT), Anwar Sanusi, saat memberikan arahan pada Pembukaan Latihan Kader Utama (Lakut) angkatan I Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) di Jakarta, Jumat (27/1).
Kepada Bergelora.com dilaporkan, sebanyakĀ 60 persen wilayah desa saat ini sedang mengalami persoalan serius seperti halnya kemiskinan dan gini ratio (ketimpangan kaya dan miskin). Oleh sebab itu, menurutnya, ditetapkannya UU No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa adalah kesempatan emas untuk mengubah, bagaimana desa betul-betul jadi harapan orang desa.
“Dalam nawacita ke tiga, Presiden berkomitmen membangun Indonesia dari daerah pinggiran. Kemudian inti dari undang-undang itu apa? Desa kalau mau berkembang maka berikanlah kesempatan. Artinya desa jangan semata-mata didikte,” ujarnya.
Adapun wujud nyata dari undang-undang tersebut adalah dengan memberikan dana langsung ke desa yang disebut dana desa. Setiap desa rata-rata mendapatkan Rp 300 juta pada penyaluran dana desa di tahun pertama (2015). Kemudian tahun 2016 rata-rata mendapatkan Rp720 juta dan tahun 2017 rata-rata Rp800 juta.Ā
“Kita ingin desa-desa memiliki uang yang bisa dikelola langsung oleh desa. Dari dana desa kita arahkan agar desa bisa kuat secara ekonomi, budaya dan politik yang kemudian disebut dengan desa mandiri. Dana desa harus digunakan melalui musyawarah desa oleh badan permusyawaratan desa,” ujarnya.
Sanusi melanjutkan, jika bicara tentang desa, maka hampir semua warga Nahdlatul Ulama (NU) berasal dari desa. Untuk itu menurutnya, pentingnya peran warga NU untuk menjadi penentu pembangunan desa.Ā
“Harus bisa menjadi penentu pembangunan desa, bisa dimulai dari menjadi anggota permusyawaratan desa,” ujarnya.
Terkait hal tersebut dalam konteks pembangunan desa menurutnya, mandat Kemendes PDTT dalam hal ini sangat besar. Kementerian desa dalam hal ini mengurusi 74 ribu desa, daerah tertinggal dan transmigrasi. “Urusannya luas, kalau PDT (sebelumnya kementerian PDT/Pembangunan Daerah Tertinggal) mungkin kecil karena hanya mengurusi 122 daerah tertinggal,” ujarnya. (Andreas Nur)