Jumat, 28 Maret 2025

Lagi, Wartawan Ditodong Senjata Di Papua

JAYAPURA- Lagi Aparat kepolisian menghalangi wartawan melaksanakan tugas jurnalistik. Abraham You dari Majalah Selangkah dan Koran Jubi (Jujur Bicara) ditodong senjata dan dirampas kameranya oleh anggota Kepolisian Resort Kota (Polresta) Jayapura ketika sedang meliput aksi massa Kamis, 8 Oktober 2015,  di depan Gereja Katolik Gembala Baik Abepura, Jayapura, Papua.

 

“Saya ditodong senjata di dada dan diminta menghapus semua foto yang saya buat ketika para imam dan frater yang ikut aksi di cekik di leher dan diangkuk kedapam truk,” jelasnya kepada Bergelora.com di Jayapura, Sabtu (10/10)

Ia menceritakan kronologi persitiwa tersebut. Ratusan massa aksi damai dari kalangan aktivisi, mahasiswa, pemuda, dan aktivis gereja sudah berkumpul lebih dulu dan sedang melanjutkan orasi-orasi kecaman kepada negara karena tidak mampu menuntaskan penembakan empat siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) hingga meninggal dunia di Lapangan Karel Gobay, Enarotali, Paniai, Papua, pada 8 Desember 2014 lalu.

Kemudian, sekitar 30 menit massa aksi belum bergerak atau menuju ke Kantor DPR Papua. Kapolsek Abepura, Kompol Marthen Asmuruf, sedang berbincang-bincang dengan Koordinator Aksi, dan penasehat hukum massa aksi dan beberapa perwakilan dari Keusukupan Jayapura. Polisi tidak mengijinkan massa aksi untuk melanjutkan aksi dengan alasan belum mengantongi ijin dari Polisi.

 Saat negosiasi sedang dilakukan, beberapa frater atau biarawan dari Keuskupan Jayapura yang sedang mengenyam studi di Sekolah Tinggi Filsafat Theologia (STFT) Abepura, Jayapura, juga datang dengan satu buah mobil, dengan menggenakan jubah imam berwarna coklat, bergabung bersama massa aksi dan malahan beberapa imam justru mengambil tempat paling depan, dan ikut memegang poster-poster kecaman terhadap negara tadi.

 Melihat beberapa imam ikut bergabung dalam aksi ini, saya mengambil beberapa foto. Beberapa wartawan juga terus mengambil foto, dan orasi-orasi terus dilanjutkan, disamping itu negosiasi dengan Kapolsek Abepura.

Namun saat orasi-orasi sedang dilangsungkan secara bergantian, juga negosiasi dengan koordinator aksi sedang berlangsung dengan Kapolsek Abepura, tiba-tiba bunyi sirene sangat kuat dari arah Jayapura.

“Ternyata satu buah truk Polisi, melaju dengan sangat kencang, tanpa diskusi dan dialog, tiba-tiba beringas masuk ke dalam barisan massa, dan secara paksa membubarkan aksi tersebut. Saat itu saya berada di sebelah kanan massa aksi, dan siapkan kamera untuk mengambil foto jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan,” jelasnya. Awalnya Abraham tidak memotret. Karena lihat aksi brutal aparat yang semakin beringas dengan membubarkan, menendang, dan memukul massa aksi dan diangkut ke dalam truk, ia bersiap untuk mengambil foto.

“Dari arah belakang truck Polisi, saya lihat beberapa imam dan frater yang menggunakan jubah coklat tadi ikut diangkut ke dalam truk, dengan cara mencekik di leher para imam. Saya dengan cepat mengambil beberapa foto. Tiba-tiba dari arah depan muncul tiga anggota Polisi dengan memegang senjata laras panjang, dan menodongkan senjata ke dada saya. Satu orang lagi mencekik leher saya dan membentak saya untuk menghapus seluruh isi foto tadi,” jelasnya.

“Hapus semua foto itu! Tidak boleh foto sembarang!” Ia mengikuti tertiakan anggota Polisi.

Merampas Kamera

Abraham menjelaskan kalau dirinya wartawan. Tiba-tiba salah satu anggota Polisi langsung merampas kameranya dengan kasar.

“Saat itu saya tunjukan kartu pers, dan saya katakan kalau saya wartawan, dan berusaha mengambil kamera yang telah berhasil di rebut tadi, namun dua orang anggota Polisi berusaha menghalangi saya agar tidak mengambil kamera,” ujarnya

Seorang satu anggota Polisi yang merampas kameranya tadi bernama Marlon. Saat itu saya juga mau diangkut ke dalam truk Polisi. Bebera anggota Polisi berbaju preman telah mengerumininya. 

“Aparat Polisi yang bernama Marlon tadi berusaha untuk terus menghapus seluruh isi foto. Saya berusaha menghampiri Wakapolresta Jayapura, Kompol Albertus Adreana, dan menyatakan saya wartawan, dan saya sedang menjalankan tugas peliputan,” ujarnya.

Namun Wakapolresta tidak berkomentar sama sekali, dan bahkan menghiraukan ucapan Abraham.

Wartawan Oktovianus Pogau yang tidak terima dengan perlakukan Polisi terhadap wartawan, saat itu juga langsung menelepon Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Papua, Inspektur Jenderal (Irjen) Pol, Paulus Waterpauw.

Saya mendengar Pogau berbicara dengan Waterpauw terkait anggota Polisi di lapangan yang tidak menghargai wartawan, dengan cara menodongkan senjata, merampas kamera, mencekik leher wartawan, dan menghapus seluruh isi foto, padahal kartu pers dan asal media tempat bekerja telah ditunjukan secara jelas.

Sekitar satu menit berbicara dengan Waterpauw, Pogau minta orang nomor satu di Polda Papua itu langsung berbicara dengan Wakapolresta Jayapura yang saat itu bertindak sebagai komandan lapangan.

Waterpauw berbicara kepada Wakapolrestas sekitar lima menit lamanya menggunakan HP milik Pogau, dan kemudian sempat dari balik telepon Waterpauw sempat meminta Wakapolresta meminta maaf secara resmi kepada wartawan, dan agar mengusulkan kepada wartawan untuk membuat laporan Polisi ke Propam Polda Papua, agar laporan tersebut dapat ditindaklanjuti dengan memberikan sanksi hukuman kepada Polisi yang menghalang-halangi kerja dari wartawan mengambil foto maupun video.

Sebelum menutup telepon, Wakapolresta mengembalikan telepon kepada Pogau, dan Waterpauw sempat mengatakan kepada Pogau, bahwa laporan Polisi kepada Propam Polda Papua harus segera dibuat, agar ada efek jera bagi anggota yang melakukan intimidasi, dan menghalangi kerja-kerja jurnalistik di lapangan. (Yulan Kurima Meke)

Artikel Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru