JAKARTA- Dalam waktu dekat Kementerian Tenaga Kerja akan segera mengeluarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja yang akan menertibkan lembaga-lembaga pembiayaan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang selama ini beroperasi. Hal ini disampaikan oleh Staff Khusus Menteri Tenaga kerja, Dita Indah Sari kepada Bergelora.com Rabu (5/8).
“Tujuannya agar dimasa depan jangan lagi ada TKI dan keluarganya dirugikan, sementara lembaga-lembaga itu mengeruk keuntungan dari TKI,” ujarnya.
Ia menjelaskan Peraturan Menteri Tenaga Kerja itu akan menertibkan lembaga-lembaga itu, kalau berupa BPR (Bank Perkreditan Rakyat) harus ada rekomendasi dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan terdaftar di LPS (Lembaga Penjaminan Simpanan).
Dita Indah Sari menjelaskan bahwa selama ini TKI kalau pinjam uang untuk persiapan berangkat harus pakai agunan. Kalau ada masalah maka keluarga yang dikejar dan barang disita.
“Oleh karena itu, lembaga tersebut juga harus mengasuransikan pinjaman TKI, jadi kalau ada masalah maka lembaga itu yang akan menanggung, bukan lagi keluarga TKI,” tegasnya.
Dita Indah Sari menjelaskan bahwa Lembaga itu harus punya cabang-cabang sampai di daerah asal TKI memiliki sistim online sehingga dapat di akses oleh publik, pemerintah dan peminjam.
“Saat ini lembaga-lembaga tersebut tidak memilik cabang di daerah, tidak bisa diakses oleh publik sehingga menyulitkan bagi TKI yang meminjam uang,” ujarnya
Ia juga menegaskan bahwa suku bunga pinjaman juga diatur akan sesuai dengan suku bunga Bank Indonesia (BI) sehingga lembaga-lembaga tersebut tidak lagi seenaknya menetapkan bunga pinjaman. Lembaga-lembaga ini sebagian berbentuk BPR atau Koperasi dibentuk oleh PJTKI (Perusahaan Jasa TKI) dengan investasi dari luar negeri Taiwan dan Hongkong.
“Jadi PJTKI kirim ratusan TKI dan mengambil untung dari pinjaman TKI dengan pinjama lebih besar. Semakin besar pinjaman maka keuntungan berlipat. Ada yang bunga pinjaman sampai 40%. Ini mencekik leher TKI. Kan gak bener,” ujarnya.
Lembaga-lembaga tersebut harus membuat MOU dengan Kementerian Tenaga Kerja disaksikan oleh OJK.
“Semuanya akan dipantau oleh pemerintah. Jadi tidak boleh liar lagi mengambil keuntungan dari TKI,” ujarnya.
Pemerintah juga menurutnya mensyaratkan semua lembaga harus menunjukkan NPWP dan bukti pembayaran pajak, sebagai sebuah lembaga yang melakukan bisnis pinjaman pada TKI.
“Mereka harus melampirkan hasil audit independen. Menunjukkan NPWP danm membayar pajak. Selama ini mereka tidak pernah diaudit dan tidak pernah bayar pajak. Mereka lebih jahat dari Neoliberalisme,” tegasnya.
Ia menjelaskan bahwa setiap bulannya ada 8.000 TKI yang akan berangkat ke Hongkong dan Taiwan dengan pinjaman minimal Rp 20 juta-28 juta pada lembaga-lembaga pembiayaan TKI.
“Hitung aja sendiri berapa keuntungan yang dinikmati lembaga-lembaga dan PJTKI nya dari para pekerja kita yang membanting tulang diluar negeri. Negara dan pemerintah akan menertibkan mereka,” tegasnya (Web Warouw)