Selasa, 18 Februari 2025

NGERI BANGET..! Dipaksa Pakai Hijab Oleh Guru, Siswi SMAN 1 Banguntapan Bantul Pingsan dan Depresi

YOGYAKARTA – Aliansi Masyarakat Peduli Pendidikan Yogyakarta (AMPPY) mengumumkan sebuah kasus tentang seorang siswi kelas X SMAN 1 Banguntapan Bantul, Yogyakarta yang diketahui menjadi depresi karena sang guru memaksa dirinya untuk memakai hijab.

Menurut keterangan dari siswi tersebut, ia dipaksa menggunakan hijab sebagai seragam wajib pada saat Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS).

Koordinator AMPPY, Yuliani yang bertindak sebagai pendamping mengatakan bahwa sejak hari pertama MPLS tanggal 18 Juli 2022, siswi tersebut dipaksa harus memakai hijab.

Namun demikian siswi ini tetap masuk sekolah tanpa menggunakan hijab. Akibat hal tersebut ia dipanggil ke ruang Bimbingan dan Konseling (BK).

“Kemudian tanggal 19 (Juli) menurut WA di saya ini, anak itu dipanggil di BP (BK) diinterogasi tiga guru BP. Bunyinya itu, kenapa enggak pakai hijab?,” ujar Yuliani, Jumat 29 Juli 2022.

Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, pada saat diinterogasi oleh gurunya tersebut, siswi berusia 16 tahun ini menjawab dirinya belum siap untuk mengenakan hijab.

Walaupun sang ayah sendiri sudah membelikan dirinya hijab karena merupakan salah satu atribut seragam wajib murid SMAN 1 Banguntapan.

“Dia belum mau. Itu kan enggak apa-apa, hak asasi manusia,” kata Yuliani.

Yuliani berujar dalam aturan yang tercantum di Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 45 tahun 2014 tentang Pakaian Seragam Sekolah Bagi Peserta Didik Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah, tidak terdapat ketetapan yang mewajibkan model pakaian kekhususan agama tertentu sebagai seragam sekolah.

Sekolah tidak boleh melarang kalau sang murid mengenakan seragam sekolah dengan model pakaian kekhususan agama tertentu berdasarkan keinginan orang tua, wali, dan peserta didik yang bersangkutan.

Namun demikian, Yuliani menegaskan bahwa ketika siswi ini berada di ruang bimbingan dan konseling, dirinya mengaku terus dikorek keterangannya sehingga ia merasa terkucilkan.

Kemudian salah seorang guru SMAN 1 Banguntapan tersebut memakaikan siswi ini hijab secara paksa.

“Lha terus kamu kalau enggak mulai pakai hijab mau kapan pakai hijab, gitu?” tutur Yuliani menirukan salah satu pertanyaan guru kepada sang siswi.

“Nah itu sudah. Gurunya makein ke si anak itu. Itu kan namanya sudah pemaksaan,” lanjut Yuliani.

Selanjutnya pada ada saat siswi ini diperiksa oleh bimbingan dan konseling, ia meminta izin untuk pergi ke toilet. Di toilet ini siswi itu langsung menangis sekitar satu jam.

“Izin ke toilet kok nggak masuk-masuk kan mungkin BK ketakutan terus diketok, anaknya mau bukain pintu dalam kondisi sudah lemas terus dibawa ke UKS. Dia baru dipanggilkan orang tuanya,” ucap Yuliani.

Yuliani menilai siswi itu mengalami trauma setelah dua kali dipanggil oleh bimbingan dan konseling untuk persoalan yang sama.

Pada tanggal 24 Juli 2022, siswi ini diketahui selalu mengurung diri seharian di kamar rumahnya.

Keesokan harinya yaitu pada tanggal 25 Juli 2022, siswi ini jatuh pingsan ketika mengikuti upacara bendera. Yuliani berujar bahwa pihak sekolah tidak melaporkan kejadian ini kepada wali murid.

Setelah pingsan, siswi itu tidak mau makan. Bahkan, anak semata wayang ini tidak ingin berbicara kepada orangtuanya.

“Jadi kemarin saya sudah dipertemukan pihak sekolah oleh dinas (Dinas Pendidikan dan Olahraga DIY). Saya minta dipertemukan, yang datang dinas dan BP. Seolah-olah dia (BK) mengkambinghitamkan bahwa ini adalah ada persoalan di keluarga,” ungkap Yuliani.

Perlu diketahui bahwa siswi ini sejak SMP tidak pernah memakai hijab. Sehingga Yuliani menilai argumen masalah keluarga itu tidak valid.

Menimbang ketidaknyamanan siswi tersebut, AMPPY meminta kepada Dinas Pendidikan Bantul untuk turun tangan menangani persoalan ini.

Ia berharap KPAI juga turut dilibatkan untuk membantu siswi tersebut yang pada akhirnya terpaksa harus dipindahkan dari sekolah tersebut.

“Tapi anaknya jelas sudah sangat trauma ya. Sampai sekarang aja belum masuk. Trauma dia tidak mau sekolah di situ. Okelah pasti nanti kita pindah karena KPAI saya libatkan, ORI juga terlibat karena menurut dilihat fotonya itu si anak depresi berat,” papar Yuliani.

Untuk saat ini kondisi psikis siswi itu mulai membaik dan sudah bisa diajak berkomunikasi. AMPPY tetap menyayangkan kebijakan SMAN 1 Banguntapan terkait pemaksaan pemakaian hijab kepada murid perempuannya dan soal aturan wajib beli hijab di sekolah.

“Kemarin, sekolah sempat berdebat bahwa tidak ada pemaksaan. Lalu saya tunjukkan pemaksaannya. Kalau tidak pemaksaan, kalau tidak ada pemaksaan Kenapa sekolah membikin hijab yang ada labelnya sekolah. Dari situ jelas pemaksaan,” ulas Yuliani.

“Iya wajib dibeli (di sekolah). Dari situ sudah jelas, kalau dia memaksakan kenapa bikin hijab. Dan itu kan sudah melanggar di aturan PP dan Permendikbud itu kan jelas enggak boleh kayak gitu,” lanjut Yuliani.

Hari ini, ORI DIY telah memanggil Kepala Sekolah SMAN 1 Banguntapan Agung Istiyanto untuk mengklarifikasi kasus ini. Pemeriksaan berlangsung di Kantor ORI DIY selama 2 jam.

Sampai saat ini Agung Istiyanto masih tutup mulut dan tidak menjawab pertanyaan wartawan yang berkaitan dengan kasus pemaksaan pemakaian hijab ini. (Fitriani)

Artikel Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,110PelangganBerlangganan

Terbaru