KUPANG- Pengadilan Federal Australia di Sydney yang dipimpin Hakim tunggal Griffiths J dalam amar putusa nya pada hari Selasa,tanggal 24 Januari 2017 memenangkan gugatan Daniel Aristabulus Sanda untuk berhak mewakili seluruh petani rumput melawan PTTEP Australasia.
Pada bulan Oktober 2016 perusahaan pencemar Laut Timor PTTEP Australasia menolak gugatan Daniel Astabulus Sanda dan mengajukan keberatan kepada Pengadilan Federal Australia untuk mengugurkan gugatan itu dengan alasan bahwa Daniel Astabulus Sanda tidak berhak untuk mewakili dan mengatasnamakan seluruh petani rumput laut di NTT.
Hal ini disampaikan Ketua Tim Advokasi Korban Petaka Tumpahan Minyak Montara di Laut Timor,Ferdi Tanoni yang juga adalah Ketua Peduli Timor Barat kepada wartawan di Kupang, Rabu (25/01).
Ferdi Tanoni, mantan agen imigrasi Australia ini menjelaskan bahwa,Dalam amar putusan nya setebal 22 halaman dibawah file nomor 1245 of 2016 ,hakim Griffiths J. setelah mempertimbangkan keberatan yang diajukan oleh PTTEP Australasia serta memperhatikan berbagai bukti yang diajukan pengacara Daniel Astabulus Sanda,maka Hakim Griffiths J. memutuskan menolak seluruh keberatan yang diajukan oleh PTTEP Australasia, antara lain dengan mendasari, “Peraturan Mahkamah Agung Northern Territory, yang mengakui hak perwakilan,” bahwa: “Dimana terdapat banyak orang yang mempunyai kepentingan yang sama dalam satu penyebab atau masalah, satu atau lebih dari orang-orang tersebut dapat menggugat atau digugat, atau dapat diizinkan oleh pengadilan atau hakim untuk mempertanhankan, penyebab atau hal tersebut atas nama atau untuk kepentingan semua orang yang berkepentingan”.
Menanggapi putusan Pengadilan Federal Australia ini, peraih tunggal Civil Justice Award Australian Lawyers Alliance tahun 2013 ini mengatakan, ”kemenangan para petani rumput laut di Pengadilan Federal Australia kemarin itu merupakan sebuah kemenangan awal yang sangat menjanjikan bahwa kebenaran akan terungkap di Pengadilan Federal Australia demi keadilan bagi puluhan ribu rakyat korban di NTT”.
Lebih lanjut Tanoni mengatakan bahwa “putusan pengadilan yang memenangkan petani rumput laut tersebut merupakan hal teknis yang sangat penting untuk menjamin kelanjutan perkara ini”.
Kepada Bergelora.com dilaporkan sekitar 13.000 petani rumput laut di Nusa Tenggara Timur mengajukan class action di Pengadilan Federal Sydney, Australia, Rabu 3 Agustus 2016 terkait tumpahan minyak dari anjungan minyak Montara yang mengakibatkan mata pencaharian mereka hancur.
Class action itu diajukan oleh petani rumput laut Indonesia Daniel Sanda yang mewakili dirinya dan para petani rumput laut lainnya terhadap perusahaan yang mengoperasikan ladang minyak Montara, PTTEP Australasia anak perusahaan PTTEP asal Thailand.
Insiden tumpahan minyak itu terjadi pada 21 Agustus 2009 setelah terjadi ledakan besar. Setelah itu, selama lebih dari 74 hari, minyak dan gas bercampur zat timah hitam dan bubuk kimia sangat beracun dispersant telah mengotori dan meracuni Laut Timor dan Laut Sawu, perairan Indonesia. Diperkirakan sebanyak 500 ribu hingga 2 juta liter minyak per hari mengotori lautan. Kebocoran itu akhirnya berhasil ditutup pada 3 November 2009. (Yudi)