JAKARTA- Kelompok Muda untuk Indonesia (KMI) yang menggugat Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR-RI) yang mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan Nomor Perkara : 360/Pdt.G/2015/PN.Jkt.Pst memiliki 3 alasan mendasar untuk mendudukkan MPR RI sebagai Tergugat. KMI meminta Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menunda pemberlakukan dan atau membatalkan Amandemen UUD 1945. Hal ini dijelaskan oleh juru bicara KMI, M. Taufik Budiman, kepada Bergelora.com di Jakarta, Rabu (3/12)
Ia menjelaskan, pertama, MPR periode 1999-2004 telah melanggar Tata Tertib MPR No. 2 tahun 1999 tentang pemberian nomor pada produk hukum MPR.
“Seharusnya produk hukum MPR berupa Keputusan dan Ketetapan MPR secara yuridis formal haruslah diberi nomor, namun Perubahan UUD 1945 sama sekali tidak diberi nomor,” ujarnya dalam rapat terbatas Komite Kedaulatan Rakyat (KKR).
.
Kedua menurutnya, MPR telah melanggar Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1999-2004 yang merupakan Tap MPR No. IV tahun 1999. Dalam GBHN tidak ada rencana haluan negara untuk membentuk lembaga peradilan baru semacam MK, namun MK telah dibentuk pada tahun 2003.
“Bahkan GBHN tidak menetapkan rencana bangsa ini untuk melakukan perubahan UUD’45, namun oleh MPR, UUD’45 dirubah,” ujarnya.
Ketiga, dalam UUD’45 asli, yang disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945, dalam pasal 3 UUD 1945 MPR diberi kewenangan untuk menetapkan UUD dan GBHN. Sedangkan pasal 37 UUD 1945 menyatakan untuk mengubah UUD, harus disetujui oleh 2/3 dari anggota MPR yang menghadiri sidang paripurna.
“MPR pada amandemen ke-4 tahun 2002, telah mengubah pasal 37 dengan menyisipkan kata-kata ‘untuk merubah pasal-pasal UUD‘ secara ilegal,” jelasnya.
Ini bermakna menurutnya, sejatinya MPR tidak berwenang merubah, mengganti dan/atau manambahkan pasal-pasal dalam UUD’45. Namun jika hendak mengubah UUD, maka MPR haruslah mengubah secara keseluruhan dengan menyebutkan nama UUD yang baru.
“Misalnya UUD ’45 pernah dirubah dengan berlakunya UUD RIS ataupun UUDS 1950,” ujarnya.
Atas dasar tersebut, Penggugat meminta kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, untuk menyatakan tindakan tergugat yaitu MPR RI adalah merupakan perbuatan melawan hukum dan karenanya adalah tidak sah dan atau batal demi hukum, serta memerintahkan MPR RI untuk menunda pemberlakukan dan atau membatalkan Amandemen UUD 1945.
“Dengan kata lain, kembali ke UUD’45 yang asli yang disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945,” ujarnya.
Kembali Ke UUD’45 (Asli)
Budayawan dan anggota Presidium Komite Kedaulatan Rakyat (KKR), Burhan Rosyidi menyatakan bahwa amandemen UUD’45 telah menyebabkan rakyat dan bangsa Indonesia telah kehilangan hak atas negerinya sendiri.
“Bukan hanya itu saja, amandemen ini telah melucuti hak dan kewajiban rakyat Indonesia untuk membela diri dari eksploitasi kapitalisme internasional dan kaki tangannya di dalam negeri,” ujarnya.
Untuk itu menurutnya, jika MPR-RI konsisten dengan Preambule UUD’45 yaitu “Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa,…” maka MPR seharusnya menyetujui gugatan yang membatalkan Amandemen UUD’45 yang bertentangan dengan Preambule itu.
“Agar MPR kembali menjadi lembaga tertinggi yang mewakil seluruh rakyat Indonesia dalam mengatur negara Republik Indonesia. Jangan justru dipilih rakyat tapi mewakili kepentingan kapitalisme internasional, seperti saat ini,” tegasnya.
Perlu diingat bahwa perubahan dan amandemen UUD’45 dilakukan oleh MPR yang dipimpin oleh Amien Rais atas nama refomasi.(Web Warouw)